VILLAIN 1 (a)

22 3 1
                                    

SEMESTA TERLALU LUAS untuk diketahui secara keseluruhan. Bahkan, saat sudah mengetahui penuh mengenai sebuah semesta, masih ada semesta-semesta lain yang tersembunyi.

Di dalam Bumi tempat manusia membangun peradaban dengan pesatnya, terdapat sebuah misteri tersembunyi yang menentang logika. Mereka ada di antara kita, tetapi tersembunyi oleh "kesadaran".

Legenda-legenda pun terus berkembang, menceritakan banyak hal di luar nalar yang sudah terbukti atau tanpa bukti kebenarannya. Yurei dan Yokai menjadi salah satu hal yang melegenda. Dua hal menyeramkan yang tetap hidup tak lekang oleh massa, terutama bagi mereka yang terus memercayainya.

Mereka percaya, Yurei dan Yokai adalah legenda hidup menakutkan yang berbahaya. Mereka merepresentasikan bahwa Yurei merupakan arwah jahat, sementara Yokai merupakan perwujudan iblis. Mereka tetap hidup dalam ingatan menakutkan para manusia.

Lalu, di antara mereka, ada beberapa orang yang diberkahi memiliki kemampuan khusus, bahkan sejak lahir ke dunia. Merekalah Pure, yakni golongan manusia super yang keberadaannya memengaruhi keseimbangan semesta. Mereka diberkahi kekuatan super dan berurusan dengan bangsa-bangsa tertentu.

Di sebuah tempat, ketika malam beranjak makin dingin dengan rembulan tampak bersinar bersih, terlihatlah seorang pria berkepala plontos yang tengah mengerjakan sesuatu. Kedua tangannya yang tertutup kain haori cokelat kebesaran—dan agak merepotkan, dengan erat memegang ember kayu berukuran besar yang dicelupkan ke dalam sungai.

Sungai di depannya tampak mengalir jernih. Cahaya rembulan malam memantul kebiruan di atasnya, memperlihatkan sebagian titik sungai yang cukup dalam. Suara gemericik air menimbulkan suasana tenang yang memanjakan pendengaran. Pohon-pohon berdiri kokoh di sekelilingnya, sementara tiupan angin sepoi-sepoi membuat dedaunannya bergemerisik lembut.

Tiba-tiba pria itu mengangkat kepala dan menegakkan badan saat menyadari ada sebuah pergerakan lain. Tidak, tidak, gerakan yang cepat dan penuh ancaman ini bukan berasal dari hewan.

Sepasang matanya yang beriris kelabu menyisir keadaan sekitar dengan teliti. Semua tampak baik-baik saja. Sampai tiga detik berikutnya, ujung tajam sebuah pedang yang bercahaya tertimpa sinar rembulan, berada tepat satu senti di depan lehernya yang tak tertutup kain. Sontak ember kayu itu terjatuh dan hanyut dalam derasnya arus air sungai.

Si pria plontos menelan ludah. Matanya beradu pandang dengan sepasang iris yang menatap penuh mengancam.

"Berani sekali kau menginjakkan kakimu di sini!" Suara berat seorang pria terdengar sedikit samar karena mukanya keseluruhan tertutup kain hitam, termasuk bagian mulut.

"To–tolong jelaskan tujuan kalian lebih dahulu!" Pria plontos meminta baik-baik dengan gugup. Dia kembali menelan ludah. Tenggorokannya mendadak sekering tanah di musim kemarau panjang.

Namun, ucapannya tak diindahkan. Malah, pria tinggi di depannya langsung menghunuskan pedang. Sial! Ternyata dia tak datang sendirian, karena empat pria berpakaian serbahitam lainnya juga sudah mengacungkan pedang, siap bertarung—atau membunuhnya.

Ya, dia yakin, mereka dari kelompok yang sama, dengan tujuan sama pula; membunuhnya.

Dihadapkan dengan kematian dalam keadaan terdesak, pria plontos itu mencoba melindungi diri. Dia menghindari setiap serangan dan sabetan pedang yang terus mengincar leher atau perutnya.

"Aku hanya sedang mengambil air! Tolong jelaskan apa masalah kalian sebelum semua bertambah runyam!" Pria itu melompat ke atas batu besar di tengah-tengah sungai. Napasnya terengah, tubuhnya basah oleh keringat usai terlibat pertarungan sengit beberapa saat lalu.

"Kau mencurigakan. Mengaku saja, ada orang yang mengutusmu untuk datang ke tanah ini, kan?" Tuduh salah seorang pria berpakaian serbahitam dengan beberapa pelindung baja membungkus tubuhnya. Kepalanya pun tertutupi kain hitam yang diikatkan dan hanya menyisakan bagian mata. Sepasang matanya itu menatap bengis lagi buas.

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang