typo.
Hujan turun membasahi daratan. Udara lembab menurunkan suhu hingga dua derajat. Orang-orang berlalu-lalang mengeratkan jaket mereka, berlari ke cafe terdekat untuk menghangatkan diri dengan segelas cokelat panas. Di dalam sebuah cafe, gema musik membawa ketegangan dan gairah, kecepatan terakumulasi dengan irama agresif.Seolah tidak memperdulikan udara dingin di sekitarnya, jemari panjang menari diantara tuts hitam dan putih, sangat piawai dan lincah. Musiknya menyatu bersama langit, menggelegar tinggi hingga ke puncak nada. Moonlight Sonata pada C major terdiri dari tiga gerakan, alunan musim berkelok-kelok, mengalir dan bergelombang membawa gambaran suasana purnama, cahaya bulan keperakan memantul di permukaan perairan yang sangat luas.
William duduk di sudut hall, menyaksikan kakaknya bermain dengan penuh penghayatan, ketika lagu setengah jalan, keningnya mengerut membawa tatapan sedih.
Meskipun Piano Sonata disebut lagu romansa dengan reprotoar mengagumkan dan indah. Moonlight Sonata kenyataannya adalah sebuah kisah kemalangan jiwa. Lagu ini diciptakan Beethoven ketika mengalami kepiluan dalam kisah cintanya yang tidak terbalas.
Adante ini memiliki tempo lambat dan lembut di awal, bermain-main pada nada rendah di tengah namun dihentak di akhir dengan irama kuat tidak terduga. Ketika dunia memetik kebahagian, Tuhan dapat mengambil segalanya dalam sekejap.
Dua hentakan nada jatuh bersama tetesan keringat di dahi pianis tampan itu. Lagu selesai dan beberapa anggota orkestra yang tersisa di aula musik tertegun hingga bisu beberapa saat. Benjamin, tidak memperhatikan orang di sekitarnya, matanya bertahan pada kedua tangannya yang gemetar. Ketika rasa sakit muncul di pergelangan tangannya, Benjamin mengerutkan kening tidak nyaman namun pikirannya mencoba tenang.
"Kamu memaksakan diri lagi, memainkan Moonlight Sonata ketika tanganmu masih cidera. Apa kamu ingin aku memotong tanganmu saja?" William tidak dapat menahan diri lagi, mengomel pada kakak sepupunya.
Alih-alih menjawab, Benjamin acuh tak acuh berdiri, menurunkan lengan kemejanya bersiap pergi.
"Kamu mengabaikanku?" William marah
"Setidaknya jawab aku kenapa kamu begitu bersikeras membuat resital di bulan November? Kamu masih muda, masih ada banyak waktu, dokter mengatakan untuk beristirahat setidaknya dua tahun!"
benjamin meliriknya, lalu berkata datar, "Aku ingin memainkan Für Elise di hari ulang tahunnya." Kelopak matanya jatuh, ketika dia melanjutkan, "Aku sudah berjanji."
William terdiam dan tatapannya berubah rumit ketika dia melihat Benjamin pergi dan menghilang di balik pintu.
disaat orang - orang berteduh untuk melindungi diri dari Air hujan. Benjamin justru membiarkan tubuhnya tertimpa derasnya air hujan. Dirinya mengabaikan orang - orang yang menatapnya aneh! Benjamin mendongakkan kepalanya dengan mata tertutup bahkan disaat sekarang dirinya masih menyukai air hujan disaat orang yang membuatnya menyukainya menghilang dari pandangannya.
Suara tawa samar terdengar dalam ingatannya! dirinya semakin membuat dirinya kalut dalam pikirannya agar dirinya bisa mendengar tawa itu dengan jelas. Suara kaki tanpa alas yang bertemu dengan bendungan air semakin jelas di dengarnya.
"Aku sangat menyukai Hujan!" teriaknya begitu ringan dengan senyuman yang tak pudar dari bibirnya yang sedikit mengigil
Benjamin terdiam dengan payungnya saat mendengar penuturan orang di depannya.
sosok itu tersenyum lalu merebut payung Benjamin dan membuangnya asal. Benjamin tak marah ataupun kesal justru dirinya sekarang terpana karena melihat tawa orang di depannya."Kau menyukainya bukan?" Tanyanya dengan merentangkan tubuhnya dan berputar di bawah guyuran hujan.
Benjamin pun mulai melakukan hal yang sama dan menikmati air hujan. Ternyata air hujan yang dihalanginya oleh payung tidak terlalu buruk jika terkena tubuhnya! Dirinya tidak merasa kedinginan justru hangat menyusuri tubuhnya walaupun dia bisa merasakan giginya bergemelatuk karena mengigil.
Dia membuka matanya karena tidak dapat merasakan air hujan menerpa wajah dan tubuhnya. dirinya bisa melihat sebuah payung yang menutupi dirinya!"Apa yang kau pikirkan!" geram william
Benjamin hanya menatap datar dirinya.
"menikmati Hujan" Ucapnya yang kembali membiarkan air hujan menerpa tubuhnya yang sudah basah.
William kembali memayunginya "Bukan menikmati tapi kau akan sakit" Lalu menarik tangan benjamin agar segera membawanya kembali pulang.
"Kenapa kau sangat dingin padaku" Geram william dengan terus menarik tubuh Benjamin
"Karena kau bukan Jake Maurice" Ucap Benjamin yang membuat William mengatup bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA (Keabadian Cinta)
Fanfiction{End} cinta ini selaksa pada orang yang menyukai semesta