Prologue

338 30 6
                                    




































A drama, by SEROJANA
































A drama, by SEROJANAㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

GIRLS ─── All men are the same in Karan's eyes. Starting from her father and her boyfriend, they both treated her harshly. Therefore, he would not involve his feelings when dealing with men because they had extinguished the fire that burned within him. It was pitch black here, but Tina's arrival.

Warning: All names, places, and companies are fictional. Mentioning about bloods, death, sex, bullying, LGBTQ+, and others that related to NSFW.

June, 2024 by NORANG.










































































































Prologue: Kursi Pertama

Laju sepeda yang ditungganginya terhenti manakala seorang puan berdiri di hadapannya dengan tiba-tiba. Tas biru itu tak tergantung dengan betul di bahu kecilnya. Tangannya sibuk memilin jemari cantik itu. Pandangannya jatuh ke bawah sedang kedua lututnya memerah sebab luka yang entah didapatnya dari mana.

Sebatang permen mencuat dari mulutnya, alisnya menukik rapi di atas dahinya yang mulus itu. Netranya bergulir dari puncak kepala hingga ujung kakinya. Ia tak mengenal siapa bocah itu.

"Aku boleh pulang bareng, gak?" Itulah kalimat yang pertama kali didengarnya dari puan itu.

Karan semakin heran sebab hal yang dipintanya. "Kenapa?" tanyanya untuk memastikan.

Tungkainya bergerak mendekat, "Please, aku mau pulang bareng sama Kakak."

"Is it something like truth or dare or what?" tanyanya yang buat bocah itu mengulum bibirnya. Tangan lancangnya menarik tas yang menutupi barisan nama gadis itu, "dari kelas mana?"

"10-C."

Hela napas keluar dari mulut Karan, ia membuka jaket yang sudah melekat indah di tubuhnya kemudian menyodorkannya pada puan itu-Tina Lien, setidaknya itu yang tertulis di pakaiannya, "Naik."

Ia bersorak gembira, "Makasih banyak, Kak!"

"Emangnya lo tahu gue bakal balik ke mana?" tanyanya yang langsung dibalas gelengan olehnya-terlihat oleh Karan dari kaca spion, "terus kenapa ngajak pulang bareng?"

"Nanti aku turun di toko buku, Kak."

Entahlah, ia tak paham bagaimana kepala kecil Tina bekerja, sangat sulit untuk ditebak. Mengapa pula dirinya mau membocenginya? Ah, terlalu banyak yang ia pikirkan.

"Lutut lo kenapa merah gitu?" tanyanya.

Hening sejenak sejak pertanyaan itu sampai ke telinganya. Entah mengapa, sepertinya Karan salah berucap, "Jatuh dari tangga. Tadi buru-buru."

"Kalau jatuh, gak mungkin cuma lutut yang kena. Kenapa?"

"Ada, deh! Kakak fokus nyetir aja, nanti kalau nabrak, Kakak ikut luka," ujarnya mengalihkan.

Lagi-lagi, Karan cuma bisa menghela napasnya diam-diam. Tak paham betul apa maksud Tina mencegatnya di depan sekolah, terlebih tahu maksudnya biar ditumpangi jalan pulang. Sebab sejujurnya, ia belum pernah memboncengi siapa pun selain adiknya, itu pun telah berlalu sejak tiga tahun lalu.

Macam apa yang dibilang Tina, mereka berhenti di depan toko buku. Gadis itu pun terdiam manakala lihat Karan yang ikut turun dari sepedanya. "Kenapa melamun?ayo masuk," ujarnya mendahului langkah si pendek.

"Iya, Kak." Segeralah ia mengejar puan yang lebih tua.

Toko Buku Asri, itu yang tertulis di atas pintu masuk. Di dalam toko ini ada beberapa rak buku dan jejeran makanan kecil, Karan pun lantas menghampiri kasir yang tengah berdiri di sana.

"Mbak, ada plester?"

Puan berbaju kuning itu menoleh, "Sebentar, saya cek dulu. Seingat saya ada sisa dua." Karan cuma diam, tak menanggapinya walau kalimat barusan sampai ke telinganya, "nah, ada dua. Mau berapa?"

"Dua-duanya." Ia menyodorkan uang berwarna hijau dan dengan segera, ia mendapat kembalian darinya.

"Terima kasih."

Diliriknya Tina yang asik berkutat pada barisan buku fiksi yang menurut Karan itu sangat membuang waktunya. Maka ia menghampirinya sembari menyantap sebatang es krim cokelat yang ia beli barusan. "Mau beli yang mana?" tanyanya manakala kepalanya ada di atas pundak si mungil.

"Ya ampun, aku kaget. Aku belum tahu mau beli yang mana. Kakak mau pulang?" tanyanya.

Karan pun menggeleng dan menyodorkan es krim stroberi untuk Tina, "Cepet. Gue tunggu di depan."

Do You Know My Name? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang