VILLAIN 1 (b)

7 3 1
                                    

Harusnya ini menjadi malam yang tenang seperti malam-malam sebelumnya. Namun, Taira yang baru saja terlelap selama beberapa detik, merasakan bahaya mendekat. Maka, pria itu langsung berdiri dari tidurnya.

Hal pertama yang dia lakukan adalah membangunkan sang istri. Jelas, bahaya kali ini akan cukup merepotkan, dia yakin itu.

"Bangunlah! Bawa Tomo ke ruang bawah tanah dan tunggu di sana sampai situasi benar-benar aman!" titah Taira serius.

Istrinya yang langsung bangun, tanpa membuang waktu lagi, langsung menuju Tomo yang tengah terlelap dengan nyenyak. Beruntungnya, anak itu tak susah dibangunkan sehingga mereka segera melarikan diri meninggalkan kamar.

Di luar sana, di tengah malam yang tenang, tampak pergerakan bayangan hitam ada di mana-mana. Kurang lebih beberapa bayangan merayap di tembok, merangkak sepelan mungkin di atap genting. Ada pula yang melompat dari satu tempat ke tempat lain tanpa menimbulkan suara.

Taira jelas bisa menebak total jumlah mereka.

Musuh. Ada puluhan musuh yang tengah mengintainya.

Dia mengambil pedang andalannya yang berbunyi pelan saat dicabut dari sarungnya. Lantas, pria tinggi tegap berotot itu melangkah ke luar rumah dengan menggeser pintu yang langsung mengantarkannya ke halaman depan.

Lima pria serbahitam langsung melompat dan mendarat di depannya.

Taira sudah siap siaga. Bahkan, dia langsung menyabetkan pedang tajamnya yang langsung disambut dengan pedang lain dari musuh. Bunyi dentingan yang membuat ngilu terdengar. Disusul bunyi-bunyi gesekan pedang lain yang bersahutan.

Namun, lima kroco bukan lawan yang susah bagi Taira meski mereka adalah ninja terlatih. Dengan tenaga penuh, pedang tajamnya itu melayang ringan dan menebas bagian-bagian tubuh musuh.

Satu tangan melayang jatuh dengan darah segar muncrat ke dinding. Disusul kepala lain yang tertutupi kain hitam, menggelinding ke lantai. Caping cokelatnya yang robek-robek langsung terlempar ke dinding.

Tersisa dua pria berjirah besi dengan caping di kepala. Taira memandang mereka dengan buas. Bahkan, di mata pedangnya, jirah besi mereka bak kerupuk.

Taira tak suka basa-basi dalam bertarung. Tanpa belas kasih, dia menebaskan pedangnya, membuat kepala kedua musuh yang tersisa buntung dan menggelinding ke lantai.

Noda darah tempak menghiasi bekas pertempuran. Namun, hal itu belum selesai. Taira yakin betul, masih ada banyak musuh yang mengepungnya. Musuh memang selalu merepotkan.

Pertarungan kembali berlanjut saat Taira memunculkan diri dengan sengaja di tengah-tengah halaman. Sepuluh orang mengelilinginya, siap menjemput kematian. Denting pedang yang beradu meramaikan malam itu.

Sementara di dalam rumah, Tomo dan ibunya bersembunyi dengan ketakutan di ruang bawah tanah. Mereka harap-harap cemas mendengar keributan dari pertempuran di luar sana.

Taira berjuang keras seorang diri. Namun, melawan sepasukan ninja musuh bukan perkara gampang. Mereka bergantian mengepungnya dan seolah-olah tak habis. Mayat bertebaran di sekitar rumahnya. Darah menggenang di mana-mana.

Pria itu mengusap noda darah yang mengotori wajahnya. Pedang andalannya pun sudah berlumuran darah. Napasnya terengah, tatapannya buas. Namun, dia tak merasakan pergerakan yang mencurigakan lagi di sekitar. Sepertinya lima orang yang berdiri di depannya adalah musuh terakhir.

"Majulah untuk menjemput nyawamu!"

Pertempuran kembali dimulai. Taira dengan buas menghajar mereka yang tersisa. Satu lompatannya membuat tubuh dua musuh terpental. Lalu, Taira menusukkan pedangnya tepat ke dada salah satunya usai menyabet leher musuh yang satu lagi.

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang