1 - perasaan tak asing

57 9 0
                                        

"Aku akan tetap setia mencintaimu, walaupun aku tidak tahu bagaimana kabarmu saat ini."

"Baik, selanjutnya?" tanya orang berprofesi guru itu ke arah anak yang berdiri di samping Kaivan.

"Hai semuanya! Nama gue Radeva Afham mahatma, kalian semua bisa manggil gue Radeva yang tampan," serunya sambil memberikan kedipan maut ke arah para gadis di dalam kelas itu.

"Aaaaa!!"

"Okey!! Radeva tampan!"

Jawaban mereka tentu membuat cowok itu senang. Cowok tinggi bernama Radeva itu memang pintar memanfaatkan ketampanannya, jadi tak heran jika sifatnya seperti itu. Dia yang mempunyai kulit agak gelap, tubuh tinggi dan tentu wajahnya yang tampan bisa memikat hati siapapun.

"Hai, semuanya! Gue Galen Azrael Alvarendra! Panggil Galen dong pastinya, kalo manggilnya 'ganteng' emang gue ganteng," ucapnya dengan senyuman bangga.

"Gue Raiden Baryel Rajevan," sambungnya langsung tanpa basa-basi. "Panggil Raiden."

Cowok tampan berkulit putih ini hampir mirip dengan Kaivan yang sama dinginnya. Tapi, dia lebih lembut dan masih memikirkan perasaan lawan bicaranya.

"Baik, karena sudah memperkenalkan diri, sekarang kalian duduk di kursi kosong nomor dua dekat tembok," titah Bu guru.

Mata Ghisella terbelalak, kenapa mereka harus duduk di sebelah mejanya? Bagaimana kalau Kaivan duduk tepat di meja sampingnya? Dalam hati gadis itu, dia ingin sekali berteriak tidak terima.

"Baik Bu," jawab mereka bersamaan.

"Jadi anak-anak, mereka semua pindahan dari SMA Argantara, semoga kalian bisa berteman baik dengan mereka," sambung Bu guru.

Keempat cowok tampan itu pergi ke arah bangku kosong tepat di samping tembok yang ditunjuk Bu guru. Sepasang mata para murid di dalam kelas tersebut, terus memperhatikan keempat cowok tinggi itu duduk di bangku mereka, hanya kata "tampan"-lah yang terukir di benak mereka masing-masing. Bukan hanya itu, mereka juga masih terheran-heran mengapa sekelompok orang kaya seperti mereka tiba-tiba pindah? Itu sangat aneh bagi mereka.

Benar dugaan Ghisella, Kaivan duduk tepat disampingnya. Walaupun cowok itu duduk di meja seberang, tetap saja jarak diantara mereka cukup dekat.

Anjeng! Astaghfirullah. Kenapa sih?! Dia harus duduk di meja samping gue?! Teriak Ghisella di batinnya sambil memalingkan muka kearah lain.

Dia melirik ke arah teman yang duduk di samping dan belakangnya, mereka semua bereaksi berbeda. Mereka bertiga malah terpesona oleh ketampanan murid baru itu, seperti melihat lukisan indah yang pertama kali mereka lihat.

"Anjirlah, masa gue dikelilingi orang kek gini sih," kesal Ghisella.

"Sel, tukeran tempat duduk yuk?" bujuk Chessy, teman sebangkunya.

Mendengar kata itu keluar dari mulut temannya. Ghisella sontak ingin berdiri, tapi niatnya langsung hancur saat cowok menyebalkan itu memanggilnya.

"Nama lo siapa?" tanyanya. "Kebetulan kita mejanya sebelahan, seharusnya kenalan dulu kan?" lanjut Kaivan dengan senyuman licik, seraya mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan gadis itu.

"Nama gadis cantik ini, Ghisella Maira Shakila. Panggil aja Ghisella nan cantik, imut, baik hati, rajin menabung dan tidak sombong," jawab Ghisella tersenyum palsu sambil meraih tangan Kaivan.

Ghisella terkejut, ternyata cowok itu masih punya dendam padanya. Dia meremas tangan Ghisella dengan kuat.

"Lo kalo punya masalah bilang, ga usah lo teken tangan halus gue!" bisiknya.

VANSÈ [Kaivan & Ghisella]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang