Setelah menumpahkan tangis dan keluh kesahnya pada makam sang kakak, Nindya melangkah pergi. Matanya sembab karena terlalu lama menangis. Nindya melangkah sambil mengamati pantulan dirinya di kamera ponsel. Wajahnya tampak menyedihkan, membuatnya mengulas senyum tipis berkali-kali supaya wajah yang terpantul agak sedikit lebih baik.
Dalam langkahnya, tatapan Nindya tiba-tiba bertemu dengan tatapan Delon. Lelaki itu langsung mengalihkan pandangan dan menyeka air mata dari wajahnya. Ia terperangah melihat pemandangan itu, di sana Nindya melihat Delon yang duduk sendirian di sebuah makam dan menangis.
Awalnya ia ingin pergi begitu saja, namun melihat bahu yang biasanya kokoh itu kini tampak sayu, Nindya memilih melangkah mendekat. “Hai?” sapa Nindya ragu. Ia menatap makam di depannya dan mengasumsikan bahwa makam ini adalah makam kerabat Delon.
“Memalukan,” gumam Delon, dia bangkit dan merapihkan pakaiannya sendiri yang kusut.
Nindya menggeleng pelan menanggapi gumamannya. “Ini pemakaman, menangis tidak memalukan disini, lihat saja wajahku,” Nindya menunjuk wajahnya sendiri yang sembab karena air mata. Tak bisa dicegah, Delon tertawa pelan menyadari wajahnya yang membengkak.
“Jika aku mengganggu, aku akan pergi,” ucap Nindya.
“Tidak, aku sudah selesai.”
Nindya dan Delon berakhir di mini market yang berada tak jauh dari komplek pemakaman. Karena tersedia meja di luar mini market, mereka memilih duduk di sana. Nindya membawa kantong berisi beberapa jenis minuman, sedangkan Delon membawa dua mi instan yang telah siap makan.
“Hah capeknya...” keluh Nindya yang akhirnya bisa duduk, ia mengeluarkan berbagai minuman dan menyusunya di atas meja. Delon meletakkan salah satu bungkus mi didepan Nindya dan satunya lagi di depannya sendiri.
Saat keduanya sedang asik menyantap mi instan, sebuah motor berhenti tak jauh dari mereka, Nindya mengamatinya saat orang tersebut melepas helm. Mulutnya terbuka tanda terkejut saat mengenali bahwa orang itu ialah Argan.
“Mau apa kau?” tanya Nindya saat Argan mendekati mereka. Sedangkan di depannya, Delon kini dalam posisi siap menonton pasangan yang memang ia rasa aneh sejak kemarin.
Argan mengambil mi milik Nindya tanpa aba-aba dan memakannya bagai miliknya sendiri. “Kamu tidak boleh makan makanan instan,” ucapnya setelah menelan suapan pertama. Argan juga menjauhkan berbagai macam minuman dari dekat Nindya dan hanya menyisakan sebotol air putih dingin.
Nindya menggebrak meja tak terima bercampur kesal, “Siapa yang suruh kesini? Siapa yang suruh ngatur-ngatur?” geramnya yang diliputi kemarahan.
“Demi kebaikanmu,” balas Argan santai.
“Lalu aku harus makan apa?” tuntut Nindya.
“Buah.”
“Buah?! Aku lapar!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down
RomanceBagi sebagian orang, menjalani hidup seperti biasa di zona nyaman adalah satu-satunya pilihan. Awalnya Nindya juga begitu, namun ia mendadak berubah pikiran. ~•~ Setelah didiagnosa menderita tumor otak yang tidak memiliki solusi penanganan dan hany...