VILLAIN 6

1 1 0
                                    

Tidurnya yang nyenyak terganggu.

Orang-orang sialan itu kembali mengganggu hidupnya!

Mereka mengikat tubuhnya dengan erat. Bahkan, meski Ao Hiraga terus berontak untuk melepaskan kedua tangan dan kakinya, belenggu dari besi itu tak bergerak sama sekali.

"Sialan! Lepaskan aku!" Ao Hiraga berteriak-teriak pada orang-orang bersetelan putih yang tengah sibuk itu.

Namun, mereka hanya menatap dingin, sambil mendekat dengan tangan-tangan penuh peralatan dan mesin.

Cahaya lampu ruangan tak terlau memudahkan pandangan, cukup temaram. Namun, Ao Hiraga bisa melihat dengan jelas semuanya. Tubuhnya berkeringat dingin, jantungnya berdebar kencang, kedua matanya membola lebar-lebar.

"Tidak, tidak, tidak." Ia meracau ketakutan.

Jelas dirinya tak berdaya sekarang, apalagi saat orang-orang itu kembali memasangkan alat demi alat yang menyakiti tubuhnya. Ao Hiraga hanya bisa meredam teriakan kesakitannya dengan air mata bercucuran tak tertahankan.

Suasana bertambah menegangkan tatkala kedua kaki Ao Hiraga yang sudah buntung, akan dipasangkan alat baru yang berbentuk aneh. Namun, tiba-tiba terdengar suara aneh seperti orang tercekik.

Ao Hiraga membuka mata dan menemukan para dokter itu sudah seperti orang yang sekarat. Tubuh mereka mengejang dengan mulut terus mengeluarkan suara cekikan. Lalu, ada gumpalan asap hitam yang mulai mengepul keluar dari tubuh mereka.

Lama-lama, gumpalan asap itu membentuk sesosok makhluk.

Ao Hiraga memelotot setelah wujud asap itu telah sempurna. Sosok itu bertubuh tinggi yang hitam sepenuhnya, dengan mata-mata menyala merah yang memancarkan ancaman. Di tangan kirinya, ada sebuah cawan. Di tangan satunya lagi, ada sebuah palu besar.

Sosok itu mendekat. Ao Hiraga jelas makin terpojok. Padahal para dokter itu seperti akan mati, dan ia memiliki harapan untuk terbebas. Namun, ternyata mereka malah menatap kosong ke arahnya, dengan senyum misterius yang seperti mengejek.

"Kau harus memakai ini."

Suara sosok itu begitu dalam, dingin, kejam, dan penuh ngeri.

Selanjutnya, nasib nahas Ao Hiraga berpindah pada makhluk seperti iblis kematian itu. Cawan yang tadi dilihat Ao Hiraga, ternyata dipasangkan tepat di puncak kepalanya, sesaat setelah tubuhnya dibuat berdiri.

Lalu, sosok itu mendekat, mengangkat palu, dan mulai memukulkan cawan berleher runcing tersebut dengan sekuat-kuatnya di kepala Ao Hiraga.

"Berhenti!" Ao Hiraga merasa pusing bukan main. Nyawanya seperti akan tercabut. Darah yang mengucur dan terus mengalir deras dari luka di kepalanya, tak dapat menggambarkan kesakitan yang tengah dirasa.

Rasanya menyakitkan, sangat dan teramat menyakitkan.

Detik demi detik berlalu dengan teriakan kesakitan si pria malang. Sampai kemudian, proses kejam itu berhenti usai sebuah cawan kuningan terpasang kuat di kepala Ao Hiraga.

Kemudian, sosok itu mendekat dan mengalirkan air ajaib yang keluar dari tangannya. Ajaib, dalam sekejap, darah yang mengalir deras dari kepala Ao Hiraga, berhenti begitu saja. Bahkan, pria itu tak lagi merasa kesakitan. Air tersebut juga ternyata memenuhi cawan yang ada di kepala Ao Hiraga.

"Kau seorang penerus," katanya dengan tatapan lurus pada cawan yang sudah menyatu di kepala Ao Hiraga; hasil karyanya. "Air yang ada di cawanmu akan memberimu kehidupan setiap tetesnya. Jangan sampai kering, apalagi cawannya pecah; maka kau akan mati."

"Apa maksudmu?" Ao Hiraga terengah, masih kaget.

"Akan ada sebuah waktu langka, malam seribu Oni, yang akan membuat bumi tempatmu berpijak dibanjiri oleh darah." Lagi-lagi sosok itu bicara dengan suara dalamnya, dan mengabaikan kebingungan Ao Hiraga tentunya. "Kau harus menyelamatkan kaummu, para Yurei dan Yokai, dari ancaman seseorang yang tidak disukai surga dan neraka."

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang