Chapter III

84 17 0
                                    






























































Chapter III: The Umbrella

“Tumben banget jam segini?” tanya Jose.

Karan menghela napasnya seraya memakai seragamnya. “Gue bangun kepagian. Ketimbang lihat mama di rumah, mending gue ke sini. Istirahat sana,” titahnya sebab ia tahu, Jose berjaga sejak jam sembilan malam hingga saat ini. Memang, toko ini buka 24 jam.

Ia pun terkekeh, “Baik banget, sih.”

Itulah Jose, lelaki yang sudah dianggapnya sangat macam kakak sendiri. Ialah yang menyelamatkan Karan dari insiden tiga tahun lalu di rel kereta itu. Tangannyalah yang menarik badan Karan selagi orang-orang cuma berdiam diri menontonnya. Diala orangnya, Jose Hussain.

Ia lulus satu tahun lebih awal dari Karan. Mereka berdua seringkali bertukar shif untuk menjaga toko milik Pak Mansyur. Karan bertugas dari pulang sekolah hingga larut malam sedang Jose lebih memiliki waktu yang fleksibel karena ia hanya bekerja sebagai ilustrator yang bisa ia kerjakan sambil menjaga toko.

“Itu siapa, deh? Masa lo biarin cewek duduk di lantai? Hujan, lagi,” celetuk Karan.

“Tadi udah gue tanya, tapi kata dia gapapa. Coba lo yang samperin, barangkali sesama cewek bisa paham,” sarannya.

Maka Karan mengangguk dan mengambil payungnya. Ia pun menghampiri gadis itu. Pikirnya, puan itu tengah mengemban ilmu di tingkat SMP, rupa-rupanya itu adalah Tina.

“Ngapain di sini?” tanyanya.

“Lho? Kakak kerja di sini?” tanyanya balik.

“Kalau ditanya tuh jawab dulu,” tegasnya.

Ia pun tersenyum canggung, “Aku nunggu hujan reda, Kak.”

Mendengar itu, Karan pun langsung menyodorkan payung hitamnya, “Balikinnya nanti aja.”

Tina menatap payung itu dan wajah Karan secara bergantian. Banyak hal yang ia pikirkan dan harus ia putuskan saat ini juga, “Kakak pulang jam berapa?”

“Besok.”

“Nginep ...?” Karan pun menganggukinya.

“Bercanda. Gue pulang jam lima.”

Tina pun kembali tertawa canggung atas lelucon yang keluar dari mulutnya itu, “Ya sudah. Kalau nanti masih hujan, aku balik ke sini buat jemput Kakak, ya?” Ia pun mengangguk setuju, “aku pinjam dulu. Makasih banyak, Kak!”

“Kenapa katanya?” tanya Jose.

“Cuma mau neduh.”

***

Ia menggulung baju bagian lengannya supaya tak kotor sebab dirinya bakal merapikan lemari pendingin bagian es krim. Tangannya berusaha meraih sisa-sisa es krim yang kotor itu dan berniat untuk mengisi ulangnya dengan es krim yang baru.

Namun atensinya direbut paksa oleh seseorang yang mengetuk lemari es itu. Kepalanya keluar dari sana dan menoleh ke sumber suara, “Gue ambil ini, ya? Thanks.”

“Rp7.000,00.”

What?” tanyanya.

“Rp7.000,00,” ulang Karan.

Do You Know My Name? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang