BAB 16. SERBA SALAH

1.3K 47 1
                                    

Perlahan laju mobil berhenti  kala lampu rambu-rambu lalulintas berubah merah, Jordan melirik ke arah Dita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perlahan laju mobil berhenti  kala lampu rambu-rambu lalulintas berubah merah, Jordan melirik ke arah Dita.

"Suka nggak rumah yang tadi?" tanya Jordan melirik ke arah sang calon istri.

"Biasa aja," jawab Dita, "yang penting sesuai sama si kembar itu aja dah cukup. Aku bisa tinggal di mana pun, selagi lingkungan baik untuk tumbuh kembang si kembar."

Jordan menipiskan bibirnya. "Aku lagi nanyain pendapatmu loh, Dita. Kalo menurutmu oke, kita bisa tinggal di sana segera. Kalo nggak oke, kita cari yang lain," balas Jordan.

Dita membawa atensinya ke arah Jordan, ayah dari kedua putrinya menatapnya dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan.

"Terus rumah yang tadi mau digimanain, kalo aku bilang nggak suka?" tanya Dita melirik Jordan dengan ekspresi penasaran.

"Ya, tinggal dijual ulang. Gampang 'kan," jawab Jordan terdengar santai.

Dahi Dita berkerut. "Iya, juga ya. Kenapa aku lupa, keluarga kaya raya kek kamu ini hal kek gini gampang banget. Nggak suka ya tinggal cari yang baru."

"Heh, itu pujian atau sindiran, huh?" Jordan tak paham.

Apa yang salah? Bagi Jordan hal seperti ini biasa saja. Yang terpenting itu kenyamanan, wanita di sampingnya ini aneh sekali.

"Pujian," jawab Dita mencemooh.

"Aku nggak bego, ya, Dit! Itu sindiran. Kita dari orok udah kenal satu sama lain, kalo kamu ngajak berantem ya, kek gini awal mulainya. Kadang aku rasa pemikiran kamu itu nggak jelas banget," sahut Jordan seakan mengeluhkan kebiasaan Dita yang tidak pernah hilang.

Dita membuang muka, ia merasa Jordan ini tipikal lelaki yang mudah membuang sesuatu yang tidak disukai. Tapi, kenapa Dita harus kesal? Apa hubungannya bangunan rumah tadi dengan diri Dita.

'Apaan sih, yang aku pikirin. Kok jadi sensitif gini, apa yang diomongin Jo nggak salah. Nyebelin banget kalo udah beradu debat dengan dia, rasa rendah diriku masih aja muncul tiba-tiba.' Jari jemari lentik Dita saling bertautan.

Suara klakson dari mobil belakang, membuat Jordan kembali menginjak gas. Keduanya mendadak sama-sama diam, Jordan fokus nyetir mobilnya. Sementara Dita tampak melamun jauh, mengingat masa-masa remaja mereka.

Merasa suasana mendadak hening, Jordan menghidupkan radio mobil. Musik mulai menghilang digantikan oleh suara penyiar mengisi keheningan.

"Next suara hati dari Marta, tentang cinta pertamanya. Ayo, kita baca 'Halo Kak Teo, aku Marta, ngomong-ngomong soal cinta pertama. Aku jatuh cinta pada sosok lelaki yang sulit buat aku gapai, meskipun sering berantem. Aku diam-diam memperhatikan dia, interaksi paling aku sukai adalah saat adu debat dengannya. Dengan begitu aku mulai mendapatkan atensinya, Kak Tao. Apakah aku bisa mengungkapkan perasaan ini padanya di saat pesta kelulusan sekolah? Atau apakah aku harus tetap memendamnya.' Gimana ya, kira-kira. Menurut Kak Rose apakah Kak Marta harus mengungkapkan atau tidak?"

Anak Kembar sang Presdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang