Chaptēr 21 - Masih belum cukup.

154 21 3
                                    

Guys, to be honest ini bukan cerita romantis. Aku gak akan meng-highlights romansa dicerita "Deruna". Bahkan ditagar atau hastag untuk pencarian gak aku masukin sebagai katagori cerita romance. Yah, walaupun tema-nya gak jauh-jauh dari teenfic.

Kalau dibeberapa part ada bagian yang nyerempet-nyerempet kearah uwu-uwu, itu tidak dimaksudkan dengan sengaja😊👍

**

Regal meneguk habis sisa soda dikaleng-nya, lalu membuang kaleng kosongnya ke bawah meja, tempat yang sama dengan beberapa kaleng kosong yang sudah ia habiskan lebih dulu.

Itu pukul sembilan malam kala Regal menandaskan satu-persatu kaleng soda yang Ia beli dijalan. Regal berharap setidaknya bisa mengurangi perasaan buruknya hari ini, tapi soda-soda itu nyatanya tidak membantu banyak.

Kalau bisa Regal ingin minum alkohol saja. Orang bilang perasaan buruk akan membaik jika meneguk minuman keras itu. Tapi setelah dipikirkan, sepertinya bukan ide yang bijak untuk melakukannya mengingat Regal bukanlah seorang peminum.

Dan akan jadi bencana kalau ia pulang kerumah dalam keadaan mabuk. Wildan pasti akan sangat marah dan langsung mencoret-nya dari KK. Ketika itu benar-benar terjadi, bahkan Bunda tidak bisa menjadi tempat pertolongan lagi.

Jadilah pilihannya jatuh pada selusin kaleng soda yang ia beli dari penjual minuman dilampu merah. Meski nanti akan berakhir kembung, ini masih lebih baik dibandingkan alkohol.

"Sialan!" Regal menyerang keras, lalu tangannya terulur untuk meraih kaleng soda kelima, tapi sebelum menyentuh kaleng-kaleng itu, sebuah tangan menghentikan pergerakannya.

"Lo udah minum banyak."

"Satu lagi, Ra."

Clara menghembuskan napas. "Gue tahu lo sedih, tapi jangan kayak gini. Gak baik buat kesehatan."

Beritanya sudah ada dimana-mana, dan tentu saja Clara sudah mengetahuinya.

Ranggala Danu akhirnya ditemukan dalam keadaan meninggal setelah hilang selama beberapa bulan akibat kecelakaan mobil. Pemakamannya dilakukan hari ini dan diliput berbagai media TV. Itu disiarkan masif disana-sini.

Pagi tadi Cicil dan Caca bilang kalau orangtua mereka mengajak melayat kesana, itu karena mereka adalah kolega bisnis yang mau tidak mau harus menunjukkan formalitas.

Clara juga diajak untuk ikut, tapi dia menolak dengan alasan tidak enak badan. Padahal aslinya, Clara malas pergi. Disana akan ada banyak orang yang datang, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kaya yang memiliki kesombongan dan keangkuhan. Membayangkan saja sudah membuat mood Clara anjlok kejurang.

"Gue ketemu Runa tadi."

Clara menyimak saat Regal mulai berbicara.

"Gue kenal Runa dari kecil. Dia cengeng dan gampang nangis. Runa selalu nangisin semua hal sepele yang buat dia badmood. Bahkan dia pernah nangis cuma karena gak sengaja nginjek permen karet." Regal terkekeh pelan sembari menyugar rambutnya kebelakang. "Tapi hari ini Runa gak nangis, Ra. Cewek cengeng itu gak nangis sedikitpun."

Clara dalam diam berusaha menetralkan raut wajahnya. Sejujurnya, cewek berambut sepunggung itu tidak pernah suka kalau Regal mulai mengungkit Runa saat bersamanya.

"Gue kenal Om Rangga udah lama, Ra, mungkin udah dari lahir. Om Rangga sama Tante Mel udah kayak orang tua kedua buat gue," Tawa hampa lolos dari Regal. "Dan... Mungkin karena udah sedekat itu gue sama mereka, gue tahu kalau Runa itu segalanya buat Om Rangga. Gue lihat sendiri seberapa besar rasa sayang Om Rangga buat Runa."

D E R U N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang