VILLAIN 8

0 0 0
                                    


Wanita itu hampir seperti mayat mengenaskan yang dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai yang kotor. Pakaiannya yang nyaris tanggal semua tampak lusuh oleh debu bercampur darah. Badannya luka-luka—tentu saja dengan posisi telentang yang memprihatinkan.

Namun, yang lebih mengenaskan adalah luka di perutnya. Ada peluru yang berhasil menembus kulit dan bersarang di dalam sana, membuat darah segar terus-menerus mengalir menciptakan anak sungai yang membasahi lantai berdebu.

Empat pria berbaju compang-camping lusuh tampak gemetar di tempat persembunyian masing-masing. Mata mereka membola lebar-lebar, dengan mulut menganga dan kerongkongan sekering tanah tandus di puncak kemarau.

Jantung mereka seolah-olah berhenti berdetak saat melihat adegan brutal beberapa saat lalu. Orang-orang keji itu sungguh lebih mengerikan daripada seekor singa lapar. Benar-benar bukan manusia!

Wanita itu sepertinya sudah tewas. Dia tak bergerak sama sekali. Hening, menegangkan, menyeramkan.

Tanpa komando, keempat pemulung itu saling lirik. Lantas dengan gerakan kaku, mereka berusaha berdiri, meninggalkan tas gendong lusuh; atau barang bawaan dalam keresek; atau berkantong-kantong barang berharga yang mereka kais. Tatapan mereka jelas hanya tertuju pada "mayat" wanita itu.

"D–dia tak bergerak," kata yang paling kiri, gemetaran di pojok.

"Di–dia sudah mati," sambung si pria yang bersembunyi di balik tumpukan kerangka kayu rusak. Dia meneguk ludah dengan susah payah. Tenggorokannya kering bukan main, belum lagi karena dia sudah berhari-hari tak makan.

Lantas, setelah kembali membiarkan waktu dalam keheningan dengan ketegangan yang mencekik, salah satu dari mereka yang berhasil mengumpulkan jejak-jejak keberanian, memutuskan untuk menggerakkan kedua kaki.

Selangkah demi selangkah diambilnya dalam tarikan napas yang penuh ketegangan. Kedua mata belonya nyaris tak berkedip saking gugup dan panik.

Makin dekat, jasad wanita itu terlihat makin mengenaskan. Sekarang dia kebingungan. Kalau ada orang lain yang tahu bahwa mereka ada di lokasi pembunuhan, bisa jadi merekalah yang akan dituduh sebagai pembunuh.

Merepotkan! Kehidupan mereka selama ini saja sudah merepotkan.

Namun, tiba-tiba, ada gerakan kejut dari jasad itu. Wanita itu masih hidup!

Kedua tangannya mulai bergerak-gerak, seperti terkena sengatan listrik. Namun, makin ke sini, gerakan-gerakan aneh wanita itu jadi mirip orang yang tersetrum betulan.

Dia mengejang, terus mengejang sampai membikin debu-debu berterbangan. Mulutnya mengeluarkan suara seperti orang tercekik.

"Mu–mundur!" teriak si pria kerempeng penuh peringatan.

Akan ada bahaya. Mereka jelas bisa menebak itu.

Si pria itu pun lantas mundur dengan terburu-buru sampai tersandung dan dia terjengkang menubruk tumpukan kerangka kayu.

Wanita itu masih mengejang. Ada keanehan lain. Darah segar yang tadinya hanya berwana merah cerah, kini tercampuri oleh warna lain; hitam pekat. Warna hitam itu bergerak sendiri, seperti memasuki tubuh Nevilla, si wanita malang.

Keempat pemulung menyaksikan dengan ketegangan. Mereka harus lari, tetapi tak memiliki daya untuk itu.

Sesuatu mencuat keluar dari punggung wanita itu. Benda itu merangkak keluar, seperti mencari pasokan udara. Tidak hanya satu, tetapi ada dua, tiga .... Tidak, benda-benda bergerak itu terus bertambah, merangkak keluar.

Ada delapan. Delapan kaki berbulu hitam lebat. Delapan kaki laba-laba. Semuanya tumbuh dari punggung wanita itu.

Kedelapan kaki laba-laba itu mengangkat tubuh koyak Nevilla. Mempertontonkannya pada keempat pemulung.

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang