Chap.6

3 2 0
                                    

Saat tiba di makam, Arel turun dari mobil dengan hati yang penuh rasa syukur dan rindu. Ia berjalan perlahan, mendekati pusara neneknya, dan meletakkan bunga matahari di atasnya. Sejenak ia terdiam, mengenang dan berdoa, merasakan kedamaian yang tak terlukiskan.

Hari itu, Arel bukan hanya pulang ke rumah, tapi juga pulang ke kenangan terindah dalam hidupnya.

.......

Ia merasakan angin sepoi-sepoi yang seakan menyambut kedatangannya. Dengan hati yang penuh rasa rindu, ia berjongkok dan mulai berbicara dengan lembut.

"Nenek, ini Arel. Sudah lama ya kita nggak ketemu," ucapnya dengan suara sedikit bergetar.

"Arel bawa bunga matahari, bunga favorit nenek. Dulu, kita sering jalan-jalan di kebun bunga matahari itu, ingat nggak? Sekarang, tiap kali lihat bunga matahari, Arel selalu ingat nenek," lanjutnya sambil tersenyum kecil.

"Nek, hari ini Arel habis dari pernikahan Ayah. Rasanya campur aduk, bahagia tapi juga ada sedihnya. Tapi, Arel tahu, nenek pasti ingin Arel tetap kuat dan bahagia. Nenek selalu bilang, hidup harus dijalani dengan penuh semangat, kan?"

"Kejadian dulu itu, maaf.. Arel susah buat ngelupainnya, tapi rasa sayang Arel ke nenek nggak bakal pernah luntur sedetik pun."

Arel berhenti sejenak, menatap bunga matahari yang ia bawa.

"Nenek, terima kasih untuk semua kenangan indah, untuk semua kasih sayang dan pelajaran hidup yang nenek berikan. Arel kangen nenek. Kangen suara nenek, kangen pelukan nenek—"

"Apalagi pelukan terakhir nenek."

Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Nenek, doakan Arel ya, supaya bisa terus jadi orang yang nenek banggakan. Arel akan selalu ingat pesan-pesan nenek dan terus berusaha jadi orang yang baik."

Angin bertiup lembut, seakan membawa bisikan hangat dari masa lalu. Arel merasa sedikit lega setelah berbicara, seolah beban di hatinya sedikit terangkat.

"Arel jadi keinget lagu, yang bikin Arel inget sama nenek."

Arel teringat pada lagu yang selalu mengingatkannya pada neneknya. Tanpa pikir panjang, ia mengeluarkan handphonenya dan mencari lagu "Gala Bunga Matahari".

Setelah menemukannya, ia tersenyum simpul sambil menatap langit senja.

"Arel nyanyiin ya, Nek?" gumamnya pelan sambil tersenyum lembut, membiarkan melodi lagu membawa kenangan manis bersama neneknya kembali ke dalam ingatannya.

Arel mulai menyanyikan lagu itu dengan penuh ketulusan, mengharapkan kehadiran yang tak mungkin dari neneknya. Suaranya mengalun lembut, menciptakan suasana yang penuh emosi di sekitarnya.

Sal Priadi-Gala Bunga Matahari.

"Mungkinkah?
Mungkinkah?
Mungkinkah
Kau mampir hari ini?
Bila tidak mirip kau jadilah bunga matahari

Yang tiba-tiba mekar di taman
Meski bicara dengan bahasa tumbuhan
Ceritakan padaku
Bagaimana tempat tinggalmu yang baru?"

Dia melanjutkan dengan sorot mata yang sendu namun penuh dengan kehangatan kenangan, melanjutkan bait demi bait dengan perasaan yang mendalam.

"Adakah sungai-sungai itu benar-benar
Dilintasi dengan air susu?
Juga badanmu tak sakit-sakit lagi?
Kau dan orang-orang di sana muda lagi?
Semua pertanyaan
Temukan jawaban
Hati yang gembira, sering kau tertawa
Benarkah orang bilang ia memang suka bercanda?

ARELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang