3

765 85 6
                                    

Setelah menuju kamarnya Caine tidak tidur ia menuju balkon kamarnya dan mulai menyalakan rokok miliknya. Ia juga melepas kacamatanya, menambah kesan cantik pada dirinya karena bulu matanya yang letik. Ia menghisap rokok itu sambil bersandar pada dinding. Matanya mulai terpejam menikmati semilir angin malam dan aroma nikotin yang kini menjadi candu baginya, ia mulai mengalami sesak nafas tapi ia hanya membuang rokoknya dan tetap duduk di sofa yang ada di sana. Perlahan ia menutup mata dan tertidur diluar sana mengabaikan dingin yang menusuk tulangnya.

___________________________________________

Caine sudah tidak peduli dengan apapun kali ini, ia hanya ingin beristirahat dengan tenang. Gelap mulai menyelimuti kota, hawa dingin mulai menerjang, menusuk tulangnya hingga keakar. Seperti sebuah cekikan, itulah yang ia rasakan. Kesunyian pun ikut berkumpul malam ini, suara nyanyian ranting dan daun tetap terdengar namun hanya sebatas lewat sekilas.

Pria bersurai merah itu menutup matanya di tengah perkumpulan teman malam itu, pada balkon kamarnya tiada satupun yang menghiraukan dirinya. Semuanya tetap melakukan tugas masing-masing entah itu untuk bersinar terang atau berhembus memutari lingkungan sekitar. Satu hal yang pria itu rasakan, nafasnya tercekat bagaikan ada yang mencekik dirinya. Rasanya sangat sakit, nafasnya tidak normal keringat mulai menyusuri wajahnya yang rupawan itu.

"Ugh, sialan" gerutu Caine di dalam hatinya.

Ia tetap memejamkan matanya, memaksa dirinya untuk pergi ke dalam alam mimpi. Semua itu berjalan dengan penuh rintangan, ia butuh waktu lebih dari 2 jam untuk sepenuhnya tidur nyenyak.

Matahari mulai tersenyum, menampakkan dirinya dengan malu-malu. Burung-burung juga mulai bernyanyi mengikuti irama dari sang angin. Daun-daun mulai berterbangan karena angin yang cukup kencang. Caine yang masih ada di balkon dihinggapi oleh sebuah burung. Burung itu hinggap cukup lama dikepala dan paha Caine. Tidak cukup 2 atau 3 kini ada sekitar 5 burung, 4 dipaha ,dan 1 kepalanya.

Saatnya kita menuju sang kepala keluarga yang selalu sibuk itu. Pagi ini bangun paling awal, kemarin malam ia tidur dengan amat nyenyak karena pekerjaan yang mulai berkurang. Ia menuju balkon dan meregangkan otot-ototnya, kini Rion hanya menggunakan celana panjang hitam dengan kaos tanpa lengan berwarna hitam.

Ia menoleh kesana-kemari seperti mencari sesuatu. Akhirnya ia menemukannya, sebungkus rokok. Ia mulai mengambil pematik dan mendekatkannya pada batang rokoknya, bibirnya terbuka dan mulai menyesap rasa pahit dari rokoknya itu. Pagi ini begitu segar, tidak panas dan juga dingin suasana yang cocok untuk bersantai ataupun untuk bermain bersama keluarga. Sebuah ide mulai muncul diotaknya, ia duduk pada sofa yang ada dan mulai mendongak.

"Hari gini enaknya liburan, tapi anak-anak pada mau turun jalan. Kalau boleh jujur udah males sih turun jalan, capek tapi kuat ga kuat harus dikuatin" gumam Rion sambil menyesap rokoknya.

Setelah ia diam di balkon kamarnya cukup lama ia kembali masuk dan kembali mencari sesuatu. Ia melihat meja kecil di dekat kasurnya biasanya jam segini kopi sudah disajikan untuknya tapi pagi ini tidak. Ia akhirnya memilih untuk turun kebawah dengan lunglai untuk membuat kopinya sendiri.

"Bapak!" sapa Key dari arah dapur sambil mengaduk masakan.

"Hm, tumben kamu sama Elya, Selia yang masak, Caine mana?" Rion mendekat dan mulai memasak air untuk kopinya nanti.

"Nah, kita mau tanya Papi tadi" Selia menyicipi masakan dan mulai menata meja makan dengan Elya.

Tidak lama yang mereka cari-cari datang dengan baju turtleneck berwarna putih dan celana panjang cream, itu membuat kesan anggun pada dirinya. Caine turun bersama dengan anak-anak yang lain, mereka sudah mencuci muka walaupun itupun karena paksaan Caine, kini banyak dari mereka yang bergelantungan pada Caine. Krow yang memeluk tangan Caine sementara Echi menyenderkan dagunya pada bahu Caine, Mia yang ikut memeluk Caine dari samping. Akhirnya mereka turun dengan selamat, untungnya. Seperti biasa sarapan akan sangat sunyi, hingga daging terakhir tersisa kini Garin dan Jaki saling berpandang-pandangan dengan tatapan tajam. Garin menusuk daging itu dan Jaki mengikutinya.

The Center Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang