Suara tertawa mereka begitu keras hingga satu rumah bisa mendengarnya dengan jelas. Semuanya berharap kebahagiaan ini akan terus berlanjut selamanya karena keluarga ini adalah satu-satunya tempat untuk mereka hidup, tempat kasih sayang mereka.
"Gua harap ini bakal bertahan lama" ucap Rion sambil menunduk.
"Kita doain yang terbaik" tanggap Sui. Lalu mereka bertiga hanya tersenyum sambil melihat interaksi anak-anak mereka.
_____________________________________________
Echi tertawa keras, Jaki terus menempel pada Krow, Garin yang bernyanyi dengan aksennya yang khas itu. Ruang tengah kini dipenuhi oleh kebahagiaan, senyum semua orang terpancar layaknya mereka tidak punya beban hidup. Itsmo langsung berjalan mendekat dan ikut bermain sementara Sui pergi untuk on duty. Rion ikut duduk sambil mengawasi anaknya itu, ia takut para anaknya terluka. Sebenarnya luka kecil tak akan jadi masalah namun, anaknya itu terlalu spesial hingga jika mereka bertengkar dapat dipastikan salah satu dari mereka akan mengalami luka yang cukup serius.
Suara sepatu mulai terdengar dari arah tangga, Gin dan Caine turun setelah bermain kejar-kejaran diatas. Semua yang ada di ruang tengah langsung menoleh dan berlari ke arah Caine menyerangnya dengan pelukan apalagi Krow, dan Echi yang berlari paling kencang.
"Mami!" Krow datang terlebih dahulu dan langsung memeluk Caine.
Echi tidak mau kalah, ia ikut memeluk maminya diikuti oleh seluruh anak perempuan kecuali Mia. Mia menuju Rion dan duduk di sebelahnya. Mia menyenderkan kepalanya dibahu Rion yang cukup lebar. Mengetahui itu Rion langsung mengelus surai putih anaknya dengan lembut, ia sedikit heran karena kepala anak bungsunya itu terasa hangat. Ia memandang wajah Mia yang kini sedikit memerah dan saat ia memegang dahi Mia dugaannya benar, sepertinya Mia demam.
Caine turun dengan anaknya yang terus bergelantungan dibadannya itu sungguh melelahkan, tapi ia tidak mempermasalahkan hal itu dia langsung duduk di bawah dan memandang wajah Mia, ia mengecek suhu tubuhnya lalu terkejut. Mia hanya memandang wajah Caine dengan mata berkaca-kaca. Caine memeluknya dan terus menggumamkan kata-kata penenang.
Mako langsung mendekat dan melihat adik kesayangannya itu dan matanya mulai terbelalak. Ia membawa adiknya itu menuju kamarnya sementara Key mengambil air hangat dan kompres. Semuanya menuju kamar Mia dan berusaha ikut merawatnya sebaik mungkin. Saat makan malam semua berkumpul dan makan bersama, setelah selesai semuanya mulai berpencar dan melakukan aktifitas masaing-masing.
Caine naik ke atas sambil membawa bubur dan obat untuk Mia. Setibanya ia membangunkan Mia dan mulai menyuapinya, memberi obat lalu membacakan dongeng untuknya. Hari ini Souta tidur di kamar Caine karena Mia sakit, agar ia tidak tertular. Ditengah-tengah dongeng Mia tiba-tiba menangis.
"Eh? kenapa?" tanya Caine sambil mengelus surai Mia agar ia tenang.
Hanya gelengan yang menjadi jawaban. Mia tetap menangis dipelukan Caine, sementara Caine masih kebingungan dengan tangisan Mia. Setelah tangisannya sedikit mereda Mia menatap Caine dengan lekat, ia kembali terisak.
"Mia takut jangan pukul Mia lagi, kenapa Ayah tidak pernah memandang Mia seperti anaknya? Mia seburuk itu ya?" Mia berucap sambil sesegukan dan memandang Caine dengan penasaran.
"No, ga akan ada yang pukul Mia lagi. Orang itu udah ga ada jadi Mia sekarang tenang ya? Sekarang Mia punya Papi sama kakak-kakak yang lain jadi tenang aja, Mia itu ga buruk kok, Kamu cantik, pintar, dan masih banyak lagi bahkan Mami gak bisa ngejelasin satu-satu sangking banyaknya. Mia sama Kak Mako udah lepas dari jeratan orang itu sekarang Mia aman." Caine memeluk Mia sambil tersenyum sementara Mia masih terisak di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Center
FanfictionMereka terlihat seperti keluarga bahagia yang saling melengkapi tapi siapa sangka mereka adalah mafia, sosok yang dianggap keji oleh banyak orang. Pembuatan senjata, penjualan narkoba, dan perampokan sudah sering mereka lakukan. Setelah lama mereka...