28 Tahun

174 20 4
                                    

"Kalian memang senior di sini, tapi bukan berarti kalian bisa mengomentari pilihan hidup kami sesuka hati. Itu masalah pribadi, kenapa malah kalian yang repot?" Kwan menyahut dengan sewot. Mata melebar seiring semakin panjang kalimat yang ia keluarkan. Tidak peduli meski Shua berulang kali mengatakan bahwa ia tidak apa-apa, sudah biasa. Kwan berpikir justru karena sudah biasa itulah mereka semua harus diberi pelajaran agar berhenti mengusik privasi orang lain. "Memangnya kalian mau tanggung jawab kalau Shua menjadi korban KDRT karena sudah sembarangan menerima lamaran orang? Apa kalian mau menanggung semua biaya sekolah anak-anak Shua mulai dari TK sampai kuliah, kalau Shua menerima lamaran laki-laki mokondo?"

Dua orang ibu-ibu yang sebenarnya harus Shua dan Kwan hormati karena lebih senior di kantor mereka itu langsung pergi dengan wajah marah. Bahkan sempat mengatakan kalau Kwan sama sekali tidak sopan terhadap mereka. Kwan tidak peduli. Toh ucapannya tadi benar. Memangnya mereka mau bertanggung jawab jika pernikahan Shua, atau mungkin pernikahan Kwan sendiri, tidak bahagia setelah menerima lamaran orang sembarangan tanpa berpikir secara matang?

Shua menghela napas. "Harusnya tidak usah kamu tanggapi... Mereka pasti sinis ke kita selama rapat nanti. Pasti mereka akan mencari-cari kesalahan kita untuk balas dendam."

"Kamu tahu kan apa fungsinya mulut? Ya, betul, untuk bicara. Bicara tentang apa? Tentang kebenaran. Bukan malah bicara tentang keburukan seperti Mak Lampir seperti mereka tadi!" Sungguh. Kwan sungguh murka. Ia penasaran hati Shua terbuat dari apa sampai masih bisa bersabar dan ucapan dua Mak Lampir tadi hanya dianggap angin lalu olehnya. Padahal Kwan sangat murka, meski hanya sebagai teman kerja Shua yang baru kenal empat tahun belakangan. Melihat ada seseorang yang lewat, Kwan melanjutkan kalimatnya sebagai validasi. "Benar kan, Dik?"

"Hah?" Langkah Dikey terhenti. Menatap Shua dan Kwan bergantian. "Apa?"

"Itu... Mak Lampir berulah lagi..."

"Oh..." Tanpa harus dijelaskan pun Dikey mengerti dengan kode tersebut. Mengangguk tanpa ragu. "Ya, Kwan benar."

Mata Shua menyipit, menelisik gerak-gerik Dikey. "Memangnya apa yang benar?"

Dikey jauh lebih mengenal Shua dibanding Kwan karena mereka sudah berteman sejak berada di bangku SMA. Kuliah pun mereka berada di fakultas yang sama meski mengambil jurusan yang berbeda. Maka jangan heran jika melihat mereka sangat dekat meski sebenarnya Dikey sedikit tertutup terutama dengan seorang perempuan. Dengan Kwan yang sangat mudah bergaul saja Dikey butuh waktu yang lama agar bisa seakrab sekarang. Hingga saat ini pun belum terlalu akrab. Masih ada banyak hal yang tidak mereka ketahui satu sama lain.

Lain halnya dengan Shua. Dikey sangat kenal dengan shua. Maka dari itu, saat tahu Kwan mengomeli senior mereka karena terus membujuk Shua agar cepat-cepat menikah karena umurnya sudah menginjak 28 tahun, Dikey sangat mendukung langkah Kwan. Meski di bibir Shua mengatakan tidak apa-apa, Dikey tahu persis kalau hati Shua telah teriris. Sayangnya tidak ada yang bisa Dikey lakukan selain menghiburnya sedikit.

Dikey memberi respon. "Itu karena mereka tidak memiliki hal yang bisa dibanggakan selain pernikahan mereka."

✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・*

Shua menegakkan punggungnya begitu berhasil menyelesaikan tugas hari ini. Menarik napas panjang-panjang hingga rasanya sesak napas lalu dihembuskan secara perlahan dan tidak kalah panjangnya. Akhirnya. Shua melirik jam yang ada di komputer kerjanya. Hampir jam delapan. Azan isya pun terdengar tidak lama setelahnya.

Saat keluar dari ruangan, suasana kantor mereka menjadi jauh lebih sunyi dibandingkan sore hari. Meski bisa ia lihat ruangan lain pun masih terang benderang yang menandakan bahwa yang kerja lembur hari ini bukan hanya dirinya. Mampir ke toilet sebentar lalu merapikan penampilan rambutnya yang agak berantakan karena berulang kali ditarik setiap kali bingung harus mengetik apa, Shua tersenyum tipis menghadap cermin. Ia harus segera pulang sebelum kedua orangtuanya cemas.

TIRA(MISS-YOU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang