4. Siapa Pengecut?

19 5 0
                                    

4. Siapa Pengecut?

Nexus tiba di kantin bersama Bara yang mengikutinya di belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nexus tiba di kantin bersama Bara yang mengikutinya di belakang. Melihat keramaian kantin yang tak kian menyepi, akhirnya mereka memutuskan untuk jajan di depan sekolah. Lagi pula semua makanan di kantin itu mahal-mahal ketimbang jajanan yang ada di warung depan sekolah. Dan saat mereka berhadapan dengan Pak Satpam, mereka meminta izin kepadanya untuk keluar sebentar. Awalnya Pak Satpam melarang mereka berdua untuk keluar, namun ketika Bara mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu, Satpam itu memperbolehkannya. Lantas mereka berdua pun keluar dengan bebas tanpa ada yang tahu sama sekali.

Nexus dan Bara mampir ke warung tegal yang berada tepat di depan sekolah. Mereka berdua duduk di sana di antara bapak-bapak yang sedang makan di kiri dan kanannya. Pastinya bapak-bapak itu memilih makan di warteg lantaran istrinya tidak memasak apa-apa di rumahnya. Atau memang istri mereka tak pandai memasak.

Di tengah-tengah nikmatnya Nexus makan, lagi-lagi Safinka mendatanginya seolah ingin mengganggunya lagi. Safinka hanya berdiri di depan pintu warteg itu seraya memantau mereka berdua yang sedang memakan makanannya.

"Siapa yang ngizinin kalian keluar sekolah?!" Safinka menyilangkan kedua lengannya.

Sontak panggilan itu membuat kepala mereka berdua menengok secara bersamaan. Pelan-pelan Bara menelan makanan yang masih banyak dalam mulutnya, kemudian ia mengambil segelas air putih di hadapannya lalu meminumnya terburu-buru. Sigap, Bara langsung membayar makanannya, setelah itu ia berpamitan dengan Nexus untuknya pergi lebih dulu.

"Rese lo!" bisik Bara tepat di depan telinga Safinka. Gadis itu hanya menatap Bara sinis.

Sedangkan Nexus masih lanjut menghabiskan makanannya yang masih terbilang banyak. Dia benar-benar tidak peduli dengan keberadaan Safinka yang terus menatapnya tajam.

"Gak mikir lo ya?" Safinka.

Nexus cuek, namun dirinya benar-benar merasa amat terganggu. Lantas Safinka pergi kembali ke sekolah—meninggalkan Nexus sendirian di warteg itu. Tak lama Nexus berdiri dan membayar makanannya kemudian pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Dia khawatir kalau nanti yang datang lagi adalah guru.

Sesampainya Nexus di pinggiran lapangan sekolah, dirinya melihat Safinka yang sedang menonton beberapa siswa laki-laki yang bermain bola basket di tengah lapangan. Safinka terlihat tidak sendiri, dia duduk di tempat penonton bersama ketiga teman-temannya itu. Sontak Nexus yang kesal pun nekat menghampirinya.

"Heh, cewek rese!" panggil Nexus membuat Safinka berdiri tegak mendongakkan wajahnya. "Lo bisa gak sih?! Gak usah ngatur-ngatur gue di sekolah ini!!"

"Dia anggota OSIS! Wajar kalau dia ngatur-ngatur siswa nakal kayak lo!" celetuk Viora menyindir dengan tatapannya yang tak berpaling dari lapangan.

"Bukan urusan lo!" balas Nexus kepada Viora.

Perlahan Safinka melipat kedua lengannya, bersamaan dengan itu ia menghela napasnya—siap mendengar setiap ocehan-ocehan Nexus terhadapnya.

NEXUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang