Selain menjadi tetangga renjun, mark juga berperan menjadi teman sekaligus bawahan jaemin
Kini mereka tengah di sebuah apartemen yang tak lain tak bukan milik jaemin sendiri.
Jaemin mengetuk ngetuk jemarinya di meja kaca yang ada di depannya sembari berpikir keras
"Kau yakin ini tak berhubungan dengan jeno?" Tanya jaemin sembari menatap markMark terlihat tak yakin di sebrang sana " ntah lah, seingatku mereka memang tak pernah melakukan hal sampai sejauh itu.
Namun apa kau yakin dia benar benar hamil dan mempunyai anak sekrang?" Tanya mark balik kepada jaeminSejujurnya jaemin juga tidak tau, dirinya hanya dengar dri jeno yang tiba tiba marah menghampiri dirinya " atau biar ku cari karina ada dimana, kita bisa menanyakannya langsung " tutur mark kembali
Jaemin menghela nafas sembari mengusap wajahnya dengan kasar " dia sudah meninggal, kau saja yang ke akhirat sendiri dan tanyakan padanya"
Mark terkejut bukan kepalang, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat "jaem?"
"Tak apa, lagipula aku sudah move on sejak lama tapi mendengar kabar duka seperti ini juga tak berarti aku tak sedih kan? "
Jaemin bangun dari duduknya " tentang riwayat hidup sekretaris baruku, kau sudah mendapatkan hasil?" Bertetangga dengan renjun membuat pekerjaan mark jauh lebih mudah
Mark mengangguk " dia belum pernah menikah " tutur mark
"Anak lelaki yang bersamanya ia adopsi dari salah satu panti asuhan dan di beri nama jaenan"
Jaemin tak menjawab, ia memilih untuk berbalik dan akan pergi pulang ke rumah untuk bertemu dengan jeno
"Jaem" Panggil mark disaat langkah jaemin kian menjauh
Jaemin berbalik " kau tertarik dengan renjun?"
Jaemin terkekeh, ia mengangkat bahu acuh lalu pergi meninggalkan mark begitu saja
.
.
.Jaemin memasuki kamar jeno tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia lihat jeno yang cukup terkejut lalu berdecak pelan untuk memberi tanda bahwasanya ia sedikit kesal
Tak banyak pembelaan yang jaemin berikan, lelaki tampan itu hanya tetap berjalan seperti biasanya dan merebahkan diri di kasur milik jeno
"Kau yakin itu bukan tanggung jawabmu?" Perkataan jaemin membuat jeno yang tadi masi sibuk dengan laptopnya kini teralihkan
Jeno memijit pelipisnya dan menghela nafas pelan " aku bersumpah demi apapun jaem, kupikir itu ulah kalian yang main di belakang ku"
Kali ini jaemin yang berdecak kesal.
Asal kalian tau saja, hubungan jaemin dan jeno tidak jauh jauh dari kesalah pahaman dan kurangnya komunikasi, jika mereka tak akur seperti yang kalian tau saat ini, itu bukanlah suatu hal yang tidak heran bukan?
Kini jeno menatap lekat sosok jaemin yang ada di depannya " kau sudah mencari tahu dimana terakhir kali karina tinggal?setidaknya kita perlu anaknya untuk mencari siapa ayahnya bukan, itu bisa saja kesalahan kalian saat seda-
"Kau masi saja menuduhku?!kenapa tidak Tanya dirimu sendiri?mungkin saja itu perbuatan tidak sadarmu!"
Jeno cukup terkejut atas teriakan jaemin, lagipula siapa yang tidak kesal di tuduh terus terusan " ya baiklah!mungkin saja itu salah satu dari kita, jadi aku menyuruh orangku mencarinya, dan lakukan hal yang sama pula"
Jaemin memcibir pelan " Tanpa kau suruh aku sudah lebih dulu melakukannya, aku pulang. Rumah ini membuatku sesak" Lalu ia keluar dari kamar jeno serta rumah besarnya saat ini
Jeno menyandarkan tubuhnya di kursi putar yang ia duduki, kepalanya benar benar pusing, ntah yang mana satu yang harus ia percaya
"Giselle " gumam jeno pelan sebelum akhirnya meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak begitu saja.
Ia menghubungi wanita cantik itu dengan segera "jawab lah ku mohon"
Sambungan telepon dari sebrang sana tersambung, jeno menegakkan badannya " maaf menghubungi malam malam" ucap jeno sebagai pembuka
Jeno menunggu jawaban dari sebrang sana yang tak kunjung ada jawaban " halo?"
"Temui aku 2 hari lgi di rumah sakit"
Lalu sambungan telepon terputus, jeno memandangi layar ponselnya yang perlahan menghitam sembari menghela nafas pelan, apa sesulit itu mencari tau tentangnya?
Suara ketukan pintu membuat jeno tersadar atas lamunannya "masuk"
"Jen"
Jeno kembali menduduki diri di kursi putarnya " kau tau ini jam istirahatku bukan?" Tanya jeno kepada seseorang yang ada di hadapannya
"Aku tau, tapi kurasa hal yang akan ku sampaikan lebih berarti dari pada jam istirahatmu"
Pria yang tadi memasuki kamar jeno melempar sebuah amplop coklat besar ke meja kerja milik jeno " bukalah, seseorang mempertaruhkan nyawanya hanya untuk mengirimmu itu dari diriku"
Jeno dengan heran meraih amplop tersebut sembari menatap kaka tirinya, lucas.
amplop tersebut berisikan data data kehamilan milik karina, foto usg, satu foto seorang bayi, bahkan akte kelahiran dari sang buah hati.
Jeno menatap lucas dengan heran " kau tau pasti siapa yang mengirimkannya?"
Lucas terkekeh pelan mendengar pertanyaan dari jeno " entah lah, kita tak cukup dekat untuk saling bercerita " Lalu ia pergi meninggalkan jeno yang di kepalanya terdapat sebuah tanda tanya
" jaenan ?"
Bersambung....