39

87 9 4
                                    

Lavelyn mengalihkan pandangan dari layar laptop saat mendengar decitan pintu ruangan terbuka. Derap langkah kaki seseorang berjalan mendekat, hal itu membuatnya menghela nafas dalam. "Ada apa?"

Astalian berdiri tepat di hadapannya dengan wajah serius. "Aku dapat kabar dari sipil penjara kalau kamu beberapa hari datang berkunjung. Untuk apa?"

"Hanya ingin mengenal saja. Apa salah?"tanya Lavelyn menatap raut wajah Astalian yang menaikkan alis.

Lavelyn memberi isyarat agar mantan calon suaminya ini duduk. Mendapatkan isyarat seperti itu lantas membuat Astalian duduk di kursi depan meja kantor Lavelyn. "Aku rasa kamu nggak perlu sejauh itu mengenal Mama karena ya nggak ada gunanya juga. Mama bukan orang yang mudah luluh."

"Aku nggak lagi luluhin hati Mama kamu. Hanya sekedar ingin memahami seperti apa Mama kamu. Menurutku, beliau nggak seburuk itu. Ya, meskipun aku tahu perlakuannya sama kamu seperti apa. Tetapi, nggak ada salahnya juga kan mengenal beliau?"

Astalian berdehem. "Begini Lavelyn. Ada beberapa hal yang tidak bisa kamu paksakan. Termasuk mencoba mengenal lebih dekat dengan Mama aku dan berharap kamu bisa melihat sisi positif dari sikapnya. Itu sama sekali tidak menguntungkan untuk hidup kamu. Nggak akan bisa merubah apapun. Serius deh."

"Aku minta maaf kalau tindakan aku ini bikin kamu kecewa dan terkesan menyepelekan rasa sakit kamu. Tetapi, serius. Aku nggak punya maksud apapun. Sekarang kamu lihat diri sendiri. Kamu punya keluarga dan sahabat yang selalu ada di saat masa tersulit. Sedangkan Mama kamu? Beliau punya siapa selain dirinya sendiri? Aku tidak mau menyamaratakan keadaan kalian. Nggak sama sekali, Asta. Gimana ya bahasanya. Istilahnya, aku hanya ingin menjadi salah satu bagian di masa tersulit Mama kamu. Meskipun aku bukan siapa-siapa. Aku hanya senang melakukannya. Tolong jangan halangi aku ya?"pinta Lavelyn.

Astalian menggelengkan kepala. Ia memijat keningnya akibat ucapan Lavelyn. Rasanya sangat tidak masuk akal dengan tiba-tiba ingin menjadi seseorang yang berada di masa tersulit Mamanya. Sedangkan Lavelyn tahu jika Mamanya adalah seseorang yang berhasil menanamkan rasa sakit di lubuk hatinya.

"Lakukan sesuka kamu. Kalau aja Mama nyakitin kamu, itu resiko yang harus kamu tanggung sendiri. Aku nggak akan mau tahu apapun itu,"tegas Astalian.

Lavelyn menyanggupi dengan anggukan. "Baik. Aku bisa mengatasinya sendiri. Terima kasih sudah berbesar hati mengizinkan aku mengenal Mama kamu. Aku janji akan jaga diri dengan baik."

"Maaf aku nggak punya hati sebesar itu untuk datang temuin Mama. Aku sadar bahwa Mama juga kehilangan atas Atsa. Tetapi, rasa sakit aku jauh lebih besar. Sampai rasa sakit itu tidak berbekas. Aku akan coba yakinin diri untuk bisa menemui Mama,"ucap Astalian.

Lavelyn menepuk pundak Astalian. "Iya, Asta. Semoga segera terealisasikan ya."

"Kamu nggak makan siang? 1 jam lagi jam istirahat sudah selesai loh,"ucap Astalian kini mengalihkan obrolan mereka ke arah yang santai.

Lavelyn melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Aku keasikan ngerjain tugas. Kamu udah makan?"

"Belum,"jawab Astalian.

Lavelyn bangkit dari duduknya, membuat Astalian mendongakkan kepala. "Kalau gitu, ayo kita makan siang bareng."

"Serius kamu ngajakin aku makan?"tanya Astalian, menatap dengan wajah tercengang.

Lavelyn mengangguk. "Iya. Kenapa? Aneh ya?"

"Nggak kok. Aku kaget aja. Soalnya kita kan  uda—"

"Nggak perlu di pikirin. Lagian aku ajak kamu makan siang sebagai sahabat aku. Masa nggak boleh?"

Astalian segera bangkit dari duduknya dan tersenyum sumringah. "Boleh kok. Ayo kita makan di kantin."

.

.

"Wow,"ucap Nayara.

Kairi, Serena, dan Ansel reflek melihat ke arahnya dengan wajah bingung. "Wow kenapa lo?"

"Lihat arah jam 3,"seru Nayara.

Ketiganya mengarahkan pandangan ke sisi kanan dimana Astalian dan Lavelyn duduk berdua sedang mengobrol sembari menyeruput minuman. Terdengar nafas berat Kairi. "Gue jadi bingung mereka kayak mainin hubungan sendiri. Bentar-bentar marahan. Tau-tau baikan."

"Ya namanya juga jalin hubungan. Kalau nggak begitu, nggak akan langgeng,"celetuk Ansel.

Serena menaikkan alis. "Lo ngomong kayak pernah jalin hubungan aja."

"Ya pernah dong. Ngapain juga gue harus kasih tahu ke lo. Gue kan nggak suka lagi sama lo,"ucap Ansel dengan nada ketusnya.

Serena hanya diam saja dan kembali melanjutkan makannya. Kairi melirik ke arah Nayara meminta penjelasan. Nayara hanya mengangkat bahu acuh membuat Kairi mendesah kecewa.

"Oh ya, kapan lo pernah jalin hubungan sama cewek?"tanya Kairi penasaran.

Ansel terdiam sejenak, memberi jeda pada tenggorokannya yang tengah menelan makanan terakhirnya. Kemudian ia membasahi indera pengecapnya dengan jus jeruk. "Sekarang lagi jalin hubungan sih."

Brak!

"Serius?"tanya Nayara heboh.

Kairi berdecak kesal. "Naya, biasa aja kelesss. Malu dilihatin yang lain."

"Ya namanya juga kaget. Lagian Ansel nggak bilang-bilang lagi deketin cewek,"ucap Nayara memanyunkan bibirnya.

Ansel terkekeh ringan. "Maaf. Kapan-kapan deh gue kenalin cewek gue sama kalian. Pasti dia senang banget."

"Cewek lo cantik nggak?"tanya Nayara.

Ansel mengangguk. "Cantik. Baik. Pokoknya dia definisi sempurna. Gue suka setiap kali natap matanya. Rasanya adem banget. Buat gue makin jatuh cinta."

"Cie tau deh yang lagi kasmaran,"ucap Kairi menepuk pelan pundak Ansel.

Ansel, Nayara, dan Kairi tertawa lepas. Sedangkan Serena hanya diam membisu dengan menyeruput minuman yang sebenarnya sudah habis. Akan tetapi, ia terus paksakan dengan menyedotnya sehingga menimbulkan suara yang menyebabkan Nayara dan Kairi memusatkan pandangan ke arahnya.

"Serena, itu minuman lo habis. Kenapa masih lo paksain sedot? Masih haus lo?"tanya Kairi heran.

Serena tersadar dan menjauhkan bibirnya dari sedotan. "Ah iya. Gue masih haus. Makanan gue pedes banget. Gue pesen minuman lagi sekalian balik duluan ya."

"Perasaan Serena nggak suka pedes. Makanan dia salad sayur. Mana ada cabenya sih,"heran Nayara.

"Palingan ada cabe yang terbang ke arah makanan Serena. Makanya dia haus banget,"ucap Kairi.

Kairi dan Nayara yang asik melempar argumen atas perilaku Serena yang kepedasan. Tanpa sadar, Ansel meremas kuat tangan kirinya yang ia sembunyikan di bawah meja.

"Harus kuat. Jangan rapuhh. Gue nggak boleh luluh,"batin Ansel.

...

Halo aku update lagi

Masih pada nungguin ceritanya? Ada yang penasaran sama interaksi Lavelyn dan Mama Asta nggak? Menurut kalian, Mama Astalian layak untuk di maafkan? Alasannya apa?

Komen di bawah yaa. Jangan lupa likenya. Terima kasih.

* Published on July 5th, 2024.



Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang