bab 10 - semakin hancur

1 0 0
                                    

Aku pengen ngabisin draft biar cepet tamattt.... Huftttt

Jangan lupa follow Instagram
(Zielyaa.wp)

Happy reading guys 🎊

****

"sebagai hukuman, kalian harus bersihkan lapangan ini sampai kinclong! Mulai dari potong rumputnya, kutip semua sampah, dan jangan lupa disapu!" pintah praja lalu diangguki secara terpaksa oleh ke tiga belas lelaki tersebut.

Rezvan mengulangi cara bicara gurunya itu setelah ia pergi. Seperti mengejeknya. "sialan tu guru, gue mau santai juga bangsat!" umpat Rezvan.

"ya salah lo, coba aja lo gak ngamuk, gak mungkin kita disuruh gini!" ketus Leo sembari mengutip beberapa sampah yang ia lihat.

"Udah selesaikan aja tugas ini, gue yang diem aja disuruh," ujar Aiden.

"lalu bagaimana dengan Zaviar? tu bocah dari tadi pakai earphone, entah dengar entah enggak tapi ngikut," Rian menatap ke arah Zaviar yang tidak melakukan apa apa, hanya duduk manis sembari memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya di dada.

"gue juga gak ngebacot, walau kalian musuh terbesar gue!" ketus Arga.

"emang anak anjing! Berisik banget lo pada! Tinggal kerjain aja susah," ucap zio yang sedari tadi sedang menyapu.

"UMI! AI PEGEL PENGEN PULANG AJA!" rengek Aiden entah pada siapa.

"lama lama gue bakar lo den! Kek boti anjing!" kesal Exsel yang tengah mengutip sampah yang berserakan.

"mana ada boti! Gue, abitama Aiden Anzar, gue seorang calon gus!" Aiden menepuk dadanya bangga.

"mana ada Gus kayak lo! Kedeluanan bang arizam lah! Contoh abang lo yang cool parah, den!" ejek Rezvan.

"berisik, tu mulut gue sumpelin pakai ni sampah mau gak?!" Darren menatap tajam keempat sahabatnya itu.

Rian menunjuk dirinya sendiri "gue? gue gak-"

Bruk...

"cuih... Anjink, DARREN ANJINK!" ketujuh orang itu pun tertawa lepas.

Bagaimana tidak? Satu tong sampah penuh yang isinya daun kering sengaja Darren lemparkan ke arah Rian. Dan ya, tepat sasaran. Dedaunan itu tepat jatuh di atas kepala Rian. Padahal Darren melemparkannya agak jauh dari posisi Rian sekarang.

Rezvan membelalakkan matanya. "ANYING! Gue gak tanggung jawab ya, ketos!" ujar Rezvan cari aman ketika melihat sampah yang kembali berantakan.

****


Baru saja Arly ingin memasuki rumahnya, ia dikejutkan dengan suara beberapa benda jatuh. Ya Arly sudah menebak siapa pelaku utamanya.

Benda berkaca itu berderai, serpihannya berhamburan ke segala arah, seakan-akan menari di udara bagaikan mozaik yang hancur.

Keributan yang mereka ciptakan mampu didengar oleh beberapa art sekaligus satpam yang berjaga di sana. Itu sudah biasa bagi mereka, bahkan sudah seperti asupan sehari-hari.

"kamu boleh nyakitin aku! Tapi jangan anak anak, mas, mereka itu masih butuh kamu!"

"saya tidak menyakiti anda! Tapi anda yang tidak becus menjadi istri saya!"

"gak becus gimana? Kamu yang gak becus jadi ayah buat anak anak,"

"dengerin saya! Selama dua puluh dua tahun saya mencari nafkah buat anak-anak, saya turuti semuanya, apa itu kurang?"

Echoes of pain: Bersahabat Dengan Rasa Sakit ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang