"Larilah kepada seseorang yang kau anggap rumah kedua. Ceritakan semua hal padanya seperti kau melakukannya padaku" bisiknya dengan amat pelan agar tidak menggangu sang anak.
_________________________________________"Mami?" panggil gadis berambut merah dengan ragu.
"Kenapa Elya?" jawabnya.
"Gin sama Key lagi tengkar, Mia sama Echi udah dibawa jalan-jalan sama anak-anak cowok. Dirumah tinggal Papi, Mami, aku, Garin sama mereka berdua," jelas sang surai merah.
"Loh kenapa?" Caine bertanya dan dijawab dengan gelengan tanda tidak tau.
Ia biarkan Elya yang merebahkan dirinya di samping Garin, dari tadi barang-barang memang terdengar terbanting, tapi ia menghiraukannya. Ia pikir itu hanya sebatas candaan belaka. Ia peluk Elya dan Garin sebelum ia pergi, takut meninggalkan mereka berdua sendiri. Ia menghela nafas kasar, pasti pertengkaran ini menghabiskan banyak barangnya karena kedua sulung itu tak pernah bertengkar tanpa memecahkan barang.
Benar saja tidak lama setelah ia berperasangka seperti itu pecahan kaca mulai terdengar. Teriakan yang beradu dengan suara bariton nyaring itu begitu keras hingga tidak ada siapapun yang berani menengahi pertengkaran ini. Dalam beberapa artikel apabila anak sulung sedang beradu argumen maka tidak akan ada satupun yang mengalah sebelum salah satunya tumbang.
Kepala sang ibu berputar, memikirkan cara agar sang keduanya tenang. Ia turun melihat Gin dan Key yang sedang bersilat lidah. Tidak ada pihak yang mau mengalah dan membicarakan semuanya dengan baik-baik. Berdirilah ia di tengah keduanya ketika keduanya hendak melayangkan bogeman, tentu kita tau siapa korbannya.
Caine yang notabenya belum sepenuhnya sembuh dari pusingnya harus menahan diri agar tidak terjatuh di hadapan keduanya, karena ia yakin setelah ia jatuh pasti perdebatan keduanya semakin memanas.
Hening.
Keduanya seketika mematung melihat darah segar mengalir dari pelipis sosok yang mereka anggap 'ibu', Caine rangkul keduanya dengan erat sambil tertawa lepas. Keduanya diam tak dapat melanjutkan pertengkaran keduanya. Walaupun begitu, amarah pada hati keduanya masih belum sirna. Alis Key berkerut mendengar tawa sang manis harta keluarga.
Gin terdiam, badannya menjadi amat kaku saat ini. Semuanya terjadi begitu cepat hingga ia tidak tau apa yang sudah ia alami. Jatuhlah setitik air pada pipinya, membasahi wajahnya setelah sekian lama ia pendam seorang diri. Sang surai biru juga melakukan hal yang sama, keduanya melepaskan semuanya dalam pelukan hangat Caine. Tangisan mereka entah mengapa tidak mengeluarkan suara isakan apapun hanya sebatas mengeluarkan air mata saja, tidak lebih. Ia eratkan pelukannya dan mengelus surai coklat dan biru, surai lembut yang ia sukai, surai dari sosok paling kuat serta penompang dari adik-adiknya.
"Tidak ada siapapun disini, semuanya lagi jalan-jalan. Gapapa nangis aja jangan ditahan, disini cuman ada aku dan kalian," ucap Caine sendu.
"Mi, kita ga kuat. Kita ga kuat buat jadi anak pertama, ini terlalu berat," adu Gin pada sosok bersurai merah.
Ia bawa keduanya menuju sofa dan ia biarkan keduanya bersandar padanya. Bersenandung kecil sambil menepuk punggung keduanya secara perlahan.
"Maaf ya, Mami kasih tanggung jawab sebesar itu ke kalian. Tapi itu keputusan yang paling benar menurut Mami. Kalian itu anak yang kuat, kalian itu sosok kakak yang bikin adik kalian bangga sama kalian. Lelah itu normal, tapi jangan lupa untuk bangkit dari masa lelah," nasihatnya.
Tidak ada jawaban.
Keduanya terdiam. Bagaimanapun mereka memang ditakdirkan untuk menjadi yang tertua dalam silsilah keluarga. Entah apa yang mereka pikirkan tadi hingga kelewatan dalam berdebat. Seharusnya selelah apapun solusinya adalah beristirahat, bukannya marah-marah. Dengan marah perasaanmu bukannya dimengerti, malah akan semakin dibenci dan hatimu semakin sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Center
FanfictionMereka terlihat seperti keluarga bahagia yang saling melengkapi tapi siapa sangka mereka adalah mafia, sosok yang dianggap keji oleh banyak orang. Pembuatan senjata, penjualan narkoba, dan perampokan sudah sering mereka lakukan. Setelah lama mereka...