Pagi itu suasana tenang menyelimuti kediaman Julian dan Lungayu. Sang pria sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya, sedangkan sang wanita justru tertidur di sofa ruang tamu dalam keadaan mabuk sejak dini hari.
Julian memutuskan untuk tidak pergi ke kantor di hari itu. Selain karena melihat kondisi Lungayu yang mengkhawatirkan, ia merasa cukup perlu berbicara serius dengan wanita yang tak kunjung bangun dari tidur lelapnya itu.
Usai menyiapkan sarapan, Julian menghampiri Lungayu yang masih terlelap di sofa. Wajah wanita itu pucat dan riasan wajahnya berantakan.
Dan pria di depan Lungayu itu masih enggan untuk memindahkannya ke kamar tidur yang sebenarnya hanya berjarak tak seberapa dari ruang tamu.
Karena di dalam perjanjian mereka, terdapat larangan untuk menyentuh satu sama lain dalam keadaan tak sadar, dan Julian masih menghargai poin perjanjian yang satu itu— dan sebagian besarnya.
Meski wanita di depannya itu sudah banyak melanggar.
"Lungayu," panggil Julian membangunkan wanita di depannya tanpa berusaha menundukkan tubuhnya dan mendekatkan diri pada Lungayu. Pria itu hanya berdiri di sana, menatap keadaan Lungayu yang jelas amat berantakan. Pria itu bahkan bisa mencium bau alkohol yang menyengat dari wanita di depannya.
"Lungayu," panggilnya lagi, yang lantas membuat sang empunya nama bergumam dalam tidurnya— meski tak kunjung terbangun.
Julian tak ingin merepotkan dirinya lebih lama, pria itu beralih untuk berjalan ke arah pantry dan duduk di sana, hendak menyentuh sarapannya.
"Julian..." gumam sebuah suara yang tak lain lagi merupakan suara Lungayu.
Kali ini Julian memutuskan untuk mengabaikan Lungayu dan justru menyantap sarapannya, meski telah mengetahui bahwa Lungayu sudah bangun. Pria itu memang ingin bicara, tapi Julian tahu bahwa pagi hari seperti ini bukan waktu yang tepat untuk berkompromi dengan ego Lungayu.
"Julian," panggil Lungayu yang kini beranjak dari tidurnya. Membuat wanita itu seketika meringis karena kepalanya yang begitu pening akibat alkohol yang terlalu banyak diminumnya semalam.
Meski begitu, Lungayu tetap melanjutkan langkahnya, hendak menggapai Julian yang duduk di pantry.
"Lo makan apa?" tanya Lungayu basa-basi dengan wajahnya yang memelas, ditambah mukanya yang sudah pucat seperti tak makan berhari-hari.
"Enak banget sih lo bisa masak kayak gitu, kenapa lo gak bikinin juga buat gue?" tanya Lungayu lagi yang kali ini pandangannya hanya terfokus pada toast daging yang dibuat oleh Julian.
"Biasanya kamu gak sarapan," jawab Julian tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Ya tapi kan gue laper," balas Lungayu yang kini berjalan perlahan untuk duduk di samping Julian sambil menahan pening yang menghantam seisi penjuru kepalanya.
"Julian," panggil Lungayu lagi, setelah berhasil duduk di samping pria itu.
"Gue harus gimana ya?" Tanya Lungayu yang lebih terdengar seperti orang mabuk. Julian yang mendengar itu masih bersikap tak acuh.
"Menurut lo gue harus giman—" belum usai menyelesaikan kalimatnya, Lungayu ambruk ke lantai dan terkapar di sana. Namun, Lungayu masih sadarkan diri, ia hanya bisa meringis kecil sambil menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya terlalu pening pagi itu.
Hal tersebut lantas membuat Julian lekas beranjak dan hendak mengangkat Lungayu. Namun, wanita itu memukul lengan Julian yang hendak menyentuhnya. "Gue pusing banget, ambilin obat dong," perintah wanita itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
All That Matters
RomanceKisah tentang dua manusia ambisius kelewat idealis yang dipersatukan dalam garis takdir bernama 'pernikahan'. Tanpa rasa, tanpa cinta, dan penuh kepentingan. Lungayu Kartika Prawiro (23) harus menelan pahit narasi perjodohan yang dilayangkan orang...