LANGKAH (6)

25 8 4
                                    


HAPPY READING!!

-
-

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-

Keheningan yang biasanya mengisi lorong-lorong sekolah seketika tergantikan oleh kehebohan. Siswa-siswa berkumpul di sekitar area tempat kejadian dengan ekspresi campur aduk, ada yang terlihat khawatir dan cemas, sementara yang lain mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Guru-guru dan staf administrasi berusaha untuk meredakan situasi dengan bergerak cepat dan mengatur siswa-siswa agar tidak terlalu mendekati korban.

Suara sirine mobil ambulans yang mendekati semakin dekat memecah keheningan yang tegang. Di sekitar lokasi kejadian, suasana menjadi semakin tegang seiring dengan kedatangan petugas keamanan sekolah dan ambulans yang tiba untuk memberikan pertolongan pertama.

Beberapa dari mereka berdiri dengan tatapan cemas, sementara yang lain berbisik-bisik berusaha mencari tahu detail lebih lanjut tentang kondisi korban.

“Bukankah dia dari kelas empat?"

“Dia yang berteriak itu?"

"Lukanya?”

Jaka langkah kakinya terhenti mendadak saat ia melihat lampu merah berkedip-kedip dari ambulans yang terparkir di depan gedung sekolah. Matanya membulat seakan mencari tahu apa yang sedang terjadi. Kedua telinganya menangkap bisik bisik para murid yang menyaksikan evakuasi.

“Dia?” kagetnya melihat wajah penuh darah, dia adalah pemuda yang kemarin duduk di sebelahnya saat di aula.

Pemuda yang berteriak di hadapan semua kelas sepuluh, pemuda itu kini terlihat mengenaskan dengan wajah berlumuran darah. Sungguh mengenaskan tetapi ada rasa lega di relung hati Jaka saat ia mendengar bahwa korban masih bisa di selamatkan.

Jaka mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di tengah kegemparan yang memenuhi lingkungan Gedung C. Meskipun terlihat terkejut, ia harus tetap tenang sedang mencari tahu apa yang terjadi, dengan harapan menemukan informasi yang bisa memberikan pemahaman.

Sebenarnya dimana korban terluka?
Siapa yang menemukan pertama kali?

Pertanyaan pertanyaan yang memenuhi kepalanya saat ini. Jaka tidak habis pikir langkahnya secepat ini. Dan sebenarnya motif apa yang membuat palaku dengan teganya membuat korban sampai seperti ini. Tidak akan mati tapi pasti korban akan koma karena luka di kepalanya atau mungkin kritis. Entahlah Jaka pun  tidak paham akan hal itu.

“Darahnya?” gumam Jaka melihat darah yang berada di depannya, darah itu terlihat masih baru.

Tunggu... sebuah angka yang tertulis kecil di pinggirnya membuat Jaka bingung.

19 1 13 2 21 20 1 14

19 1 13 2 21 20 1 14

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-

Dalam ruang kelas, suasana belajar terganggu karena para siswa sulit berkonsentrasi luar. Guru-guru berusaha untuk memberikan penjelasan yang tenang dan jelas kepada siswa tentang situasi yang sedang terjadi, meskipun mereka sendiri tidak sepenuhnya memiliki informasi yang lengkap.

“Siapa yang terluka?” bisik Ahmad melihat gedung C yang sangat ramai dan suara sirine ambulans.

“Kelas Empat.” balas Rio, pandangan matanya terfokus sepenuhnya pada buku dan tugas yang tersebar di hadapannya. 

“Jaka?” gumam Ahmad melihat sosok pemuda yang kemarin baru saja berkenalan dengannya sedang berada di sana.

“Bukankah itu sangat kebetulan.” Rio mengalihkan pandangannya dari buku di hadapannya, menatap pemuda yang membuat dirinya sebal itu. “Kita seharusnya bersyukur bukan? Masuk ke dalam angkatan tiga puluh delapan.” imbuh Rio menatap sejenak sebuah papan kecil bertuliskan 38.

“Mereka semua sama dengan kita Ri, lihatlah wajah polos itu. Gua engga tega melihat mereka akan menyaksikan ini berulang kali.” Ahmad menatap anak anak kelas sepuluh yang terlihat ceria dan lugu.

“Lo engga usah ikut campur Mad, kita kelas empat pun akan di asah terus menerus oleh mereka.” Raut wajahnya menunjukkan kelelahan,  sungguh rasanya ingin cepat cepat lulus.

“Siapa yang akan menjadi perisai bagi mereka selain kita Ri?” tanya Ahmad, matanya terus memperhatikan adik kelasnya dengan tatapan penuh empati, mencoba memahami apa yang sedang terjadi dan apakah ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk membantu. 

Rio matanya awalnya menatap adik kelasnya dengan tatapan penuh kasihan. Ekspresi wajahnya mencerminkan kekhawatiran yang mendalam. Namun, beberapa waktu selanjutnya, tatapan pemuda itu berubah menjadi tidak peduli. Matanya mulai mengambang, kehilangan fokus yang tadinya penuh perhatian terhadap adik kelasnya.

“Kehidupan sering kali seperti menghadapi badai yang tak terduga, di mana kita membutuhkan perisai untuk melindungi diri dari cobaan dan rintangan yang datang. Perisai itu bukan hanya simbol perlindungan fisik, tetapi juga mental.” Ahmad menatap sejenak ke arah jam dinding bewarna putih di kelasnya.

“Perisai tidak hanya memberikan keamanan fisik, tetapi juga memberi kepercayaan. Tetapi, bagaimana jika kepercayaan itu justru di hianati?” tanya Rio.

Perisai?

-TBC

-

“Jangan anggap seorang figuran tidak penting.”

-

Salam hangat dari Paii 🥧🤎

SECRET FIGURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang