♦BB 1: Stay Calm

14 7 60
                                    

Teriknya baskara menerpa durja ayu seorang gadis yang berdiri di depan gerbang sekolah dengan ponsel di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teriknya baskara menerpa durja ayu seorang gadis yang berdiri di depan gerbang sekolah dengan ponsel di tangannya. Matanya mengerjap beberapa kali kala menimbang ingin langsung pulang atau mengunjungi toko buku terlebih dulu.

Di tengah kebingungan itu, ponselnya berdering tanda pesan masuk. Ada dua pengirim pesan, yang satu dari ayahnya dan lainnya dari sang sopir. Jarinya menekan layar dan membaca isi pesan tersebut yang membuatnya berdecak. Setelahnya ia berniat menghubungi sang ayah, namun kedatangan mobil yang tiba-tiba berhenti di depannya menginterupsi niatnya.

Sebuah mobil yang gadis itu perkirakan adalah Audi Q5 dengan plat BE 45 T—bukanlah salah satu koleksi milik ayahnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri dengan gerakan sesantai mungkin, dan mendapati situasi sangat sepi. Sekilas juga dia melihat sesuatu di arah jam 2.

"Mbak—Agatha?"

"Hm?"

Di hadapan Agatha telah berdiri pria paruh baya yang tampak asing, pria itu sedikit menampakkan gestur canggung dan ragu-ragu saat Agatha tak mengkonfirmasi namanya dan hanya diam tanpa riak.

"Saya Hartono, Mbak. Sopir baru." Pria itu memperkenalkan diri. "Sopir Mbak, Pak Aris, tidak bisa jemput karena mengalami insiden di jalan. Mobil yang dikendarainya menabrak tiang dan sekarang sedang masuk bengkel serta Pak Aris dilarikan ke rumah sakit," terang Hartono pada Agatha.

Melihat Agatha masih diam, Hartono kembali menambahkan, "saya diminta Pak Dingga untuk menggantikan Pak Aris menjemput Mbak Agatha." Akhirnya pria mengungkapkan tujuannya.

Setelah sedari tadi diam, bibir Agatha mengulas senyum tipis yang seketika memancarkan binar ramah. Mengenyahkan raut dingin di wajahnya sebelumnya. "Jadi, Pak Hartono baru dipekerjakan ayah saya?"

"Iya, Mbak!"

"Apa ada perintah khusus dari ayah, saya langsung pulang atau harus ke kantor ayah dulu?"

"Itu—" Hartono seperti berusaha mengingat—memikirkan—sesuatu. "Langsung pulang, Mbak," jawab Hartono mantap.

Senyum Agatha semakin lebar hingga menampakkan barisan gigi putihnya. "Baguslah, saya mau langsung istirahat." Hartono ikut tersenyum tipis sebagai formalitas, menutupi rasa canggung dan tegang yang dia rasakan.

Entahlah, Hartono merasa, di balik senyum ramahnya Agatha, dirinya seolah sedang dikuliti oleh gadis itu. Seketika dia mengingat sebuah istilah; like father like daughter. Mungkin, meskipun perempuan, Agatha tetap tidak lepas dari bagaimana biasanya orang dengan nama belakang yang sama dengan miliknya bersikap. Dan pembawaan Agatha mungkin saja menurun dari sang ayah. Diam-diam Hartono bertanya dalam hati, jika berhadapan dengan Agatha saja sudah semenegangkan ini atmosfernya, apalagi dengan Kadingga—ayahnya?

"Seorang guru di SD Bakti Agung, Bidera Selatan, dilaporkan ke polisi atas dugaan penganiayaan kepada anak di bawah umur yang merupakan salah satu murid SD Bakti Agung. Pelapor adalah ayah sang anak dan diketahui juga berprofesi sebagai polisi."

Black ButterfliesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang