Nindya telah rapih dengan balutan seragam dan siap berangkat ke sekolah, tetapi kini ia justru berdiri diam di depan pintu. Pasalnya ada tamu tak diundang yang pagi-pagi sudah bertengger di depan rumahnya. Nindya menghampiri Argan yang berdiri bersandar pada motornya. Lelaki itu mengumbar senyum yang kelihatannya cukup menawan.
"Kenapa pagi-pagi sudah ada disini?" tanya Nindya saat sudah berada di depan lelaki itu.
"Mau berangkat bareng," balas Argan.
"Kenapa gak nanya aku dulu?" tanya Nindya sambil berkacak pinggang.
"Kamu pasti menolak," jawab Argan yakin.
"Tuh tahu," ujar Nindya yang langsung melangkah pergi. Namun gerakan Argan juga cukup cepat hingga masih dapat menahan pergelangan tangannya.
"Meskipun sudah disini juga tetap ditolak?" tanya Argan dengan nada memelas yang baru pertama kali ia dengar dirinya.
Nindya berbalik, menatap lelaki itu lekat lalu melangkah kembali ke tempat awalnya berdiri. "Ya sudah, ayo," ujarnya yang langsung mengundang senyum menawan Argan kembali ke wajah tampannya.
Lelaki itu memberikan jaket yang telah dia siapkan padanya, "Pakai ini supaya tidak dingin terkena udara pagi," ucapnya. Nindya juga menurut dan memakainya. Disusul oleh helm yang dipakaikan oleh Argan ke kepalanya. Setelah tindakannya yang mendadak, lelaki itu langsung memakai helm nya sendiri lalu menaiki motor dan juga memintanya naik.
Dari balik helm, Nindya memandangnya dengan penuh rasa curiga. Namun tak ayal ia kini duduk diboncengannya dan mencengkram sisi jaket yang dipakai Argan karena laju motornya yang lumayan cepat.
Ia kira lelaki itu akan langsung membawanya ke sekolah, namun ternyata dia berhenti di sebuah restoran. Lagi-lagi dia membantunya melepas helm. Apakah di matanya ia tak bisa memakai ataupun melepas helm? Padahal kebut-kebutan pakai motor saja Nindya bisa.
"Mau ngapain kita disini?" tanya Nindya.
"Tentu saja makan, kamu belum sarapan kan?" kata Argan yang terdengar sangat yakin akan perkataannya.
"Kalau ternyata aku sudah sarapan gimana?" tanya Nindya lagi.
Argan tertawa kecil, "Wajah kamu ini, wajah orang yang belum sarapan," jari Argan menusuk pipinya saat dia berkata. Lalu dia mulai melangkah memasuki restoran.
Nindya menahan senyum memandang punggung Argan. "Sok tahu banget," gumamnya dengan tawa sambil mengikuti Argan tepat di belakangnya. Tapi apa yang diucapakan Argan memang benar adanya, akhir-akhir ini ia kehilangan nafsu makannya, membuatnya terkadang hanya makan beberapa suap atau bahkan melewatkan waktu makannya.
Memasuki restoran, Nindya disuguhi oleh meja yang telah diisi oleh beberapa hidangan, dan semua menu itu ialah menu yang termasuk kedalam list makanan yang seharusnya ia makan. Tampaknya Argan masih dalam agenda makan sehatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down
RomantikBagi sebagian orang, menjalani hidup seperti biasa di zona nyaman adalah satu-satunya pilihan. Awalnya Nindya juga begitu, namun ia mendadak berubah pikiran. ~•~ Setelah didiagnosa menderita tumor otak yang tidak memiliki solusi penanganan dan hany...