Dalam perjalanannya menuju kelas, Nindya menyadari bahwa semua orang yang melihatnya sedang membicarakannya. Berita soal ia yang tertimpuk bola dan sempat tidak bernafas tampaknya sudah menyebar ke seluruh sekolah. Bahkan murid ajaran baru yang baru beberapa hari bersekolah kini mengenalinya. Nindya mendecakkan lidah, merasa tidak nyaman dengan perhatian yang mendadak ia terima ini.
Memasuki kelas, Nindya juga menerima tatapan yang sama seperti tatapan selama perjalanan kemari. Ia melangkah menuju kursi yang kemarin ia tempati, namun sebuah tangan menghalanginya dan meletakkan tas di kursi itu terlebih dahulu. Tas yang terlihat sangat feminim sepertinya milik Lilyana.
"Duduk di sana," Argan, lelaki yang meletakkan tas itu menunjuk pada kursi yang ia duduki di hari pertama.
Saat hendak duduk, tatapannya jatuh pada Delon yang entah sejak kapan mengamatinya. Ia mengangkat salah satu alisnya, tapi Delon justru mengerutkan alis setelahnya. Karena lelaki itu tak berkata apa-apa, Nindya mengabaikannya. Setelah duduk, kini ia bersitatap dengan Azkiel yang posisi duduknya tak jauh darinya. Pada akhirnya Nindya memilih mengabaikannya.
"Semuanya aneh," gumamnya.
Argan meletakkan sekotak susu di depannya. Dengan gerakan mata menyuruhnya minum. "Kau juga aneh," ucap Nindya sambil menunjuk wajah teman sebangkunya itu. Argan tertawa kecil.
Lilyana yang entah dari mana, datang dan menghampiri meja mereka, matanya membola tatkala menyadari keberadaan Nindya. "Oh, lo masih hidup?" tanyanya sarkas. Nindya menggigit pipi dalamnya, rasanya ia ingin menjambak rambutnya yang penuh aksesoris itu. "Aku belum mati, mungkin besok?" celetuk Nindya tanpa beban.
Namun Delon yang ada dibelakangnya langsung terbelalak. Apa yang dia dengar barusan tidak seperti lelucon.
"Kalau begitu, semoga lo mati besok!" hardik Lilyana yang penuh emosi.
"Diam," ujar Argan.
Lilyana langsung terdiam memandang lelaki yang saat ini sedang ia sukai itu. "Argan, ken-"
"Pergi," suruh Argan yang memotong perkataan gadis itu. "Jangan lagi merebut kursi Nindya, kekanakkan," lanjutnya. Lilyana tampak terluka, ia menendang kursi kosong di dekatnya sebagai pelampiasan emosi, lalu kembali ke kursinya sendiri.
Argan mengalihkan pandangannya pada Nindya yang ternyata kini sedang menyesap kotak susu pemberiannya. Tampak tak terganggu dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Baru saja dia ingin mengucapkan sepatah dua kata untuk sedekar menghibur.
"Enak," tetapi ia justru seakan langsung melupakannya, atau mungkin hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Gadis itu berkomentar dengan senyum di wajahnya.
~•~
"Duluan," Argan melangkah keluar kelas setelah berkata satu kata itu dan meninggalkan Nindya yang belum sempat bereaksi. Ia menggeleng pelan, merapihkan barang-barangnya yang masih berantakan diatas meja. Karena ia telah berada di tahun senior, membuatnya harus mengikuti pelajaran dengan baik dan juga mencatat banyak materi penting. Karena kehebohan dalam proses belajar, mejanya berubah menjadi kapal pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down
RomansaBagi sebagian orang, menjalani hidup seperti biasa di zona nyaman adalah satu-satunya pilihan. Awalnya Nindya juga begitu, namun ia mendadak berubah pikiran. ~•~ Setelah didiagnosa menderita tumor otak yang tidak memiliki solusi penanganan dan hany...