Berhubung hari ini adalah hari minggu, Nindya tetap tertidur lelap sampai jam makan siang tiba. Bukan karena ia ingin, tapi rasanya rasa kantuknya akhir-akhir ini meningkat tajam. Nindya mengamati pantulan dirinya di cermin toilet, memandangi wajah pucat yang tampak seperti pasien sekarat itu. Ia membasuh wajah dan juga menyikat gigi. Tak lupa ia membubuhkan pewarna bibir supaya ia tampak segar.
Ia melangkah menuju ruang makan, tapi ia berhenti sejenak saat menyadari kehadiran Ayahnya disana. Baru kemudian ia melanjutkan langkahnya dan menduduki kursinya. Entah sejak kapan Ayahnya ini pulang, tapi Nindya berharap itu setelah ia kembali dari track balap tadi malam.
Nindya mengamati wajah Ayahnya yang sedang sibuk di depan laptopnya. Di sebelahnya ada sepiring makan siang yang terlihat belum tersentuh sama sekali. Setelah memastikan tak ada raut aneh di wajah beliau, Nindya menjadi jauh lebih santai.
Seseorang membawakannya piring makan siang. Nindya mengamati makan siangnya hari ini, piringnya dipenuhi makanan-makanan yang sebenarnya harus ia jauhi. Ia mengingat kembali makanan yang dipilihkan Argan kemarin, sangat berbanding terbalik dengan makanannya siang ini.
Nindya sebetulnya sedang tidak nafsu makan, jadi ia mendorong piring makan siangnya menjauh.
“Sudah bangun?” suara Ayahnya tiba-tiba terdengar. Ia sempat tersentak, namun menganggukkan kepala membalasnya.
“Kapan Ayah kembali?” tanya Nindya.
“Tadi pagi,” balas Ayahnya. “Nanti malam akan ada acara keluarga besar, kamu ingat?” lanjutnya bertanya.
Nindya menggaruk leher belakangnya, berusaha mengingat.
“Ayah sudah siapkan gaun untuk nanti malam, dipakai ya,” kata Ayahnya.
“Baik,” ujar Nindya dengan patuh. “Aku kembali ke atas ya, Ayah,” lanjutnya yang diangguki sang Ayah, beliau kembali sibuk dengan laptopnya. Tampaknya saat ini beliau sedang memiliki banyak sekali pekerjaan, dia bahkan tak sadar piring makan siang putrinya tak tersentuh bahkan secuil pun.
Nindya kembali ke kamarnya, meminum obatnya dan duduk di dekat jendela. Mengamati langit siang yang berwarna biru dihiasi awan. Ia tidak tahu harus melakukan apa di hari minggu ini. Jadilah ia berakhir membaca novel fantasi yang masih tersegel di rak bukunya.
Terlarut dalam bacaannya, Nindya akhirnya sadar saat ponselnya berbunyi. Terpampang bahwa yang menelponnya ialah Argan.
“Halo,” Nindya menjawab panggilannya.
“Menu makan hari ini apa?” tanya Argan dari seberang sana.
Nindya mengerucutkan bibirnya. “Kok kepo banget...”
“Pasti gak sehat kan? Ayo makan di luar,” ajak lelaki itu dengan santai.
“Tidak mau,” balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down
RomanceBagi sebagian orang, menjalani hidup seperti biasa di zona nyaman adalah satu-satunya pilihan. Awalnya Nindya juga begitu, namun ia mendadak berubah pikiran. ~•~ Setelah didiagnosa menderita tumor otak yang tidak memiliki solusi penanganan dan hany...