10.Terluka dan melukai

0 0 0
                                    


Aku sedikit agak terkejut ketika orangtua Rian sama sekali tidak marah ketika mendengar anaknya menghamili orang lain.

"Apa?!"tanyaku seraya tak percaya.

Bagaimana bisa orangtuanya tidak ada reaksi spektakuler,bagaimana mungkin?apakah ini keluarga yang aneh?Aku tidak habis pikir dengan keadaan ini,sampai tidak memenuhi logikaku.

Rian memiliki adik kandung yang malah terlihat sedih ketika bertemu aku,dia lebih banyak diam dan tak mengatakan apapun.Dia sedikit tahu tentang ini,dan tidak mau berkomentar lebih lanjut.

Hidup Rian dan Rama begitu berbeda keadaannya,Rama lebih hangat dan sederhana.Seharusnya aku bisa melihat ini,namun aku enggan mempelajarinya.Apalagi Ibunya mendesak kapan aku harus bicara dengan orangtuaku terlebih dahulu,tapi aku enggan.Aku tidak siap dengan pandangan orang-orang atas diriku.

Dan sebenarnya aku menemukan kejanggalan ketika Ibunya meminta Rian untuk meminjamkan sejumlah uang padaku.Aku kaget,karena sebelumnya aku tidak pernah begini.Aku katakan pada Rian kenapa Ibunya bisa seperti ini?

Aku sedang hamil oleh anaknya dan aku ini belum siapa-siapa,bahkan aku juga belum kerja dan Rian pun juga nggak kerja.Jadi bagiku aneh ketika Ibunya menekan Rian untuk meminjam sejumlah uang padaku.Apalagi kita orang Jawa yang dimana seorang pria akan pantang meminjam uang pada perempuan,aku merasa sedikit janggal disini.

Aku belajar dari mas Al yang bagaimanapun keadaannya dia tidak pernah meminjam uang padaku,dia selalu mengusahakan apapun untukku walaupun aku harus menunggu.Dan terlebih aku juga tidak pernah meminta apapun.

Aku ingin mundur dari kekonyolan ini,tapi ketika aku melihat perutku rasanya semuanya buyar.Aku tahu aku akan masuk neraka,tapi nasi sudah menjadi bubur.Dulu tidak seperti sekarang yang orang bisa hamil tanpa suami,bahkan dulu tidak perawan adalah aib.Tidak seperti saat ini ketika zaman telah berubah begitu drastisnya.

"Kok bisa ya ibumu kayak gini?"tanyaku polos.

Rian pun hanya diam saja,dan dia mengatakan akan menggantinya karena Ibunya yang sebagai pegawai negeri sipil belum sempat transfer uang.

Aku sungguh kaget,dimanapun seorang keluarga laki-laki akan menjaga harkat martabat anak laki-lakinya,tapi ini agak lain.

"Kapan kamu bilang ke Ayahmu?"tanyanya

"Aku belum tahu tentang itu."

"Aku nggak mau ya sampai anakku nggak punya Bapak"tegasnya.

Tapi melihat keadaannya sekarang memang lebih baik tidak punya Bapak dari awal dan persetan dengan orang-orang.

Segala kata-katanya membuat hatiku tersandera,aku sepertinya memang harus menerima takdir ini dan mengambil segala resikonya.

Ayahku marah besar ketika mengetahui jika aku hamil,tapi aku biasa saja.Bahkan aku sudah bersiap jika semisal diusir,aku bilang ke Rian tentang kemungkinan itu dan dia harus siap dengan segala konsekuensinya.Ayah dan keluarga Ibumu syok karena tidak tahu tentang Rian sebelumnya,dan tidak pernah ada yang tahu karena aku tidak memberitahu atau membawanya kerumah.Karena dia bukanlah yang menjadi tujuan hidupku.Bagiku Rian adalah teman dan tidak lebih,tapi mengapa menjadi  seperti ini.

Pikiranku begitu kosong dan tidak paham lagi harus bagaimana selain diam menerima semuanya.Tibalah keluarga Rian datang kerumahku dengan bermaksud melamar dan menentukan tanggal pernikahan.Ayahku tidak terima dengan hal ini,tapi aku juga tidak memberitahu bagaimana bisa menjadi sepeti ini.

Ayah mengusirku,dia berencana membuat Ibumu ini keluar dari rumah.Dan itulah hal yang Ibumu harapkan,impianku sejak lama untuk hal ini.Setelah pernikahan berlangsung Ayahku mengatakan jika aku harus keluar rumah,dan masih kuingat jika aku harus mengosongi tabunganku.Aku hanya punya lima puluh ribu rupiah sebagai saldo terakhir.

Harta bendaku hanya kalung yang melingkar di leherku,anting dan ponselku.Aku tidak punya uang sepeserpun karena semua sudah di kuras habis menjadi nol rupiah.

Ayahku mengadakan rapat darurat dengan keluarga besarnya dan berencana tidak menikahkan aku,aku harus siap menanggung malu.Dan akan membuatku mengungsi di kota lain,karena itu satu-satunya cara dan setelah lahir baru kembali dan anakku akan menjadi adikku.

Tapi tetua keluargaku tidak setuju hal yang di tanggap tabu itu,hamil adalah satu kepastian yang harus memiliki suami.Aku menerima apapun yang Tuhan mau berikan padaku.Dan akhirnya aku memang harus menerima,dari baju dan semuanya aku tidak mau berpikir.Terserah,aku juga bingung apa sebenarnya aku bisa mencintai Rian.Aku mengatakan padanya untuk memulai awal baru dengan pelan-pelan,dan aku tidak bisa di paksa.

Akhirnya aku menikah dengan Rian,hal yang aneh menurutku.Suasana pernikahanku seperti suasana pemakaman karena tidak ada yang tersenyum.Ayahku terpaksa melepaskanku,dan ini adalah pukulan terberat dalam hidupnya karena diriku.Aku mencintainya dan menyayangi Ayahku tapi aku tidak bisa melupakan hal-hal yang terjadi di antara kami.

Aku sedih karena menyerahkan hidupku tapi aku merasa puas karena menyakitinya.Aku benar-benar tidak bisa mengelola emosi yang kumiliki,rasanya hal ini begitu aneh untukku.Bagaimana bisa aku sedih dan merasa puas dalam satu waktu,aku tahu semua kecewa denganku dan tokoh utama yang paling memuakkan adalah diriku ini.Lengkap sudah kebencianku terhadap diriku sendiri.

Pernikahan ini adalah siraman air jeruk di atas luka yang menganga,aku mengecewakan Mamakku,dia begitu marah padaku tapi tak sekalipun terlontar di mulutnya.Mamak adalah kakak dari Ayah yang merawatku dari kecil ketika orangtuaku di luarkota selain menghabiskan waktu dengan pengasuh,tapi beliau juga berjasa merawatku dan memberiku cinta.Menyuapiku ketika aku makan dan tidak perduli entah pekerjaannya capek atau tidak tapi beliau menyempatkan dirinya untuk memberiku kasih sayang.

Dia lah tokoh yang paling Ayahku perhitungkan suaranya walaupun masih ngumpet-ngumpet di belakang Mamak untuk menemui wanita lainnya itu.Mamakku yang membuat Ibuku pulang lagi kerumah saat dia melarikan diri kekota lain,sebenarnya aku senang karena merelakan Ibuku pergi untuk menemukan kebahagiaannya.Pikiranku selalu saja seperti itu,dan kali ini kukira Tuhan membalasnya melalui aku.

Kuserahkan diriku terbenam dalam jurang dengan menyetujui pernikahan terkonyol ini,bagiku sangat konyol.Semua orang mengira bahwa aku sangat tergila-gila dengan Rian dan mereka tidak tahu menahu secuilpun keadaanku.Kemarahan Ayahku berkobar-kobar berbulan-bulan ini,dia marah dan menghinaku.Dan sadisnya,hatiku seperti sudah mati rasa.Bahkan ucapan itu sama sekali tidak menggores perasaanku,dan Ayahku tahu tentang hal itu yang menambah puncak kemarahannya.

Menjelang pernikahan aku mengemasi barang-barangku,terdengar simpang siur jika aku harus ikut kerumah suamiku dan harus keluar rumah.Kuanggap hal itu sebagai resiko dan dengan senang hati aku menanggapinya,aku seperti tahanan yang sudah bersiap dengan segala konsekuensinya.Segala resiko akan kutanggung dengan tidak ada keluhan.

Aku menikah dirumah nenek dan kakekku,dirumah tetua keluarga.Dengan seadanya dan masih kuingat aku begitu ragu,aku begitu takut mengambil kehidupan baru itu.Dan tidak ada senyuman atau rasa khidmat berada disitu,tapi sebuah kepedihan.Aku ingat betul,bagaimana  rasanya melempar kotoran pada orangtua dan diriku sendiri karena harus menikah dengan orang yang bahkan aku ragukan.

Aku mencintai mas Al,tapi aku hamil.Aku merasa bersalah dan aku sama sekali tidak siap dengan keadaan ini,aku tidak siap
Tapi tidak ada satupun yang mengerti tentang ini.

DIARY IBUMUWhere stories live. Discover now