Part 13

1.8K 100 4
                                    

Hari itu, Haechan tiba di mansion Renjun, terhanyut dalam perbincangan dan tawa hingga senja menyapa. Waktu seakan melambat saat ia bersamanya, berlarut dalam kehangatan persahabatan yang langka. Namun, ketika akhirnya Haechan memutuskan untuk pulang, Renjun mengantarnya sampai di gerbang mansion.

Sesampainya di rumah, ternyata Jeno belum pulang. Haechan bergegas, membersihkan tubuhnya yang lelah, lalu turun setelah mendengar suara mobil Jeno yang familiar.

"Jeno!" pekiknya dengan antusias, berlari untuk memeluk suaminya yang baru pulang.

Jeno tersenyum lelah, menggendong Haechan dalam pelukannya, "Capek, sayang. Gini dulu aja," ucapnya dengan suara serak, masih memeluk tubuh mungil Haechan yang terasa seperti obat bagi lelahnya.

"Jeno, mandi dulu aja. Aku siapin air anget," ujar Haechan lembut, namun Jeno menolak dengan senyum.

"Aku bisa sendiri, sayang. Kamar mandi licin, kalau kamu bolak-balik ke sana dan jatuh gimana?" Jeno bertanya dengan nada penuh perhatian.

"Yaudah, sana mandi. Nanti aku nyusul ke atas," jawab Haechan dengan senyum tulus, melepaskan pelukan hangat Jeno.

Jeno menuju kamar mandi, dan Haechan tahu, Jeno pasti sangat lelah. Dengan cepat, Haechan menyiapkan nasi hangat dan lauk-pauk yang cukup banyak, untuk menemani suaminya setelah ia mandi. Ia mengambil meja kecil dan menaruh hidangan itu di atasnya. Lalu, Haechan duduk bersila di samping meja, menunggu Jeno dengan sabar.

Setelah beberapa lama, Jeno keluar dari kamar mandi, terkejut melihat makanan yang sudah disiapkan Haechan di kamar. "Kenapa dibawa ke sini, sayang?" tanyanya, sedikit bingung.

"Ayo makan bareng, kan capek," jawab Haechan, matanya berbinar dengan kasih sayang.

Jeno terkekeh, "Haha, ayo sayang," jawabnya, akhirnya duduk di samping Haechan.

Mereka makan lesehan, dalam keheningan yang nyaman. Tidak ada kemewahan, hanya kehangatan di antara mereka. Setiap suapan yang Haechan suapkan, seperti obat bagi kelelahan Jeno, dan setiap detik yang berlalu, membawa mereka semakin dekat.

Usai makan, Haechan membereskan segala sesuatu, dibantu oleh Jeno yang turut mengumpulkan piring-piring kotor dan membawanya ke tempat cuci piring. Keduanya kembali ke kamar, lalu Haechan bersandar pada headboard sambil Jeno berbaring di sampingnya.

Dengan lembut, Jeno melingkarkan tangan kekarnya pada perut Haechan. "Jeno ngantuk?" tanya Haechan, dengan nada penuh perhatian.

"Iya, aku ngantuk, sayang. Aku tidur dulu, ya," jawab Jeno, matanya setengah terpejam.

"Iya, tidur aja," jawab Haechan, sambil perlahan menepuk-nepuk punggung Jeno hingga suaminya tertidur.

Dengan satu tangan, Haechan melanjutkan menonton video di ponselnya, namun seiring waktu, kantuk datang begitu saja. Ponselnya pun ia letakkan, memutuskan untuk ikut tidur.

Namun, tak lama kemudian, sekitar pukul delapan malam, Haechan kedatangan tamu yang tak terduga. Jaemin tiba di depan pintu, dan Haechan turun menyambutnya.

"Loh, Jaemin, tumben?" tanya Haechan dengan terkejut.

"Suami lo mana?" tanya Jaemin, menatap ke sekeliling rumah.

"Dia tidur dari tadi, capek banget," jawab Haechan sambil duduk di sofa. "Ada apa, Na?"

"Ngga, ini cuman mau main aja, gabut. By the way, Renjun gimana?" Jaemin bertanya dengan nada ringan.

"Ya gitu, tembak aja. Dia udah bisa nerima lo kok," jawab Haechan dengan santai.

"Lo ngga bohong?" tanya Jaemin, matanya sedikit ragu.

"Ngapain gue bohong, Na," jawab Haechan sambil tertawa ringan.

"Oke deh, bakal gue ajak kencan dia," ujar Jaemin, senyum di wajahnya lebar.

"Yaudah, kalau udah kencan, langsung aja nikah. Biar ada bestie buat anak gue nanti," jawab Haechan sambil terkekeh.

Jaemin tertawa, "Yaudah, karena suami lo tidur, gue mau balik dulu. Oh iya, besok dia harus keluar kota," katanya, beranjak dari tempat duduk.

"Iya, bakal gue bilangin ke Jeno nanti kalau dia udah bangun," jawab Haechan, mengantar Jaemin sampai ke pintu.

Setelah Jaemin pergi, Haechan kembali ke kamar. Suaminya masih terlelap dalam tidur yang pulas. Haechan duduk kembali di samping Jeno, bersandar di punggungnya yang hangat, dan perlahan-lahan, kantuk itu menyapa kembali.

Keesokan harinya, saat Haechan membuka mata, ia melihat Jeno sudah lebih dulu terbangun, rapi dengan pakaian yang sudah dikenakan. Haechan baru saja membuka matanya, dan dengan suara yang masih mengantuk, ia memanggil suaminya.

"Eungh... Jeno..." panggil Haechan dengan suara pelan.

"Hmm... iya sayang, kenapa?" jawab Jeno, matanya setengah terpejam.

"Kata Jaemin, kamu harus keluar kota," kata Haechan, sambil duduk sedikit.

"Loh, Jaemin datang tadi malam?" tanya Jeno, terkejut.

"Iya, dia datang. Kamu tidur," jawab Haechan, sedikit tertawa.

"Yasudah, kan cuma keluar kota sehari aja. Kamu nitip apa?" tanya Jeno, sudah mulai bangkit.

"Ngga ada," jawab Haechan.

"Yaudah, aku berangkat ya. Jangan capek, istirahat aja," ucap Jeno dengan lembut, menyentuh kepala Haechan.

"Iya, Bapak lijen," jawab Haechan, tersenyum.

Jeno memeluknya erat, dan mengecup puncak kepala Haechan, "Kalau butuh apa-apa, telepon Jaemin aja, atau Renjun," katanya, memberi pesan.

"Iya, pasti," jawab Haechan dengan penuh keyakinan.

Setelah Jeno pergi, Haechan berangkat ke mall bersama Renjun, mencari perlengkapan bayi. "Njun, gue mau beli perlengkapan bayi dulu," ujar Haechan.

"Tentu, kita ke toko perlengkapan bayi," jawab Renjun dengan semangat.

Mereka menghabiskan waktu berkeliling, memilih baju bayi, tempat tidur bayi, dan berbagai perlengkapan bayi lainnya. Setelah selesai berbelanja, mereka makan bersama di mansion. Tak lama, Jaemin datang dengan ekspresi serius di wajahnya.

"Loh, Jaemin, kenapa?" tanya Haechan, kaget melihat ekspresi Jaemin yang tegang.

"Suami lo kecelakaan kerja. Dia jatuh dari lantai dua saat meninjau proyek bangunan," ujar Jaemin dengan suara penuh kekhawatiran.

Haechan membeku. "Trus, gimana keadaan Jeno? Udah dibawa ke rumah sakit? Bisa anterin gue ke sana?" Pertanyaan Haechan terlontar begitu cepat, penuh kecemasan yang menggelayuti hatinya.

Jaemin, yang terkejut mendengar betapa cemasnya Haechan, hanya bisa mengangguk pelan, "Ayo, gue antar."

BERSAMBUNG...

My Posesif Husband {Nohyuck} ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang