Setibanya di mansion, Haechan turun tanpa sepatah kata pun. Ia berjalan dengan langkah cepat, meninggalkan Jeno yang masih terpaku di tempatnya. Begitu sampai di dalam, Haechan langsung menuju kamar, mengganti pakaian, dan terjatuh ke ranjang, rasa lelah menyelimuti tubuhnya. Jujur saja, ia hanya ingin tidur, ingin melepaskan sejenak semua beban yang menyesakkan dada.
Teleponnya berdering, panggilan dari kakaknya.
"Ya, halo, kenapa dek?" suara kakaknya terdengar lembut.
"Kakak di mana?" tanya Haechan dengan nada penuh harap, namun suaranya serak.
"Kakak ada di rumah papa, mau beresin rumah sebelum kakak pergi. Kenapa?"
"Enggak, kakak masa mau kembali ke Kanada lagi?" Haechan bertanya, seolah tak rela.
"Kakak nggak mau terus berlarut dalam kesedihan, Echanie," jawab kakaknya pelan.
"Cepatlah cari pendamping hidup, kak," Haechan menyarankan, meski tak tahu kenapa ia merasa begitu.
"Nanti aja deh, kakak belum ada jodoh," jawab kakaknya dengan nada yang lebih ringan.
"Wahai kak Minji yang Echan sayang, banyak lelaki yang mendekatimu, tapi kakak tolak semua," canda Haechan, mencoba meringankan suasana.
"Hehe… makasih ya, Chan, udah mau nerima kakak," jawab Minji, suaranya sedikit lebih ceria.
"Apaan sih, kok bahas itu," Haechan tertawa kecil.
"Kita memang tak satu ayah, tapi kamu sangat baik sama kakak. Bahkan ayah kandung kakak pun tak pernah menganggap kakak ada. Kakak berterima kasih padamu, pada papa, dan kakek nenek," suara kakaknya terhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kakak merasa sangat beruntung bisa memiliki kamu."
Haechan terdiam mendengar kata-kata itu. Matanya mulai berkaca-kaca, air mata berjatuhan tanpa bisa dibendung lagi.
"Kakak, kita memang tidak satu ayah, tapi percayalah, kak, kapan pun aku adalah adikmu dan kamu adalah kakakku. Aku sangat bahagia memiliki kakak, meski kita satu ibu, bukan?" Haechan berbicara pelan, suara terisak, hormonnya yang bergejolak karena kehamilan semakin menambah kesedihannya.
"Makasih, Chan. Kakak sayang sama kamu," jawab Minji, dengan suara penuh haru.
"Sama-sama, kak. Kalau kakak sudah sampai Kanada, jaga diri baik-baik ya. Kalau kakak butuh tempat cerita, aku siap dengerin kok," ucap Haechan, hatinya berat.
"Iya, udah dulu ya, kakak mau lanjutkan beresin rumah ini," kata Minji, mencoba menyembunyikan rasa sedih.
"Iya, kak. Bye," jawab Haechan, suara parau.
Tuuut...
Setelah menutup telepon, Haechan menangis, entah kenapa hatinya terasa sangat berat.
"Haaa... kenapa aku… hiks..." Haechan terisak, air mata mengalir begitu saja.
Jeno, yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar, memilih untuk tidak mengganggu. Namun begitu melihat sang istri menangis, ia tak bisa tinggal diam. Dengan langkah cepat, Jeno menghampiri Haechan, dan memeluknya erat, seolah ingin menghapus semua kesedihan yang menggelayuti hati Haechan.
"Kenapa sayang?" tanya Jeno lembut, suaranya penuh perhatian.
"Hiks... nggak tahu, sedih aja..." jawab Haechan, suara terputus-putus.
Jeno memahami, mungkin itu semua karena pengaruh hormon kehamilan. "Udah, udah," kata Jeno, menenangkan Haechan dengan pelukan hangat. Perlahan, Haechan merasa lebih tenang dan akhirnya terlelap dalam pelukan Jeno, kelelahan setelah semua yang terjadi.
Beberapa minggu kemudian, suasana kembali berbeda. Malam ini adalah malam pesta yang telah lama dinanti. Haechan dan Jeno sama-sama bersiap. Setelah beberapa saat, Haechan turun lebih dulu, menunggu Jeno yang masih sibuk di atas.
Sambil menunggu, Haechan menelepon Renjun.
"Ya, halo," terdengar suara Renjun di ujung sana.
"Njun, udah siap?" tanya Haechan, suaranya riang meskipun masih ada sisa kesedihan di hati.
"Udah, tinggal izin sama baba aja, kenapa?" jawab Renjun, terdengar santai.
"Gue otw sebentar lagi," jawab Haechan.
"Ya," jawab Renjun singkat, sebelum telepon terputus.
Haechan menatap jam, lalu melihat Jeno sudah rapi. Mereka pun segera berangkat, menuju mansion Renjun.
Sesampainya di sana, Renjun langsung masuk, duduk di kursi penumpang dengan wajah penuh semangat.
Jeno melaju dengan tenang, mengantarkan mereka menuju pesta yang sudah menunggu.
Sesampainya di pesta, mereka langsung turun dari mobil, disusul Renjun di belakang mereka. Jaemin sudah tiba lebih dulu karena memang Jeno yang menyuruhnya.
Jaemin menatap Renjun dengan kagum, malam ini Renjun terlihat sangat imut dan anggun.
"Kalian harus bergandengan tangan, seperti pasangan," ujar Jaemin, dengan nada menggoda.
"Hah? Jangan aneh-aneh, Chan, kalau pacar Jaemin cemburu gimana?" tanya Renjun, sedikit kebingungan.
"Ssstt, diem," jawab Haechan sambil menyeret Renjun agar bergandengan tangan dengannya.
"Aduh, soswetnya," Renjun menggerutu, tapi tetap mengikuti Haechan.
"Diem lu," Haechan membalas sambil tertawa, merasa nyaman dengan suasana malam ini.
Mereka pun masuk ke dalam acara pesta. Jeno selalu menjaga Haechan, tidak ingin ada pria-pria yang mendekat. Renjun memilih untuk duduk diam di kursinya, menikmati suasana.
"Kenapa diem, Njun? Sakit?" tanya Haechan, khawatir.
"Enggak, tadi gue udah matiin setrika belum ya?" tanya Renjun, tiba-tiba teringat sesuatu.
"Kebiasaan, jangan kayak dulu lagi. Sampai masuk rumah sakit gara-gara lupa matiin setrika," Haechan menasihati sambil tertawa kecil.
"Ssstt, selain donatur, dilarang ngatur," Renjun membalas dengan senyum nakal.
"Aduh, gemesnya temen gue, rasanya pengen gue banting," Haechan berkata, sambil memeluk Renjun dengan semangat.
Mereka berdua saling bertatapan, lalu tertawa bersama. Ada kebahagiaan yang akhirnya muncul, meski masih ada kesedihan yang tersembunyi.
BERSAMBUNG...
![](https://img.wattpad.com/cover/371033062-288-k775028.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Posesif Husband {Nohyuck} ✔✔
FanficHaechan menemukan cinta sejati dengan Jeno, suami super perhatian dan melindungi nya dari segala bahaya "Jeno suamiku yang selalu menjagaku"- Haechan Nohyuck area Jeno top Haechan bot NO PLAGIAT 🚫 Start: 15 Juli 2024 End: 7 November 2024