di tengah Sebasta dan Kai memakan martabak yang dia beli di mamang-mamang. Kai mendapat telepon dari seseorang, menurut Sebasta mungkin itu adalah nyokapnya, yang mungkin menanyakan kabar anaknya sudah sampai dalam keadaan selamat. Jadi dia tidak terlalu khawatir. Namun, ketika Kai mulai berbicara sedikit keras dan puncaknya dia memaki orang di sebrang telepon sana. Sebasta mulai mengerutkan keningnya, tanda heran mengapa Kai semarah itu kepada Nyokapnya.
Untuk saat ini kai berada di apart nya, karena ruangan Kai masih di bersihkan oleh para cleaning services dan Sebasta inisiatif untuk Kai mampir di kamarnya terlebih dahulu.
Ding dong
Suara bel berbunyi. Sebasta melihat dan mendapati para cleaning services yang menginformasikan bahwa pekerjaan mereka selesai.
"Oh, oke pak. Nanti saya sampaikan kepada kai, ngomong-ngomong transaksinya sudah clear kan pak?"
"Oh, sudah. Tadi costumer sudah mentransfer kami lewat BCA." Jawab petugas cleaning services kepada Sebasta. Di sambut nafas lega olehnya, alih-alih belum bayar si Kai nya dia juga tidak ada saldo di ATM nya.
"Oalah.. baiklah pak. Terima kasih atas kerja sama nya." Ucap Sebastia ramah sambil menangkup kedua tangannya di dada, dan di sambut juga oleh para petugasnya.
"Baik, terima kasih kembali. Kami pamit, selamat siang." Ucap petugas, disambut senyuman ramah ala-ala kantoran. Dibalas tentunya oleh Sebastian, tak kalah manis.
Sebastian menutup kembali pintu apartnya, setelah petugas itu hilang dari pandangan. Dia diam sejenak dan berpikir sebaiknya dia membuat kopi atau teh yang bisa dia nikmati bersama Kai di sisa waktu anak pantai itu pindah ke kamar barunya.
"Bikin kopi apa teh ya?" ucapnya ke dirinya sendiri. Disana ada bermacam kopi dan bermacam merek teh. Tak lupa juga, ada tiga jenis merek susu. Karena Sebastian suka sekali minuman campuran susu, maka dia men-stock minuman kesayangannya ini di lemari yang khusus. Agar tidak bercampur oleh bahan-bahan lainnya seperti bumbu-bumbu.
"Apa gw buat makanan aja ya sekalian?" gumamnya lagi.
Dia berpikir bahwa Kai hanya memakan dua atau tiga suapan martabak, dan sisanya tentu dia yang habiskan. Karena di potong oleh seseorang yang menelponnya, menjadikan Kai hanya mengambil jatah segitu. Sedangkan sisanya, jangan ditanyakan lagi karena itu sudah terbuang di perut sixpack si Sebastia.
"Iyadeh gw buat aja, mie ramen ala-ala sosis ini boljug juga." Tanpa pikir panjang dia segera meracik idenya tersebut.
***
"Pokoknya papah ga mau tau, kamu harus pin-"
TUT, terpaksa aku matikan sepihak karena sudah muak dengan ocehan papah yang tidak ada gunanya untuk saat ini. Melihat ke sekitar, di lantai 9 ini. Gedung-gedung dan rumah-rumah sangat berdempetan seperti pikirannya. Tidak beraturan, berkabut, dan.. berat. Gedung-gedung itu adalah sudah pasti tuntutan ayahnya sedangkan gedung-gedung kecil itu adalah tuntutan ibunya. Kemudian aku melebarkan lagi pandanganku.
Ada taman.
Aku terdiam, memikirkan. Apakah 'aku' adalah taman itu?
Tidak. Aku merasa, aku tidak menuntut diriku sendiri untuk membuahkan hasil yang menyenangkan. Gedung tinggi, sangat menjengkelkan. Gedung-gedung kecil, itu biasa saja. Tetapi taman, kurasa harus ada yang mengisi di dalam diriku. Segera. Karena aku takut, taman di dalam diriku ini tergusur entah itu untuk proyek gedung kecil, atau lebih parahnya lagi menjadi gedung besar.
"Kai! Masuk, gw ada buat mie ramen buat lu." Teriakan Sebastian menyadarkanku dari lamunan panjang mengenai gedung-gedung dan taman. Sambil menghembuskan nafas, aku berbalik badan masuk ke dalam dan meninggalkan balkon.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SEA YOU NEVER KNOWN -MOM-
Hayran Kurgu"laut yang tidak pernah dikenal." ucapku ke Rhea. tentu saja itu membuatnya tertantang untuk berpikir. aku sudah hapal dengan sikapnya. "maksud lu, si laut itu lu sendiri?" tebaknya disusul dengan mata berbinar menunggu jawabanku, sungguh itu sangat...