Caine menatap ponselnya dengan gelisah, hari ini ia menawarkan Rion untuk berangkat bersama, namun tak kunjung ada balasan dari Rion. Ia sesekali menggigiti ujung dari kuku jari-jarinya, kebiasaan yang muncul saat Caine sedang merasa gelisa.
Sesekali ia melirik ke arah jam yang ada di ponselnya, sudah hampir jam tujuh tepat. Ia harus berangkat sekarang agar tidak terlambat untuk sampai di Sekolah. Akhirnya, dengan berat hati Caine memutuskan untuk berangkat terlebih dahulu, berharap semoga Rion sudah sampai lebih dahulu di Sekolah.
Sementara itu, Rion sekarang terkapar lemah di kasurnya. Di sampingnya ada Mamanya yang sibuk mengomel sembari menyiapkan obat untuk Rion, anak bungsu dari keluarga Kenzo ini bisa sakit lantaran menerobos hujan deras semalam.
“Mama mau keluar kota kamunya malah sakit, Yon. Bikin riweuh aja kamu pagi-pagi.” omel Shina.
Rion hanya tertawa kecil, meskipun kata-kata ibunya itu terdengar pedas, ia jelas tahu bahwa wanita paruh baya di depannya ini merasa khawatir.
“Ya namanya sakit, Ma. Nggak bakal bisa ditebak dong.” jawab Rion sekenanya.
Shina mendecak sebal mendengarnya, “Udah, diem kamu, bawel banget. Istirahat gih, nanti suratnya Mama yang anter ke Sekolah sekalian jalan pergi.” ujar Shina untuk menyudahi percakapan.
•
“Riji Cassanova.”
Tangan lelaki itu naik ke atas, “Hadir Pak!” jawabnya dengan suara lantang.
Pak Han hanya mengangguk di depan sana, “Rion—” ucapannya berhenti sejenak, “Oh, maaf. Rion sakit ya? Tadi Ibunya ngirim surat kan?” tanya Pak Han pada Selia.
“Iya Pak, demam katanya.” jawab Selia dengan sopan.
Caine yang mendengarnya tertegun, kemungkinan besar Rion bisa sakit lantaran menerobos hujan kemarin, perasaan khawatir serta rasa bersalah langsung menghampirinya. Meskipun ia berencana untuk sedikit menjaga jarak pada Rion, ia tak sampai hati untuk tak menjenguk temannya itu, apalagi Caine juga menjadi salah satu alasan mengapa si bungsu Kenzo itu bisa jatuh sakit.
Caine memutuskan untuk menjenguk Rion sehabis pulang Sekolah nanti, mungkin ia akan mengajak beberapa anak kelasnya yang mau ikut juga? Ia bisa mengajak mereka nanti.
•
Dan sekarang, di sinilah mereka. Caine, Riji, Key, Echi, Krow dan Gin pergi bersama-sama untuk menjenguk ketua kelas mereka itu. Namun setelah beberapa menit mengetuk-ngetuk pintu, tetap tak ada seorangpun yang membukakannya untuk mereka.
Riji mengetuk-ngetuk sepatunya ke lantai teras, “Bunda, coba telfon si Babeh dong.” usulnya yang membuat Key me-melototinya.
Key berkacak pinggang, “Si Bapak lagi sakit malah di telfon, kamu mau di kokop sama dia tah?” tanyanya sambil mencubit kecil pinggang milik Riji, membuat si empunya meringis pelan.
Tiba-tiba pintu berbahan kayu itu dibuka, menampakkan Rion dengan wajah pucatnya. Rion terlihat sedikir terkejut karena kehadiran mereka, namun tetap mempersilakan semua teman-temannya untuk masuk.
“Kalian kenapa dateng tiba-tiba?” tanya Rion dengan suaranya yang serak.
Caine mendekatinya, “Udah aku kabarin kok di chat, kamu nggak aktif tapi. Ayo ke atas dulu.” ajak Caine sembari menarik tangan Rion untuk kembali ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Year to Love You || Rioncaine
FanfictionTNC SIDESTORY. Rion bisa bernafas lega setelah mendapat kesempatan kedua dari pujaan hatinya. Namun, dalam waktu setahun, tentu saja akan ada ombak yang akan menerjangnya dalam perjalan ke tempat di mana ia akan melabuhkan cintanya, kan? 📒 : Untu...