Oh! My Bodyguard

259 28 6
                                    

Tubuh gemetar dan berkeringat. Kalau dihitung, mungkin sudah dua kilometer jauhnya ia berlari. Padahal sangat jarang berolahraga. Pantas saja dadanya terasa sangat sakit dengan tarikan napas yang memendek. Tidak mati di tempat saja bisa dikatakan sebagai salah satu keajaiban dunia. Apalagi jika sampai berhasil lolos dari kejaran manusia berperilaku layaknya binatang tadi: seperti seekor anjing yang mengejar seekor anak kucing.

Tarik napas dalam-dalam, tahan beberapa detik, hembuskan. Napasnya kini jauh lebih baik. Lalu menggigit bibir bawah kuat-kuat sebelum dengan nekat mengintip keluar. Demi memastikan seekor anjing tadi, yang tentu bukan sungguhan seekor anjing, tidak lagi mengikuti. Saking gugupnya, untuk menelan ludah sendiripun terasa sulit dan pahit.

Aman. Napas yang sempat tertahan langsung berembus dengan lega. Selamat sudah. Memang kejadian seperti ini bukanlah kali pertama. Namun kali ini jauh lebih menakutkan dari biasanya karena ia terus dikejar hingga berkilo-kilo meter jauhnya. Padahal biasanya cukup berlari satu menit, penguntit itu tidak lagi mengejar.

Ia langsung berdiri, menepuk celana bagian bokong yang kotor akibat terduduk di tanah selama bersembunyi di semak-semak taman kota. Mengambil ponsel genggam. Bahkan jari-jari lentik itu terasa sangat licin saat menyentuh layar ponsel, saking berkeringatnya. Terlalu ribet mengetik pesan. Langsung saja menghubungi salah satu nomor telepon. "Kamu benar, semakin lama stalker itu semakin tidak punya otak. Tolong bawa preman dari pasar mana pun untuk menjadi bodyguard-ku."

✧・゚:*:・゚✧

"Dia gadis sinting, tapi tidak melebihi sintingnya dirimu," katanya, lalu terdengar kekehan setelahnya. "Aku serius, tidak usah tertawa. Dia sinting, gila, dan kata-kata pujian lainnya. Sepertinya kalian berdua akan sangat akrab bahkan meski baru lima menit bertemu. Tapi ingat, jangan pernah membuatnya pusing. Membuatnya pusing sedikit saja, kamu akan dimusuhinya selama berminggu-minggu. Dan jangan pernah melanggar aturan apa pun yang nanti dia buat. Jika kamu melakukannya, dia tidak akan segan-segan memenggal lehermu. Bukan lagi sekadar memecatmu."

"Ah... Karena itu kah kamu menyebutnya sinting? Sungguhan sinting? Aku kira hanya sinting." Saat mengatakan kata sinting, Seokmin mengangkat jari telunjuk dan tengahnya dan digerakan naik-turun bersamaan. Sinting dalam tanda kutip: terlalu bersemangat, mungkin. Sehingga agak ceroboh dan terkadang menyebalkan. Seperti dirinya sendiri. Ya, Seokmin akui ia memang sinting. Dalam tanda kutip.

Jihoon menyelesaikan lipatan baju terakhir sang adik. Dilempar tanpa merusak lipatannya. Tersandar pada dinding bercat biru. Sebiru langit. Terlalu cerah untuk ukuran kamar seorang anak laki-laki. Seokmin sempat memprotes warna itu kepada Ayah Lee, namun malah mendapat hantaman di tulang kering. Jihoon bilang jangan membuat ayah mereka mengeluarkan uang lebih demi mengubah warna cat kamar itu lagi. "Dia gadis yang sangat populer. Aku rasa, disengaja atau tidak, kamu pernah melihat fotonya di sosial media."

"Woah! Apakah dia seorang idol?"

Sebuah bantal melayang dari tangan Jihoon. "Dia populer karena sangat cantik dan memanfaatkan media sosial untuk meraup untung, bahkan dia tidak mau bergabung dengan agensi meski sering mendapat tawaran," katanya. Mengulurkan kedua kaki. Duduk di lantai yang entah kapan terakhir kali Seokmin bersihkan. Meski baru sepuluh menit ia berada di dalam sana, rasanya sangat pengap dan berdebu. Mulai berpikir barang rongsok apa yang akan diungsikan ke sana begitu Seokmin tidak lagi tinggal di rumah itu dan secara resmi bekerja menjadi seorang bodyguard. Dijadikan gudang.

Cuaca sedang sangat panas ketika Seokmin dan Jihoon turun dari bus yang membawa mereka ke seoul. Ditambah Seokmin membawa semua barang pribadinya dalam tas travel berukuran besar membuat tenaganya sangat terkuras hari ini. Namun sebisa mungkin rasa lelahnya ditutupi rapat-rapat terutama beberapa menit sebelum bertemu dengan calon bos. Ia tidak boleh gagal untuk yang kesekian kalinya dan mendapatkan pekerjaan kali ini. Untuk yang kesekian kalinya? Ya, Seokmin sudah mencari pekerjaannya di mana-mana, di kampung halamannya di Busan. Namun selalu gagal karena ia hanya memegang ijazah SMA. Sekarang pekerjaan untuk murid SMA dipenuhi oleh pekerja paruh waktu yang bayarannya lebih murah dibandingkan mempekerjakan pekerja tetap.

TIRA(MISS-YOU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang