LANGKAH (2)

33 10 6
                                    


HAPPY READING!!!

-
-

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-


Jaka, pemuda yang mengenakan sarung, berjalan sendirian di jalan setapak yang sepi pada pukul empat dini hari. Suasana masih gelap, hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang redup dan gemerlap bintang di langit. Udara dingin menusuk kulit, dan setiap napas yang dihembuskan tampak sebagai uap tipis di udara.

Jaka  melangkahkan kakinya perlahan, sarungnya yang panjang berkibar-kibar terkena angin. Tangan kanannya menggenggam ujung sarung, menjaga agar tidak terseret di tanah, sementara tangan kirinya sesekali menarik jaket tipisnya lebih rapat untuk menghalau dingin.

Matanya mengawasi sekitar, meski suasana terasa hening. Sesekali, suara gemerisik dedaunan dan lolongan anjing jauh terdengar.

Dia tampak tenang, namun sesekali menoleh ke belakang, memastikan dirinya benar-benar sendirian.

Cahaya fajar perlahan-lahan menyapu kegelapan malam, menciptakan bayangan panjang dari pepohonan di sekitar. Saat Jaka mendekati ujung jalan, matanya menangkap sosok seseorang di bawah pohon besar yang menjulang di sisi jalan.

Dengan langkah cepat namun hati-hati, Jaka mendekati sosok tersebut. Tampak seorang pria tua, wajahnya meringis menahan rasa sakit yang jelas terlihat. Tubuhnya setengah terbaring, bersandar lemah pada batang pohon. Tangan kirinya memegangi perut, sementara tangan kanannya mencengkeram erat akar pohon yang menonjol dari tanah.

Belum juga Jaka membuka suaranya, sosok pria itu sudah membuka kedua matanya terkejut melihat Jaka yang berada di hadapannya.

“Urusan kita sudah selesai, pergi kau.” usir pria tua itu, mengambil batu yang berada di sana dan melemparkannya kepada Jaka.

“Kerikil.” gumam Jaka, saat ia melihat baru kerikil yang baru saja dilempar pria tua itu.

“Pak, biarkan saya bantu bapak. Saya engga mungkin ninggalin bapak sendiri disini. Biar saya bantu bawa bapak ke masjid di sebrang sana.” tunjuk Jaka ke arah Masjid yang berada di sebrang jalan. Tampak dari kejauhan, menara masjid terlihat menjulang megah, dengan muazin yang baru saja selesai mengumandangkan azan subuh.

Suara azan yang merdu dan syahdu mengisi keheningan pagi, mengundang para jamaah untuk datang beribadah. 

“Kamu bukan sekelompok dari mereka?” tanya pria tua itu, tangan pria tua itu menggenggam erat lengan pemuda di sampingnya, mencari  keseimbangan. Mata tuanya yang lelah menatap lurus ke depan.

SECRET FIGURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang