"Hati-hati anak-anak, jangan sampai kalian jatuh!"
"Kami akan berhati-hati!"
Melihat anak-anak yang lebih besar berlari ke arah dermaga bersama pengasuh mereka. Gadis kecil yang kini duduk di samping Soojae bergerak-gerak gelisah karena ingin segera bergabung dengan yang lain.
"Boleh aku naik perahu, Nyonya Sung?"
"Nanti, Sayang. Tunggu sampai nyonya Mitwa datang."
Caelin yang baru berumur 6 tahun tersenyum penuh semangat.
"Baiklah! Apakah setelah itu aku boleh main?"
"Tentu saja. Asalkan kau berhati-hati saat di dekat danau."
"Hari ini Jihun juga akan bertemu ibu baru kan?"
"Betul sekali. Jihun sudah sangat tidak sabar, bukan begitu jagoan?"
Mendengar namanya disebut, Jihun kecil yang baru berumur 4 tahun mengangkat pandangan dari buku bergambar di pangkuannya. Senyum anak laki-laki itu melebar melihat ibu pengasuh dan kakak sepanti mengamatinya.
"Aku melihat gajah, aku ingin punya satu di rumah," katanya polos, menunjuk buku berwarna itu. Soojae menepuk-nepuk punggung kecil Jihun dan tertawa.
"Kurasa ayah dan ibu baru tidak akan mengizinkan Jihun mengurus seekor gajah."
"Kenapa?"
Caelin melompat dari kursi. Kaki-kakinya yang dibungkus selop mendarat halus di atas rumput taman yang hijau. Sambil berkacak pinggang, Caelin membuat gaun merah muda yang dipakainya berkilau terkena sinar matahari sore.
"Jihun, gajah itu besar! Kau tidak bisa memasukkannya ke dalam rumah."
"Bisa!"
"Tidak bisa, adik Jihun. Tanyakan saja pada Nyonya Sung. Iya kan?"
"Gajah tidak bisa masuk ke rumah, Ibu?"
Hanya Jihun yang memanggilnya dengan sebutan demikian. Empat tahun lalu. Anak itu ditemukan terbungkus selimut di sebuah kawasan kumuh bersama ibunya yang masih berumur 14 tahun— sudah meninggal sehari sebelumnya karena melahirkan sendirian, Jihun masih merah saat dirawat bersama anak-anak yang lain. Soojae mengenal Jihun dan menyayanginya sebaik ibu kandung. Anak laki-laki yang pintar sekali, tetapi tidak memiliki nasib seberuntung dirinya.
"Ibu melamun?"
"Eh ...."
Menyadari kedua anak itu membutuhkan jawaban, Soojae yang tanpa sadar tengah tenggelam dengan pikirnya sendiri, segera berkedip dan tersenyum.
"Apa kata Jihun tadi?"
"Tadi aku tanya. Apa gajah tidak bisa masuk rumah?"
"Tidak, Sayang. Gajah hidup di alam bebas, mereka punya tubuh yang besar sekali. Jadi butuh tempat tinggal yang sama besarnya."
"Jadi aku tidak bisa memelihara gajah di rumah?"
"Tidak, tapi Jiihun mungkin saja boleh memelihara anak anjing. Kalau mau, kita bisa meminta izin pada nyonya Park nanti."
"Anak anjing? Aku suka semua hewan. Aku suka anak anjing," katanya, lalu asik dengan buku gambar warna-warni lagi.
Sebulan sekali, anak-anak panti punya acara piknik. Biasanya, keluarga-keluarga terpandang yang tergabung dalam organisasi amal akan secara bergantian mengundang anak-anak panti beserta calon orang tua yang berniat mengadopsi anak—untuk datang ke rumah.
Cara itu sudah lama digunakan untuk mendekatkan kedua belah pihak. Dari sana para orang tua akan menilai sendiri anak seperti apa yang mereka inginkan. Anak-anak yang lebih aktif atau lebih tenang. Biasanya anak-anak aktif dan ceria akan bermain, sementara anak-anak yang lebih tenang lebih memilih membaca buku sambil makan kudapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅɪʀᴛʏ ɪɴᴠɪᴛᴀᴛɪᴏɴ [21+]
Fanfic[ᴅᴇᴡᴀsᴀ] ʜᴀɴ sᴏᴏᴊᴀᴇ ʙᴇsᴀʀ ᴅᴀɴ ᴛᴜᴍʙᴜʜ ᴅɪ ᴅᴀʟᴀᴍ ᴘᴇʀᴀᴛᴜʀᴀɴ ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀ ʏᴀɴɢ ᴋᴏʟᴏᴛ. ʜɪᴅᴜᴘɴʏᴀ ᴛᴇʟᴀʜ ᴅɪᴛᴀᴛᴀ sᴇᴅᴇᴍɪᴋɪᴀɴ ʀᴜᴘᴀ, ʙᴇɢɪᴛᴜ sᴇᴍᴘᴜʀɴᴀ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴄɪᴛʀᴀ sᴇʙᴀɢᴀɪ ᴘᴜᴛʀɪ ᴅᴀʀɪ ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀ ᴋᴀʏᴀ ʀᴀʏᴀ. sᴀʏᴀɴɢ, ᴘᴇʀɴɪᴋᴀʜᴀɴɴʏᴀ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴅᴀɴɪᴇʟ sᴜɴɢ ʙᴇʀᴀᴅᴀ ᴅᴀʟᴀᴍ ᴋᴇʜᴀɴᴄᴜʀᴀ...