BAB 10. TAWARAN MENIKAH

1.9K 60 3
                                    

"Jadi, jadi, si Jo maunya gimana?" Rissa antusias mendengarkan curhatan sang sahabat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, jadi, si Jo maunya gimana?" Rissa antusias mendengarkan curhatan sang sahabat.

Dita mengangkat bahunya ke atas sebelum diturunkan kembali. "Ga tau, lah. Nyebelin banget bicara sama dia, kamu tau 'kan dari dulu kita itu rival. Ampek sekarang pun sama aja, dia maunya ke gitu sedangkan aku maunya begini," jawab Dita berdecak sebal.

Rissa mendesah kasar. "Kesampingkan dulu ego kalian berdua. Bicarain masalah si kembar lebih dewasa lagi. Masa udah punya anak masih aja mau adu bacotan," nasihat Rissa terdengar jauh lebih dewasa.

Dita mendelik. "Dia duluan yang kekanak-kanakan, jadi aku pun ikut kek gitu. Coba aja dia ngomong lebih dewasa lagi, udah pasti aku pun akan begitu."

Rissa mencabik mendengarnya, tidak Dita tidak pula Jordan. Kenapa keduanya terlalu ambisius, keras kepala, dan maunya menang sendiri. Sekarang Rissa tahu kenapa keduanya tidak bisa menyatu, kepribadian keduanya saling bertolak belakang.

"... kalian berdua ya, ah, bikin pening kepalaku aja. Sekarang kamu maunya gimana? Semuanya udah kacau. Ketimbang terbang ke New York, mending tetap di Indo. Kamu ga kasian sama Tante dan Om? Mereka udah tua, mereka pun kesepian. Kita semua pun udah bukan anak remaja lagi, mikir ke depan. Mau sampai kapan kamu mementingkan gengsimu, mikir dong. Tante sama Om pun berhak tau siapa Ayah biologis si kembar, ga selamanya rahasia bisa disimpan rapat-rapat, duhai Dita tersayang," tutur Rissa serius.

Dita menggigit bibir, kepalanya tertunduk. Mereka sebagai orang dewasa masih sama-sama mementingkan diri sendiri, serta gengsi satu sama lain.

"Aku gak mau nikah sama Jo," kata Dita lirih.

Rissa menatap intens wajah Dita, sepertinya tebakannya benar. Jordan mengajukan pernikahan pada Dita, memang mau bagaimana lagi.

"Dia udah siap buat mengambil tanggung jawabnya sebagai seorang Ayah. Kamu sama dia udah ga ada lagi yang harus saling diperlombakan, si kembar butuh sosok orang tua lengkap. Jangan digantung kek gitu, saranku sih. Coba kamu renungkan, dan terima lamarannya," sahut Rissa, kini guratan ekspresi wajah Rissa nampak berkali-kali lebih serius dari sebelumnya.

"... tapi, aku ga cinta sama si Jo, Rissa. Hidup tanpa cinta, bayangin aja. Itu ga sedap, buat dijalani," tukas Dita, mengerang frustrasi.

"Oh, come on! Ga semua orang di dunia ini bisa beruntung nikah sama orang yang merasa cintai Dita. Oke, semua orang berharap bisa menikah dengan orang yang mereka cintai. Namun, ga semua orang pun bisa mempertahankan cinta sampai tutup usia. Cinta itu bergelora 1 sampai 5 bulan setelah pernikahan, lalu padam seiring berjalan usia pernikahan. Yang tersisa itu komitmen," balas Rissa. "Komitmen untuk setia sama pasangan, walaupun ada yang nampak di depan mata lebih cantik atau ganteng dari pasangan. Apa lagi? Ah, komitmen untuk saling menerima kekurangan pasagan. Itu yang tersisa, coba deh tanya sama orang-orang yang udah nikah," lanjut Rissa kembali.

"Emang kamu tau dari mana?" tanya Dita menatap aneh ke arah Rissa si jomblo abadi.

Rissa tertegun, mengulum bibirnya yang kering. "Hehe... dari buku dong. Sama dari sosial media," jawab Rissa terkekeh kecil.

"Dah kayak orang berpengalaman aja, ku pikir kamu kembali ke Indo nikah diam-diam. Jadi mendadak punya pengalaman," sahut Dita setengah meledek.

PUK!

Muka Dita langsung dihantam bantal ranjang, Dita mengerang protes. Rissa berdecak kesal, ketukan di daun pintu mengalun sebelum pintu terbuka perlahan.

"Eh, Tante," sapa Rissa dengan cepat merubah ekspresi wajahnya kala mendapati kehadiran sang bibi.

"Lagi ngomongin apaan? Kelihatan serius begitu," ujar Nessa penasaran.

Nessa masih berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar, Dita dan Rissa saling adu lirik mata secara serentak mengeleng serta mengulas senyum konyol.

"Ga, ada, Mama," sahut Dita lebih dahulu.

Nessa tersenyum kecil, sudah pasti ada hal serius yang tengah mereka berdua bahas. Nessa tahu betul bagaimana sifat keduanya, sayangnya ini belum saatnya ia memaksa sang putri untuk berbicara.

"Di bawah ada Jo, katanya udah ada janji jari ini sama kamu. Dia nungguin di bawah tuh," ujar Nessa menyampaikan akan kehadiran tamu sore ini.

"Ha? Jo? Maksudnya Mama itu si Jordan?" Dita membesarkan pupil matanya mendengar perkataan sang ibu.

Seingat Dita sendiri, ia sama sekali tidak ada janji dengan Jordan hari ini. Lantas mengapa pria itu datang tiba-tiba seperti itu? Perasaan Dita mendadak tak enak dibuatnya.

"Iya, Jo mana lagi kalau bukan si Jordan. Cepetan turun, Mama ada rencana keluar bareng Papa dan kedua anakmu. Eh, Ris! Kamu mau ikut juga ga?" Nessa membawa tatapan matanya ke arah Rissa yang duduk di atas ranjang.

"Ah? Eh, iya. Aku ikut, Tan!" Rissa langsung ngacir turun dari atas ranjang melangkah ke luar dari kamar Dita.

Dita berdecak kesal, sang sahabat sekaligus sepupunya itu benar-benar menyebalkan minta ampun.

***

Ini adalah pembicaraan kedua serta pertemuan kedua mereka untuk bicara empat mata, hanya ada Dita di rumah hari ini. Meskipun ada drama kecil yang dilakukan oleh Naira—putri pertama Dita dan Jordan, ia merengek tak ingin ikut pergi. Lantaran kehadiran Jordan di sana, Naira dapat merasakan ada hal aneh pada diri lelaki dewasa bermata tajam tersebut. Seakan-akan ingin mendekati ibunya, Naira tak mau sampai Jordan ada hubungan apa-apa dengan sang ibunda. Berbanding terbalik dengan Naura, yang mendukung 100 persen hubungan keduanya.

"Gimana? Kamu dah mikir matang-matang apa yang aku omongin semalam," ucap Jordan, manik matanya melirik ke arah Dita.

Dita berdecak kecil. "Jo, kita baru ngomong semalam, loh. Hari ini malah nyamperin aku lagi, kamu gak sibuk apa gitu."

Dita merasa didesak oleh Jordan, pria yang duduk di depan Dita satu ini terkesan tergesa-gesa di mata Dita.

"Ya, satu malam aja cukup deh rasanya buat kamu mikir."

Wah! Enteng sekali mulut Jordan menjawab dirinya, Dita melipat tangan di bawah dada. Atensinya terarah ke arah wajah gagah Jordan, secara finansial Jordan lebih dari kata mampu untuk menghidupi putri kembarnya.

"Kamu siap nikah tanpa cinta?" tanya Dita serius.

Alis mata Jordan menungkik ke atas, tatapan tajam itu pun perlahan bergerak menghindar dari tatapan intens Dita. Ia dinyatakan impoten, lemah syahwat. Burung meraknya tak bisa bangkit dengan gagah lagi, satu-satunya harapan Jordan saat ini adalah menikahi Dita. Setidaknya ia masih mempunyai keturunan dari wanita ini, yang paling terpenting saat ini bagi Jordan adalah ia tak akan ketahuan serta diijek karena tak impoten. Dita tak akan mungkin membiarkan Jordan menyentuh dirinya, maka clear sudah ketakutan Jordan satu itu.

"Ya, ga masalah," jawab Jordan terdengar mantap.

Bersambung...

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anak Kembar sang Presdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang