Playlist 02 : Antara Penasaran dan Rasa Suka

43 6 4
                                    

Setelah kejadian hari itu aku nggak pernah melihat dia lagi. Kalau kuhitung pakai jari kayaknya sudah genap seminggu. Waktu upacara gabungan Senin lalu juga nggak ada di barisan. Aku sudah sampai celingukan memantau barisan anak SMA untuk menemukan dia. Tapi nggak kelihatan. Si Putri pun hampir aja mengendus bau mencurigakan kalau saat itu pak Yanto tak menegurnya yang merapat ke arahku di barisan.

"Kenapa, sih?" tapi bukan Putri namanya kalau nggak berhasil mengidentifikasi keanehan dan keresahan sohib sebangkunya sejak zaman kelas 7 ini.

"Apanya?" Aku semakin menyibukkan diri menyalin catatannya karena dari tadi melamun selama kelas berlangsung.

"Ya, kamu! Belakangan ini ngelamun aja."

"Perasaan kamu aja tuh." Aku memilih fokus sama catatan daripada interogasinya. Biasanya itu cukup ampuh membuatnya nggak tertarik dengan bahasan yang sama.

"Eh, lulus nanti mau nyambung ke SMA mana?" Tuh, kan udah ganti topik. Aku pun jadi bisa menegakkan tubuh dan membalas pandangannya ke arahku.

Kukedikkan bahu. "Belum tahu. Tapi harapan ayah dan bunda sih bisa masuk SMA Negeri."

"Biar hemat biaya sekolah..." sambung Putri. Tebakan itu tentu tidak salah. Jadi kurespons dengan dua jempol.

"Aku lanjut ke SMA sini aja." Maksudnya SMA satu yayasan dengan SMP kami ini. Aku pun menatapnya serius. Agaknya nggak yakin si otak encer ini melewatkan kesempatan untuk bisa tembus sekolah negeri dengan mudah. Apalagi dia pasti dapat rekomendasi dari sekolah.

"Loh kenapa? Aku malah semangat mau nyoba negeri karena kamu pasti ke sana."

Putri terkekeh. "Males ih samaan sekolah sama kamu mulu."

"Aku sakit hati loh," ucapku kesal. Dia malah tertawa lagi.

"Ya, enggak lah. Aku cuma penasaran aja sama satu hal."

"Apaan?" tanyaku serius, karena saat itu mukanya Putri juga kelihatan serius.

"Katanya kantin anak SMA top markotop makanannya."

Dasar si tukang makan! Hampir kujitak juga dia pakai buku nya sendiri kalau orang nya nggak duluan kabur sambil tertawa-tawa.

Setelah dia kabur, aku malah jadi mikir. Apa aku juga ikut sekolah sini lagi setelah lulus SMP nanti?

***

"Kantin yuk," ajakku. Tapi makhluk bernama Putri itu lagi sibuk nggak jelas sama kerumunan murid lain di salah satu meja. Aku pun nyamperin.

"Ngapain, sih?"

"Bacain ramalan zodiak."

"Dih, itu kan syirik!" ucapku, yang sukses mendapatkan pelototan dari mereka semua. Si Putri terbahak. "Alah, buat seru-seruan aja."

"Eleh. Isinya juga bohongan."

"Nami zodiaknya apa?" Tanya salah satu dari mereka.

"Kambing kali." Jawabku asal.

Lagi, si Putri terbahak-bahak.

"Itu mah Shio. Zodiak itu nama-nama rasa bintang."

"Ya, aku juga nggak tahu zodiakku apaan."

"Lahir bulan berapa?"

"Desember."

"Awal atau akhir?"

"Uhm... tanggal tua."

"Capricorn." Lalu mereka membaca ramalan zodiak-"ku" tanpa kuminta.

"Kesehatan, kamu harus banyak minum air putih biar nggak gampang sakit."

My Hijab (Love) StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang