Bab 6

150 28 2
                                    

Lupakan, lupakan kisah indah di Italia. Mereka sudah kembali berpijak pada kenyataan. Mereka pulang ke Indonesia lalu kembali ke habitat. Abi dengan pekerjaan dan urusan kantor sedang Rissa dengan sisa pekerjaan Kalina sebab wanita itu belum juga kembali.
“Bunganya cantik sekali. Mawar merah yang sangat besar. Sepertinya ada seseorang yang terobsesi denganmu.”
Petra, sahabatnya dan Kalina datang. Wanita ini langsung tahu yang mana Kalina dan yang mana Risa sekali lihat. Petra melongok buket lalu mengambil kertas yang ada didalamnya.

“Abimanyu? Dia tunangan Lina. Kamu masih memainkan peran?”

“Apa yang bisa ku kerjakan kalau Kalina tidak muncul. Aku hanya sementara melakukan ini.”

“Mau bertaruh?  Kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan Abi untuk tahu yang mana Kamu dan Kalina?”
Rissa menggeleng. “Mungkin selamanya karena aku tidak mau mengaku. Kalina pastinya juga akan melakukan hal yang sama.”

“Apa setelah kalian menghabiskan waktu untuk berlibur tidak ada benih-benih cinta? Atau perasaan tambahan? Mengaku saja padaku. Aku bisa menjaga rahasia.”

Rissa mengangkat bahu. “entahlah. Memiliki Abi terasa tidak mungkin. Dia tertarik dengan Kalina.”

“Itu hanya prediksimu. Aku pernah melihat Abi dan Kalina beberapa kali. Tidak ada interaksi mesra. Mereka selayaknya teman biasa. Kalina lebih banyak mendekat dan Abi seperti seorang pria terhormat yang memiliki sopan santun tinggi setahuku Kalina tidak pernah diberi Abi hadiah,”ujarnya sembari mengelus kelopak mawar.

“Kapan Kalingga akan memberiku bunga? Satu batang saja akan membuatku mati kegirangan.”

“Kapan kamu berhenti mengejar kakakku?”

“Aku menyukainya sejak kita pertama kali bertemu. Sejak sekolah dasar dan perasaanku selama itu harus di pupuskan?” tanya Petra dengan mata disipitkan satu. “Perjuanganku tinggal sedikit lagi dan aku tidak mau menyia-nyiakannya. Hubungan kami mengalami kemajuan. Kalingga datang saat aku berkencan dengan Richardson. Dia menggagalkan perjodohanku.”

Rissa meringis tak enak. Richardson pria berusia lima puluh tahunan lebih. Sebagai teman yang baik, Kalingga tak mau menjerumuskan Petra untuk menikahi tua Bangka hanya karena putus asa walau harus diakui harta Richardson cukup menggiurkan.

“Kakakku memang sulit ditebak.”

“Dia akan mencintaiku kan? Aku yakin dia sebenarnya juga menyukaiku hanya gengsi saja. Aku paham kok.”
Rissa meneruskan kegiatan melukisnya, berusaha tidak menggubris khayalan Petra.

“Lukisanmu memiliki sedikit kemajuan. Tidak sesuram biasanya. Aku benar kan? Abi membuat hidupmu sedikit berwarna. Ambil saja pria itu untuk dirimu sendiri. Kalina bisa dapat yang lain. Saudaramu tidak akan keberatan.”

Sayangnya begitu akan menjawab pertanyaan Petra. Ponsel milik Kalina berbunyi. Mau tak mau Rissa yang harus menjadi operator selulernya.

“Iya Abi...?”

Petra langsung tersenyum ketika mendengar nama Abi disebutkan. Tak apa  ia menguping sedikit pembicaraan mereka. Toh dugaannya benar. Rissa dan Abi terlibat hubungan yang membawa perasaan.

“Apa yang Abi dan kamu bicarakan?” tanyanya Penasaran.

“Kami akan makan malam. Dia akan datang dan memintaku masak.”

“Wow... Sulit diduga hubungan kalian akan maju pesat. Aku yakin Kalina tidak bisa melakukannya. Kamu lebih mirip Kalingga yang  mampu melakukan l segalanya dan di andalkan.”

“Kalingga lebih mirip Kalina.” Itu yang sebenarnya Petra lebih takutkan. Kalingga seperti Lina yang suka bertindak seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang. Buktinya Petra tidak pernah dibalas cintanya.

“Aku harus pergi. Ini sudah jam makan siang. Aku  akan mengunjungi Kalingga menanyakan dia sudah makan atau belum. Semoga makan malammu sukses.”

Kadang memikirkan tentang Petra membuat Rissa sedih sendiri. Petra  tak pantang menyerah walau cintanya bertepuk sebelah tangan. Bagaimana jika akhirnya Lingga malah tega memilih mencintai wanita lain. Akankah Petra bisa terima?

Ini aku, bukan diaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang