14. Manja.

222 16 15
                                    

Seusai shalat Isya berjama'ah di Kamar. Ya, mereka kedua kalinya Shalat berjama'ah, pertama, waktu Ayra baru mengetahui perihal pernikahan rahasia, dan ini yang kedua kalinya.

Padahal biasanya Gus Zayyan sering mengimami para santri-santri, namun saran sang Ummi nya untuk lebih sering-sering mengimami sang Istri di Rumah.

"Ay, disini dulu." Titah Gus Zay pada sang istri yang akan berdiri hendak membereskan peralatan Shalatnya.

Ayra mengerutkan dahinya. "Kenapa?" Namun Ayra tetap menurutinya dan duduk bersila lagi diatas sajadah.

Gus Zay tak menjawab, ia membaringkan tubuhnya dan kepalanya ia letakan dipangkuan sang Istri.

Ayra yang tak siap menerima perlakuan itu cukup terkejut. "Eh?"

"Capek." Ujar Gus Zay memejamkan matanya, Ayra yang melihat itu cukup memelas, sepertinya Gus nya ini sangat kelelahan.

Bagaimana tidak? Seharian mengurus rapat mengenai lomba MAPSI yang akan diadakan 2 bulan lagi, ditambah mengajar dipagi hari, serta kelas Diniyah sore.

"Elusin."

"Hah?" Beo Ayra bingung.

"Ah, kamu tidak peka."

"Kaza nya aja kurang jelas ngomongnya! Ngomong itu jangan satu kata-satu kata. Ngomong kok cuma satu kata, Ayra gak paham lah! Wanita se banyak omong ini bersanding dengan Gus kutub!" Omel Ayra menatap Gus Zay dari atas, Ayra memutar bola malas.

Gus Zay menatap Ayra dari bawah terkekeh, ia merasa gemas ketika Ayra berceloteh seperti itu, rasanya ingin mengurungnya sekarang juga.

Tanpa persetujuan dari Ayra, Gus Zay mengambil tangan kanan Ayra, lalu ia letakan diatas kepala dirinya. "Giniloh, cinta.."

"Cepet elusin." Rengek Gus Zay dengan suara lirihnya.

Ayra menurut, walaupun jantungnya berdisko tak karuan. Baru kali ini Gus Zay bermanja kepadanya. Sepertinya adegan ini akan menjadi kebiasaan suaminya setelah shalat, berbaring dipangkuannya serta mengelus rambut hitam lebat suaminya.

Gus Zay memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang Istri. Ayra yang melihat pemandangan itu hatinya berdesir hangat.

"Kaza, keliatannya capek banget ya?" Ayra memijit pelan kepala sang Suami.

"Hm." Gus Zay hanya menjawab dengan gumaman, masih dengan mata terpejam.

Keadaan keduanya cukup hening, hanya ada suara jarum jam. Membuat Ayra memecahkan keheningan. "Kaza, mau tanya boleh?" Ayra bertanya dengan berhati-hati.

"Silahkan."

"Kaza ada deket dengan salah satu Ustadzah sini?" Ayra menatap hati-hati Gus Zay. Jelas! Kejadian waktu Gus Zay pernah mengobrol bersama salah satu Ustadzah, lumayan dekat kelihatanya.

Gus Zay yang tadinya memejamkan matanya, kini membukanya, menatap sang Istri.

"Tidak ada, saya dari tadi disini. Buktinya saya sedang berada didekat kamu sekarang."

Ayra mencubit pelan lengan sang suami. "Ish! Serius, Kaza!" Sedangkan Gus Zay terkekeh. "Loh, tapi memang benar kan?" Ujar Gus Zay.

"Iya sih, tapi..ah, gak jadi lah!!" Ayra mengerucutkan bibirnya, ia bersedekap dada, membuang wajahnya kearah lain.

Gus Zay bangun dari berbaringnya, berbalik badan menghadap sang Istri. Ia terkekeh. "Bibirnya gak usah digituin, nanti saya khilaf."

Dengan gerakan cepat Ayra menutup bibirnya dengan satu tangan kanannya, membekapnya, menatap Gus Zay tajam.

ZAYYANAYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang