Pukul 05.33
Begitu aku membuka mataku, aku langsung mendapati seisi ruangan sepi. Seketika itu juga, aku bangun dengan cepat dan mencoba mengumpulkan nyawa dulu, meyakinkan diriku bahwa ini bukan dunia lain.
"Benarkah?" Aku mencubit pipiku sendiri, terasa sangat sakit. "Berarti ini bukan mimpi! Semua pemandangan yang terlihat oleh mataku, semuanya adalah dunia nyata."
Aku langsung beranjak dari kasur dan bergegas mandi untuk membersihkan diri serta bersiap-siap berangkat sekolah. Hmm, kira-kira, ibu sudah pulang atau belum? Itu akan terjawab jika aku sudah keluar dari kamarku dan turun ke bawah.
Dalam 10 menit, aku sudah selesai mandi dan mengenakan seragam kemarin, karena hari ini adalah Kamis. Sebelum turun, aku merapikan diri terlebih dahulu, menyisir rambutku di depan cermin dengan semangatnya.
"Waktu kemarin malam sungguh membuatku hampir gila," gumamku sambil menyisir rambut dengan semangat. "Bisikan itu, semua tempat menjadi gelap gulita sekali. Aku seperti berada di dalam dunia setan."
"Benarkah? Aku memang berusaha membuatmu gila!"
"Hah?!" Itu hanya perasaanku saja atau bagaimana? Pantulanku di cermin mendadak berbicara sendiri? Aku mematung, menatap bayanganku sendiri. "Apakah aku harus menganggap ini sebagai halusinasi lagi?"
"Youngjae..."
"Ya Tuhan!" Aku sungguh terkejut karena kedatangan Ibu membuat kejutan yang tak biasa. Tiba-tiba dia sudah berdiri di pintu dengan tersenyum yang sudah menjadi ciri khasnya.
"Kenapa? Melihat Ibu saja tampak bertemu dengan setan saja," ujarnya dengan alis mengerut.
Aku pun merasa canggung. "A-anu, itu tadi," ujarku, merasa hal percuma jika mengatakan yang sebenarnya. "Tidak ada apa-apa, Bu. Ibu membuatku terkejut saja karena sedang asyik menyisir rambut."
"Kalau begitu, turunlah. Sarapan sudah siap," perintahnya sambil tersenyum. "Ibu yang memasak, bukan ayah."
Aku langsung tertegun, teringat akan apa yang sudah kulakukan pada Ayah saat marah. Aku memecahkan gelas hingga hancur berkeping. Dan, apakah Ibu mengetahui semuanya? Hatiku berdebar-debar dalam ketidakpastian.
"Kenapa terdiam? Apakah masakan Ibu tidak enak?" tanya Ibu dengan menyilangkan kedua tangan di dada.
"Tidak, mengapa Ibu berkata seperti itu? Masakan Ibu enak sekali," jawabku dengan mengerutkan bibir.
"Karena sudah memakai seragam, kau bisa turun ke bawah untuk sarapan. Ayo, kita sarapan bersama," ajak Ibu dengan tersenyum.
"Ya sudah," jawabku dengan sedikit ragu. Mengingat sudah waktunya untuk sarapan, aku keluar dari kamarku dan berjalan menuju ruang bawah. Langkah-langkahku terasa berat, dipenuhi dengan perasaan canggung dan khawatir apakah Ibu mengetahui kejadian tadi malam. Namun, aku berusaha menenangkan diri dan fokus pada aroma sarapan yang menggoda dari dapur.
Di ruang bawah, Ibu dan aku langsung disambut dengan ceria oleh Ayah yang berkata, "Selamat pagi, duniaku... kalian adalah cinta dan kesayanganku."
"Berhenti mengatakan itu, Oppa," respon Ibu dengan malas. "Tidak seindah yang kau katakan."
"Janji apa?" celetukku. "Kalian mau pergi?"
Namun, mereka tetap menjaga komunikasi tanpa memperdulikan diriku. Meskipun begitu, itu urusan orang dewasa. Aku tak masalah jika tidak diberitahu, bahkan jika aku diberitahu, aku merasa lebih senang.
Aku langsung duduk di kursi dan melihat nasi yang sudah dilengkapi dengan lauknya, sudah tersaji dengan baik dan menggoda. Segera aku mengambil sendok dan garpu, lalu langsung mulai makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You? (Hiatus)
HorrorCerita ini berkisah tentang Choi Youngjae, seorang remaja yang mengalami teror yang serius setelah kepergian neneknya. Youngjae merasa dirinya terus dihantui dan diteror oleh makhluk-makhluk supranatural yang menakutkan. Bahkan, seringkali ia kerasu...