Hari berikutnya Abi tak mungkin terus mendesak Kalingga, menemui Kalina pun ia tidak lakukan. Ia tak peduli pertunangannya mau dilanjut atau tidak, Kalina membuat ulah atau tidak bahkan jika kakeknya murka, ia tidak peduli. Kenyataannya hatinya hampa setelah tahu semuanya.
Jika pikirannya penat, ia sempatkan pulang ke tempat yang pernah menjadi rumahnya, tempat di mana ayah dan ibunya dikuburkan, tempat ia menghabiskan masa kecil sampai uluran tangan sang kakek merenggutnya. Ayahnya hanya seorang tukang kayu yang mengandalkan Hutan sebagai tempat mata pecaharian. Sang ibu hanyalah perempuan desa yang tidak tamat SD. Ibunya meninggal saat Abi berusia tujuh tahun karena serangan Malaria, ayahnya menyusul tiga tahun kemudian karena penyakit ashma bawaan.
Dulu hidupnya miskin, serba kekurangan namun Abi bahagia. Ia senantiasa bersyukur ketika menemani ayahnya mencari kayu di dalam hutan. Ia ingat ketika Ibunya hanya sanggup memasakkannya dedaunan kebun dengan sambal seadanya. Abi kecil tidak pernah dibelikan mainan, maklum semua mainan yang dia punya dibuat ayahnya dari kayu sisa.
Sekarang Abi punya segalanya, pakaian bagus, pendidikan, kendaraan mewah, jabatan dan fisik yang rupawan, hanya satu yang kurang kebahagiaan dan perasaan bebas seperti saat ia menjelajahi hutan belantara. Abi rindu menapakkan kaki di Hutan sembari melihat aneka Satwa liar. Kalau ia lapar ia akan ke sungai memancing ikan lalu membakarnya di tempat. Sekarang hidupnya serba mewah, apa-apa tersedia sebab punya pelayan. Kemana-mana selalu ada sopir dan asisten yang mendampingi.
“Bapak, Ibu aku datang,” katanya pada dua nisan bertepian batu dengan nisan kayu. Makam orang tuanya sederhana. Ia pun tak niat mengubah karena di daerah ini semua makam hanya berhiaskan batu bukan marmer atau keramik mengkilat.
“Aku sekarang sudah sukses seperti yang bapak inginkan. Pakai dasi terus bawa mobil seperti yang Ibu lihat ketika lewat di jalanan besar. Dulu kita Cuma jadi penonton kalau ada orang kaya berkunjung ke Desa untuk kampanye atau mengembangkan usaha. Sekarang lihat anakmu berdiri sebagai pengusaha tapi bapak ibu tidak dapat menikmati uang yang ku punya.”
Rasa sedih menyergap Abi. Dia awalnya anak kampung sekarang pun masih sama tapi dengan pakaian dan cara pandang yang berbeda.“Maaf Bapak, Ibu aku gak sering datang mengunjungi kalian. Rumahku jauh dari sini. Aku pamit. Aku Cuma bisa kirim doa buat kalian.”
Abi balik badan. Beberapa meter ada Samuel yang senantiasa setia mengikuti atasannya melangkah.“Anda mau ke mana? Mobilnya di parkir di sana.” Tunjuknya pada jalan ke luar makam yang Cuma ditandai dengan gapura kecil seadanya.
“Aku mau melihat Hutan Jati yang ku tanam beberapa tahun lalu.”
Abi terus berjalan ke arah hutan yang dimaksud. Samuel agak ngeri ketika harus mengikuti jalan berbatu terjal, basah, becek, dipenuhi rumput liar. Samuel hampir terpeleset dibuatnya. Abi melenggang lancar sebab dulu ia anak kampung yang terbiasa dengan jalanan yang tidak diaspal. Ia menikmati setiap langkahnya sembari menghirup udara segar. Pematang sawah yang jalannya sempit pun ia lewati sampai Abi dikejutkan oleh dorongan serta teriakan orang dari belakang.
“Ular!” teriak Samuel ketakutan.
“Itu hanya ular sawah. Kecil tidak berbisa. Biarkan saja lewat. Kenapa kamu sampai berteriak begitu?”
“Saya jarang melihat ular Pak. Saya jijik sekaligus takut digigit.”
“Dia tidak mengigit. Dia sangat berguna untuk petani karena membunuh tikus. Ular merupakan rantai makanan tertinggi. Di Hutan bahkan ada ular yang lebih berbisa dan berbahaya.”
“Pak, Bisa kita tunda berkunjung ke Hutan Jati-nya. Biar saya beli sepatu boot dulu.”
Abi tersenyum tipis mengetahui jika wajah samuel pucat pasi. “Beli sekalian helm karena ular juga ada di atas pohon, mereka biasa menjatuhkan diri. Kalau kamu takut, kamu kembali saja ke mobil.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini aku, bukan dia
RomanceSetelah bercerai dan lolos dari penculikan, harusnya Carissa sudah bisa hidup bebas menjalani impiannya sebagai seorang peneliti artefak Kuno tapi masalah datang ketika kembarannya menghilang sehari sebelum pesta pertunangan. Terpaksa Carissa harus...