Setelah penentuan tanggal pernikahan, Mina lebih banyak menghabiskan waktu di pendopo, belajar berbagai macam hal bersama Ibu, Oetari, dan para pembantu lainnya— Ibu dan Oetari cukup sadar, bahwa Mina bukan gadis Jawa tulen yang mungkin belum mengenal adat istiadat juga tradisi yang harus dipelajari. Oleh sebab itu, daripada menjadi perbincangan ketika Mina telah menikah nanti— bukankah lebih baik Ibu mengajarinya terlebih dulu?“Ada satu buku bacaan yang paling penting,” ucap Ibu sambil melirik kekanan kekiri— saat Oetari ijin kebelakang untuk mengambilkan Mina segelas air minum. Mina bertanya-tanya.
“Apa itu, Ibu?” Ibu mengeluarkan sesuatu dari balik kebayanya, dari dalam perut rampingnya menyembunyikan sebuah buku tebal bersampul cokelat tua.
“Sebelumnya, tulisan dalam buku yang asli itu berbahasa Jawa kuno, dan Ibu yakin— cah ayuku yang amat sangat pintar ini ra bakal ngerti. Jadi, telah ibu terjemahkan—” Mina membulatkan matanya, lalu menggenggam tangan Ibu dengan gembira.
“Ibu, terima kasih ya? Tapi— Ha?!” kaget Mina saat sedikit membaca isinya, ia tidak paham mengapa Ibu memberikan buku ini pada awalnya, namun ia rasa memang sepatutnya harus tahu tentang hal itu.
Bagaimana tidak, Mina dibesarkan di lingkungan sebelumnya yang hanya mengenal hubungan itu adalah sesuatu yang liar, tanpa cinta, dan hanya nafsu semata. Namun, karena ia akan menjadi menantu seorang Bupati, dan istri dari seorang Raden Mas, mau tidak mau Mina harus mempelajari seluruhnya termasuk— buku yang diberikan oleh ibu.
Rasanya, tak perlu Mina jelaskan isi buku itu terlalu dalam, namun— agar pembaca ikut memahami, biarkan Mina menjelaskan secara singkat saja.
Buku yang berisi tentang bagaimana cara melayani suami dengan baik berdasarkan adat, dimulai dengan melayani makanannya, pakaiannya, menyambutnya, memijat, dan bagaimana bercampur dengan suami berdasarkan tradisi turun temurun.
Sampai sini, Mina mengerti bahwa dirinya yang dulu akan sepenuhnya tergantikan dengan diri yang baru, yang lebih mendalami sebuah ilmu dan tatakrama meskipun dahulu Tuan dan Nyonya Nakamoto pun mengajarkan hal yang sama, tapi kali ini— Mina akan menjadi bagian dari keluarga yang berbeda.
“Sejak kedatanganmu, kehidupan Ibu menjadi lebih baik dan lebih berwarna, cah ayu.. sayangku.” Mina tersenyum, ia memeluk buku itu erat-erat dan menyembunyikannya ditempat sang ibu mengajarinya, didalam kebaya, diatas perut rampingnya.
Mina merebahkan kepalanya pada paha Roemi, ia memejamkan mata menikmati usapan lembut Roemi pada rambut panjangnya.
“Ini belum seberapa dari sepantasnya hal indah di dunia yang harus kau terima.” sambung Ibu, Mina lalu meraih tangan ibunya, mengusapnya dengan lembut.
“Sebelumnya, aku tidak pernah merasa sehangat bersama Ibu disini. Terimakasih ya, Bu?” Roemi tersenyum manis, ia lalu memeluk Mina dengan erat.
“Apabila suatu saat, keluarga Diksa atau bahkan Diksa berlaku macam-macam padamu— kembali saja kesini, ya?”
“Rumah ini, rumah kita. Peluk ini, peluk yang hangat untuk menyambut Mina setiap kali Mina datang.” Mina mengangguk, ujung pelupuknya menahan air mata yang hendak menetes.
“Lahirkan keturunan yang baik, besarkan dengan apik. Aku akan menunggu di gerbang depan setiap waktu untuk mendengar sapaanmu dan cucu-cucuku nanti.”
Mina kini tidak tahan untuk tidak bangkit dari posisinya yang merebahkan kepala diatas paha Ibu Roemi, ia memeluk Ibu Roemi dengan erat-erat.
Pertama kali dalam seumur hidupnya, meskipun kehidupannya dibayar hanya untuk menggantikan yang telah tiada— namun kasih sayang seorang Ibu yang ia rasakan bukan candaan belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himawari; Myoui Mina
FanfictionBerlatar tahun 1910, mari ikuti kisah perjalanan bunga matahari yang setia, bernama Myoi Mina. Mengubah nama menjadi Namina Aroemaisa- ketika diangkat menjadi putri seorang pemilik suikerfabriek (pabrik gula) sekaligus keturunan bangsawan di Kota S...