>34<

53 16 0
                                        

Dari judul aja udah ketahuan bab ini tentang siapa ya... mana tim Jemima-Dylan?

34. Ketulusan Jemima

Mama Liana merasa sangat senang karena bisa bertemu lagi dengan calon menantunya. Apa boleh dia menyebut Jemima sebagai menantu? Jika putranya tahu, mungkin dia akan kembali marah.

Namun, sekarang putranya hanya duduk diam memperhatikan dua perempuan beda generasi yang sedang membuat sebuah kue robek isi cokelat.

"Tante ini udah benar kan ya?" Jemima menunjukkan adonan kue yang sudah dia ulen sampai kalis.

"Pakai pewarna?" tanya Dylan yang tiba-tiba sudah di belakang Jemima.

Plak!

Dylan melotot ke Jemima karena dipukul dengan sangat keras. Dia sangat yakin, pukulan di lengannya itu akan meninggalkan sebuah bekas.

"Kak Dylan ngapain ikutan sih? Mending sana duduk! Ganggu aja," omel Jemima.

Dylan diam tak bisa berkata-kata lagi. Dia juga menurut pada Jemima, kembali duduk di kursinya dan menjadi penonton.

Mama Liana yang melihat interaksi keduanya merasa senang. Dan sangat berharap, di antara dua anak itu akan mulai muncul rasa sayang satu sama lain.

"Kalian tuh cocok ya," celetuk seorang laki-laki yang baru saja datang. Dari wajahnya di seumuran dengan Dylan.

"Kakak!" Jemima berteriak memberikan peringatan pada laki-laki yang di sebut kakak olehnya, dia adalah Jeno, kakak laki-laki Jemima.

"Hallo Tante! Apa kabar?" sapa Jeno dengan ramah pada Mama Liana dan memilih mengabaikan adik perempuannya.

"Baik. Kamu apa kabar? Sudah besar ya sekarang, terakhir ketemu kamu masih kecil."

"Baik juga Tante. Sekarang udah tambah tampan kan?" tanya Jeno sambil bercanda.

Jemima yang melihat tingkah kakak laki-lakinya hanya bisa diam dengan wajah merah yang menahan malu dan kesal secara bersamaan. Kakak nya selalu bersikap sesuka hati dan itu cukup membuat Jemima kesal.

"Iya. Oh! Ke sini mau jemput Jemima?" tanya Mama Liana yang baru teringat jika Jemima datang diantar oleh sopir keluarganya.

"Iya Tante. Bunda sudah mencak-mencak karena telat jemput," jelas Jeno.

"Jangan mulai kak," tegur Jemima. Gadis itu sudah selesai membentuk kue sobek isi cokelat. "Tante, Jemima pamit ya. Kakak udah jemput juga, kasihan kalo nunggu lama. Kuenya udah selesai, tinggal nunggu mengembang dulu aja."

"Kenapa buru-buru? Tunggu sampai kuenya jadi baru pulang," tahan Mama Liana yang tidak rela Jemima pulang.

"Bener kata Tante. Kakakmu ini gapapa nunggu lebih lama. Lagian ada calon adik ipar, iya kan?"

"Bener. Udah kamu sini dulu sampe kuenya jadi," putus Mama Liana lalu beralih pada Dylan yang diam menyimak, "Ian! Temani Jeno."

Dylan mengangguk malas.

Jemima yang melihat itu kembali menolak. "Gak bisa Tante, Bunda pasti udah nunggu kami. Kalo gitu kami pamit ya. Selamat sore!"

Jemima langsung menarik lengan Jeno dengan sekuat tenaga. Dia bersyukur karena Jeno memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah. Setelah keduanya sama-sama masuk ke dalam mobil, Jemima langsung memukul Jeno dengan sangat kuat.

"Awh! Sakit Jem!"

Jeno terus mengaduh sampai Jemima berhenti memukulnya. Walau bertubuh kecil, Jemima memiliki tenaga yang cukup besar.

****

Bunyi notifikasi dari ponsel kembali menyadarkan lamunan Dylan. Dia sedang melamunkan Jemima, gadis yang baru dua kali dia temui tapi sudah memberikan banyak kesan baik.

"Jahat banget kalo sampe gue nyakitin dia," gumam Dylan.

Dylan mengacak rambutnya. Dia merasa kesal dengan perasaannya sendiri. Dia masih sangat ingin memperjuangkan cinta pertamanya. Namun, dia tidak bisa. Saingannya bukan manusia melainkan tuhan gadis itu.

Ting! Notifikasi pesan masuk kali ini cukup menyita perhatiannya.

📩Malik
Lo mau nikah? @Dylan

📩Raden
?

📩Malik
Dylan mau nikah?

📩Raden
Gak tau

📩Abid
@Malik Tanya orangnya langsung

📩Malik
@Abid ok

📩Malik
Cok! Buruan keluar lo! @Dylan

✉️Dylan [Anda]
@Malik Bukan nikah. Baru mau tunangan

📩Malik
Serius loh?

✉️Dylan [Anda]
Hem

📩Raden
@Dylan Dira? Lo nyerah?

Baru membaca nama gadis itu, Dylan kembali merasakan sesak di dadanya. Rasanya sangat sesak seperti tercekik.

✉️Dylan [Anda]
@Raden Y

📩Abid
@Dylan Apa pun keputusan lo gue dukung

✉️Dylan [Anda]
@Abid Thank

📩Malik
Ya apa pun pilihannya. Kami pasti dukung, selama gak menyimpang

Layar ponselnya langsung menjadi hitam karena habis baterai. Kebiasaan buruk Dylan yang malas mencharger ponselnya.

Karena sudah cukup malam, Dylan memilih untuk segera tidur. Karena besok dia harus pergi menemani Mama Liana untuk mencari cincin pertunangan.

Disisi lain, Jemima tampak gelisah. Dia menggigit kuku jarinya. "Telepon apa enggak ya?" bimbangnya.

Jemima sangat ingin menelepon Dylan untuk meminta maaf akan sikap kurang sopan kakaknya, Jeno. Tapi Jemima juga ragu. Apa ini hal yang wajar? Bagaimana jika Dylan berpikir dirinya terlalu ganjen padanya.

"Gila!" gumam Jemima. Dia melempar ponselnya ke kasur. Lalu duduk di sofa yang ada di dalam kamar. Berharap dengan jauhnya ponsel dari jangkauannya dia bisa berpikir jernih.

Tok tok tok... pintu terbuka dengan suara yang sangat terdengar menjengkelkan bagi Jemima. "Malam Jem!"

"Apa lagi Kak?" geram Jemima.

"Santai dong! Sensi banget, lagi mens ya?" tebak Jeno.

"Kalo cuman mau ganggu... mending lo keluar Kak! Pintu di sebelah sana," tunjuk Jemima pada pintu kamar yang masih terbuka.

Jeno tertawa dengan puas melihat wajah merah Jemima yang menahan kesal padanya. "Gini doang lo marah? Lo suka sama Dylan?"

Jemima diam.

"Oke. Fiks emang udah jatuh cinta ya adik perempuan gue nih!"

"Mau lo apa?"

"Mau gue?" Jemima mengangguk. "Mau gue Jemima bahagia. Tapi lihat Dylan langsung, gue gak yakin."

"Kak!" panggil Jemima dengan lembut. "Kak Dylan emang belum selesai dengan masa lalunya. Tapi gue yakin... sangat yakin. Kak Dylan itu cowok yang baik. Dia gak akan nyakitin gue."

Jeno menghela napas berat. "Oke. Tapi kasih izin gue buat cari tau tentang masa lalunya."

"Silahkan. Tapi jangan ganggu masa lalu kak Dylan," pesan Jemima.

"Janji," ucap Jeno sambil berlalu keluar kamar. "Selamat malam tuan putri Jemima...."

Terima Kasih Dylan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang