16. Mengutarakan Cinta.

173 12 0
                                    

Setelah mendapat tawaran hukuman, dengan berbagai alasan untuk menolak, akhirnya seorang gadis tersebut menurutinya.

"Kenapa kaya gitu?"

Pertanyaan tersebut muncul dari seorang laki-laki yang sedang duduk dengan tangan yang disedekapkan didada, menatap gadis didepannya dengan tatapan mengidemintasi.

"Kamu tau kan dosa mencuri?"

"Kenapa mencuri?"

"Gak izin ke yang punya lagi,"

Yang ditatap seperti itu pun menundukan kepalanya gelisah, padahal diawal-awal gadis ini masih pecicilan, tetapi sekarang lihatlah, jika laki-lakinya sudah menunjukan sikap seperti ini, sejujurnya gadis ini sedikit takut.

"Kalo ada orang yang berbicara, itu matanya ditatap, emangnya saya lagi dibawah?"

Sontak gadis itu langsung mengangkat pandangannya, mata hazel nya bertatapan dengan mata hitam pekat, muka datar tidak ada ekspresi.

Belum sampai 5 detik, gadis itu menundukan kepalanya lagi. Gus Zay, yang menyadari gadis didepannya ini seperti menunjukan sikap gelisah, ia langsung mengubah tatapannya, yang semula datar, menjadi lembut.

Gus Zay menghela napas panjang. "Aysa...,"

Ayra mengangkat kepalanya, memberanikan diri untuk menatap suaminya. "I-iya?"

Cukup lama mereka bertatapan, Gus Zay membuka suara. "Kenapa?"

"Apanya?"

"Pura-pura gak tahu, atau gimana hm?"

Ayra menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Iya, Ayra lagi pengen banget mangga, kaya menggiurkan gitu, jadi Ayra ambil deh, kan punya suami sendiri, gak apa-apa kan?"

Senyuman tipis dibibir laki-laki itu, sembari menggelengkan kepala heran. "Ay, sini deh.."

Ayra menurut, berdiri dari duduknya, lalu mendekat kearah kursi besar yang diduduki suaminya.

"Kenapa disitu? Sini," Gus Zay menepuk paha sebelah kirinya.

"Ih gak ah," Ayra menggelengkan kepala berkali-kali.

"Yasudah, saya ngambek."

"Lah? Kaya anak kecil bae,"

"Iya, makanya sini,"

Ayra masih berdiri ditempat, enggan untuk bergerak sedikitpun. "Mau jadi patung?" celutuk Gus Zay.

Sontak Ayra menggerakan tangannya keatas, kesamping, kebawah, serta menghentak-hentakan kakinya. "Gak kok, ini buktinya gerak, nih, nih,"

Gus Zay terkekeh. "Oh, ceritanya mau dikasih hukuman?"

"Loh, loh, loh? Yo ndak iso lah,"

"Iya, makanya sini Cah Ayu, cintaku, manisku, sayangku, bidadariku, gadisku, ratu--"

"Stop! Gak usah gombal, nanti lama-lama terbang keatas, kaya burung." Ayra mengalihkan pandangannya kesamping.

Gus Zay terkekeh kecil. "Emang bisa terbang?"

"Bisa, pake sayap-sayapan, terus pake tongkat, biar kaya peri, eh gak deng, kaya bidadari dari kahyangan." ucap Ayra asal.

"Gak bidadari dari selokan aja?"

"Heh! Enak aja, berarti gus nya pangeran dari selokan juga dong? Kan suami-isteri?"

"Oh jadi udah ngakuin saya suami kamu nih?"

Ayra berdecak kesal. "Y-ya kan emang iya! Ah gatau ih," membalikan badannya hendak keluar ruangan, namun saat akan membuka kenop pintu, tidak bisa dibuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZAYYANAYRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang