15. Luka Terpendam

48 6 4
                                    


"Padahal saya buru-buru ke sini biar bisa ikut pelajaran Miss, lho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Padahal saya buru-buru ke sini biar bisa ikut pelajaran Miss, lho."

~❤️❤️❤️❤️❤️~




Gino Arkana, namanya. Anak laki-laki tujuh belas tahun yang kini sudah duduk di bangku kelas dua belas, beberapa bulan lagi dirinya bisa lulus dari Sekolah Menengah Atas. Dia anak tunggal kaya raya yang diselimuti kebahagiaan penuh dari kedua orangtuanya, setidaknya sebelum umurnya menginjak sepuluh tahun. Gino tidak menyangka dirinya yang masih sangat belia harus menyaksikan pertengkaran hebat orangtuanya. Kedua pasangan yang sebelumnya selalu saling menyayangi, tiba-tiba berubah menjadi benci satu sama lain. Setelah Gino beranjak remaja dia baru tahu kenyataan itu, bahwa ayahnya ternyata selingkuh dan sudah memiliki anak dengan wanita lain. Ibunya Gino marah besar, hari itu juga menggugat cerai suaminya. Jadilah kini Gino yang dibentuk oleh kehancuran keluarganya sendiri, Gino yang hidup hanya dengan Bi Irah saja di rumah sebesar itu.

Setiap hari Gino meminta teman-teman Awis Boys untuk datang ke rumahnya yang sengaja dia jadikan markas. Dia senang jika teman-temannya hadir, rumahnya jadi nampak hidup. Berbeda dengan kedua orangtuanya, mereka hampir tidak pernah datang walau hanya sekedar menanyakan kabar Gino. Anak itu selalu merasa dirinya dibuang oleh ayah maupun ibunya.

Pikiran Gino selalu melayang jauh ke kejadian dulu jika dia sedang mematut diri di cermin. Sambil memandangi wajahnya, Gino teringat perkataan ayah dan ibunya. Setiap dirinya meminta tinggal dengan salah satu dari mereka, jawabannya selalu sama.

"Gino ikut saja sama kamu, aku tidak bisa membawanya. Kalau aku melihatnya, aku selalu teringat wajahmu, Mas. Aku akan selalu dihantui rasa kesal!"

"Aku juga tidak bisa membawa Gino. Dia juga mengingatkan aku padamu, nanti istriku marah. Lebih baik ikut kamu, toh kamu juga masih belum berkeluarga, kan?"

"Enak saja kamu, Mas!"

Gino yang saat itu masih kelas lima SD hanya mampu menangis di pelukan Bi Irah. Dia merasa sangat kesal karena harus terlahir dari dua orang yang tidak bisa menghargai buah hati mereka sendiri. Maka hari itu juga, Gino membuat persetujuan bahwa dirinya akan tinggal sendirian bersama Bi Irah asalkan semua kebutuhannya terpenuhi.

"Cukup!" teriak Gino kecil marah. "Cukup, Ma, Pa. Gino udah ngerti kok, Gino tahu kalian tidak ingin Gino ikut kalian. Nggak apa-apa, Gino terima. Gino akan hidup sendirian saja, toh ada Bi Irah. Bi Irah yang sejak Gino lahir tidak pernah meninggalkan Gino. Gino terima itu asalkan kalian selalu memberi Gino kebutuhan hidup yang besar, tanpa terkecuali, Mama dan Papa. Kalian harus memberikan uang yang banyak setiap bulannya untuk Gino, setidaknya kalian akan ingat Gino ada di tengah-tengah kalian walaupun harus lewat uang!"

Ingatan itu mampu menyulut emosi Gino. Dia harus segera menyudahi acara nostalgianya di depan cermin, atau dirinya akan tersulut emosi yang lama terpendam. Segera dia membalikkan badan dan menyambar tas sekolahnya.

PLP dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang