12.Tidak perlu memaksa

0 0 0
                                    

Aku sungguh bingung dengan Rian dan keluarganyamApakah mereka mikir jika Rian sekarang banyak uang,atau aku yang banyak uang.Bisa-bisanya dia memakai uang kakakku.Dalihnya Ibunya pinjam uang.Aku begitu murka,gimana caranya Ibunya bisa meminjam uang kepada anaknya yang nggak kerja.

Memang nominalnya tidak seberapa,tapi tidak masuk akal.Aku mengatakan pada Rian dengan berapi-api.Maksudnya apa dengan ini semua,hah??Apa Ibunya tidak tahu malu?aku sama sekali berusaha untuk tidak menghinanya,tapi mereka seperti mengambil kesempatan padaku.

"Kamu harus kerja,cari kerja!"ucapku lantang.

Dan Ibunya tahu tentang ini,dan menawari jika ada lowongan pekerjaan di bank di desa.Aku sudah senang sekali dan mendukungnya membuat lamaran pekerjaan,Ibunya membantu membuat surat lamaran pekerjaan itu.

Tapi anehnya,dan aku tidak tahu gimana asal muasalnya ternyata Ibunya tidak mengirimkan surat lamaran itu.Aku dengan menahan kegeraman bertanya dengan berusaha sopan,beliau mengatakan jika Ayahku tidak mengijinkannya.Dan berujar jika mengapa harus mencari pekerjaan di luar kalau di rumah banyak pekerjaan.Bodohnya aku mempercayai apa yang mereka katakan,padahal ternyata itu tidak benar.

Yang ada tiba-tiba Rian ikut bantu-bantu di gudang Ayahku.Akupun tidak tahu kapan mulanya,dan aku berusaha untuk berdamai melihatnya.Sejujurnya aku tidak setuju,dan tidak suka dengan kehadirannya yang ikut kerja di tempat Ayahku.Kalian mau bicara apapun tentang itu,tapi inilah yang sejujurnya terjadi karena aku seperti sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi.

Selama menjadi suamiku kehidupan Rian berubah,bahkan standar hidupnya juga berubah.Keluarganya dan Ibunya juga berubah,padahal aku tidak pernah berubah.Aku tetap menjunjung tinggi kesederhanaan,namun mereka tidak.Entahlah mengapa,mereka menjadi enteng untuk menganggap orang lain kecil.Bahkan di desa tempat mereka tinggalpun demikian,bukannya bertambah rasa syukur malah menjadi tinggi hati.

Dulu Rian motor saja harus bergantian dengan adiknya,makanpun seadanya.Kini dia bisa makan di restoran mewah.Walau bagaimanapun aku dan keluargaku tidak pernah sedikitpun menghinanya,Apalagi Ayahku juga tidak pernah merendahkan keadaan ekonomi keluarganya,hanya menyayangkan mengapa menghamili aku dan tidak gentle datang kerumah.

Padahal jika aku tidak hamil,mungkin aku tidak akan menikah apalagi harus sampai membawa orang ini kerumah.Aku bukan bermaksud menghina mereka semua,tapi tingkah mereka yang kadang membuatku kesal karena seperti istilah okb,orang kaya baru.Sebenarnya apa sih yang harus di sombongkan,karena aku juga tidak punya apa-apa,semua milik Ayahku atas kerja kerasnya.

Rian kini bisa membawa mobil,dan yang paling aneh juga ketika setiap Ibunya datang tidak pernah mau naik bus.Mintanya di antar jemput,padahal rumahnya berkisar 1,5 jam.Aku tidak masalah,tapi tolong juga mengerti keadaan disini yang seakan bernapas saja bisa salah.Rasanya aku di gempur dari darat,laut,udara dan tidak ada satupun yang mengerti keadaan ini.

"Aku tuh heran ya,kenapa bisa-bisanya kamu kerja di tempat Ayahku,sudah bener-bener kamu kerja di luar.Kenapa sih kamu tuh nggak ngerti keadaan kita"jeritku dengan menahan intonasiku yang seraya menarik urat syarafku.

Aku heran dengan semua ini,sepertinya aku harus berdiri sendiri.Aku tidak begitu terkejut ketika Rian meminjam laptopku untuk bermain laptop sembari bermain facebook dan aktif mengirim pesan kepada cewek-cewek.Apalagi kebanyakan tante-tante,tapi aku tidak cemburu.Sungguh aku tidak cemburu hanya merasa malu dengan sikapnya,yang selalu menunjukkan siapa dirinya disini untuk menarik perhatian perempuan.Kegilaan ini sedikit demi sedikit muncul,tapi aku tidak mengambil pusing persoalan ini.

Aku tahu Rian selalu mengatakan jika aku bukan istri yang baik,aku tidak menunaikan kewajibanku sebagai istri.Aku sedikit tertawa terbahak,dia mulai berharap lebih tentang diriku padahal di perjanjian awal tidak ada tentang itu.Aku muak di katakan istri durhaka,kita suami istri hanya di lembaran kertas semata saja dan bagiku aku sudah menghormatinya.Toh dia juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami.Ungkapan itu membuatku merasa di manipulasi olehnya.

Ayahku memintaku kerja juga,dan aku tahu itu pertanda yang tidak baik.Pasti akan banyak masalah yang aku hadapi disana,dan nyatanya benar.Aku di bully habis-habisan oleh karyawan dan orang kepercayaan Ayah.Mereka memperlakukanku seperti pesuruh yang tidak di anggap manusia,mereka pikir bisa seenaknya berbicara dan menyuruhku apa saja karena kesalahan pribadiku.Bahkan asisten Ayah pernah membentakku karena alasan yang tidak subjektif.

"Mbak ada telepon"ucapkku sedikit berteriak karena musiknya terlalu keras.

"Iya iya,aku dengar dan nggak tuli!"ucapnya padaku.

Hal sepele saja bisa menjadi besar disitu,aku di gaji 500 ribu.Dan itu sama seperti karyawan training yang masuk.Bahkan gajiku paling rendah dan saat hari besar tidak dapat tunjangan sendiri.Tapi aku masih bersyukur,aku menganggap sebagai tempat belajar yang keras.

Hmmmm....dirumah sendiri di anggap seperti orang yang tidak berguna.Sakit jika mengingatnya,di anggap seperti sampah dan tidak layak dan semua itu menyakiti hatiku.Berulang kali aku berpikir untuk pergi dari sini,aku menangis sendirian di kamar setiap pulang kerja.Aku merasa semua orang memusuhi aku dan rasanya diriku ini halal untuk di hina.

Bukan Rian namanya yang membuat ulah,dia selalu saja membuat ulah.Pinjam uang kepada karyawan-karyawan dan membuatku malu.Segala tingkah lakunya membuatku malu.Karena Ibunya mendesaknya,pinjam uang entah untuk apa.Padahal gaji saja hanya lima ratus ribu,bisa-bisanya mau pinjam.Kalau aku banyak uang pasti aku berikan tidak perlu meneror dengan mengirimi sms dan telepon,rasanya aku seperti sapi perah.Apalagi uang dari paman belum juga di kembalikan.

Aku heran dengan pola pikir keluarga ini,kenapa seolah-olah ketika Rian menikah denganku menjadi kaya.Padahal hidup kami makin parah,harus menahan diri untuk membeli sesuatu.Seringkali aku bilang padanya,dan bertengkar bahwa aku tidak bisa seperti ini.Apakah lantas jika tetangganya kerumah minta pinjam uang,maka aku harus bisa sediakan karena menantu dan mertuanya kaya.Apa pemikiran Ibunya seperti itu,hingga memerasku?

Aku merasa mereka memanfaatkan aku,tapi siapa yang akan percaya?

"Kamu inget ya,aku mau menikah karena hamil.Dan sekarang kamu dan keluargamu kayak gini.Apa mereka pikir aku kaya raya?"ucapku geram sembari meneteskan airmataku.

Apa salah jika aku kepikiran untuk membunuhnya?karena beban batinku begitu berat.

Putriku berusia tiga bulan,dan aku sedang mengigil sakit waktu itu.Entah mengapa aku mengingat mas Al.Entah mengapa aku kepikiran saja untuk meminta maaf.Aku hafal nomernya,aku raih ponselku yang butut.Seingatku aku hanya mengatakan maaf,hanya kata itu saja.Aku takut dia tidak membalasnya,atau marah dan semuanya berkecamuk.Tapi aku demam waktu itu,dan merasa itu waktu yang tepat untuk minta maaf.

Beberapa menit kemudian ada notifikasi dari ponselku,ternyata mas Al yang membalasnya.Dia bertanya siapa,jangan sampai salah menebak.Aku urung memberitahunya,tapi dia terus mengirimiku sms.

Dan tebakannya benar jika itu aku,aku datang padanya.

DIARY IBUMUWhere stories live. Discover now