Jejak Rindu dan Ancaman Gelap

2.4K 106 2
                                    

Keesokan harinya, para pelayat datang, termasuk orang tua Jeno dan Renjun, serta beberapa teman dekat dari ayah Haechan.

Haechan duduk termenung, matanya terpaku pada foto sang ayah yang terpasang dengan rapi di samping peti.

"Papa..." lirih Haechan, suaranya penuh kerinduan.

Tiba-tiba, seorang wanita, yang tampak anggun seperti model, berlari menghampiri dan memeluk Haechan erat.

"Hiks... Haechan... hiks..." tangisnya pecah, seperti hujan yang turun begitu deras.

"Nuna, papa... hiks... papa..." Haechan membalas pelukan sang kakak, merasa lebih tenang di pelukannya. Jeno baru kali ini melihat sosok kakak perempuan Haechan, karena Haechan jarang sekali membicarakan tentangnya.

Sang kakak menghapus perlahan air mata yang membasahi pipi Haechan.

"Udah, jangan nangis lagi ya," katanya lembut.

"Hmm..."

"Papa akan segera dikremasi," ucapnya pelan, seolah berbicara kepada angin.

"Nuna, nuna tetap akan kembali ke Korea, kan?" tanya Haechan, suara penuh harap.

"Maaf, sayang... nuna harus kembali ke Kanada. Nuna tidak bisa meninggalkan perusahaan papa begitu saja," jawab kakaknya dengan tatapan penuh penyesalan.

"Iya deh, nuna," jawab Haechan, meski hati terasa berat.

Setelah pemakaman selesai, Jeno mengajak Haechan pulang. Ia khawatir jika Haechan dan bayi mereka akan kelelahan.

"Nuna, pamit ya. Nuna nggak mau berlarut-larut dalam kesedihan atas kepergian papa," ucapnya, mengusap lembut rambut adiknya.

"Aku bakal kangen sama nuna," kata Haechan, suara bergetar.

"Kalau ada waktu, nuna akan kenalkan calon nuna sama kamu," kata kakaknya, tersenyum tipis.

"Iya, hati-hati ya nuna," jawab Haechan, meski rasa rindu sudah mulai menggelayuti hati.

"Iya, Jeno, duluan ya," kata kakaknya, melambaikan tangan dengan perlahan.

"Iya," jawab Jeno, mengangguk.

Jeno menuntun Haechan menuju mobil mereka.

Sesampainya di rumah, Haechan masih terdiam, duduk terkulai di atas ranjang. Jeno segera mandi, mencoba menenangkan diri. Setelah selesai, ia menyuruh Haechan untuk mandi, khawatir tubuhnya terasa lengket akibat keringat.

Tiba-tiba ponsel Jeno bergetar.

"Halo?"

"Jen, lo udah di rumah?"

"Iya, kenapa?"

"Enggak, ini tadi ada seorang wanita nggak tau siapa cari lo di kantor."

"Udah, biarin aja. Besok aja gue tinjau ke kantor. Sekarang kasihan istri gue, baru kehilangan," jawab Jeno dengan suara tegas, mencoba menghindari hal-hal yang tidak perlu.

"Yaudah, gitu aja," jawab suara di ujung sana, sebelum telepon terputus.

"Kebiasaan anak setan," gumam Jeno, merasakan kesal yang mulai muncul.

Ia keluar dari kamar mandi, melihat Haechan yang sudah kembali rapi setelah mandi.

"Sayang," panggil Jeno lembut.

"Ya?" jawab Haechan, menoleh.

"Kamu masih sedih, ya?" tanya Jeno, penuh perhatian.

"Aku sudah mencoba untuk ikhlas, tapi sulit, Jeno..." jawab Haechan, suaranya serak karena tangis yang belum juga reda.

Always Together (Nohyuck) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang