10. Did You Like Her In The Morning?

701 94 1
                                    

Caine melepas kacamata miliknya, meletakkan kacamata itu di meja dan menghela nafas pelan. Ia baru saja selesai berkelahi dengan tumpukan tugas yang ia miliki. Ia merenggangkan badannya sejenak, lalu melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya.

"Masih jam sebelas ternyata..." gumamnya pelan.

Ia mengambil ponselnya, memutuskan untung beristirahat sebentar. Tidak ada hal baru ataupun notifikasi dari seseorang, malamnya sunyi seperti biasanya. Lantaran merasa tak bisa melakukan apapun lagi, Caine langsung beranjak dari duduknya dan bersiap-siap untuk tidur.

Ia merebahkan diri di atas kasur dengan nyaman, menatap langit-langit kamarnya yang berhiaskan bintang dari lampu yang ia beli di Mall beberapa bulan lalu. Dalam diam, pikirannya mulai berkelana lagi tentang hubungannya dan Rion.

Kalau boleh jujur, hubungan keduanya rumit dan membingungkan. Keduanya seolah selalu saling menarik ulur dengan satu sama lain, ditambah dengan keadaan Caine yang kurang cakap dalam mengeskpresikan perasaaannya, dan Rion yang sepertinya tidak terlalu tertarik untuk membahas kelanjutan akan hubungan mereka.

Caine sudah menunggu sabar selama sepuluh tahun, sudah bertahun-tahun ia menahan dirinya. Jadi, bisakah Caine egois sekali saja untuk kebahagiaannya? Ia juga ingin perasaannya divalidasi, ia juga ingin dicintai dengan sepenuh hati.

Ya, Caine sadar betul bahwa Rion sudah menyatakan cinta pada dirinya, namun terkadang interaksi antara keduanya cukup berlebihan untuk dua orang yang berstatus sebagai mantan, tentu saja hatinya tergores sedikit demi sedikit.

Dipikir-pikir, Caine dan Rion memang memiliki kepribadian yang berbeda. Caine jauh melipir ke Utara sedang Rion adalah selatannya, Caine seredup bulan yang ditutupi awan, sementara Rion semegah luasnya lautan.

Lamunannya dibuyarkan oleh suara pintu yang dibuka, menampilan Noe yang agak terkejut melihat Caine belum terlelap di kasurnya. Bukan kebiasaan anak sulungnya itu untuk tidur larut malam.

"Kenapa, Pa?" tanya Caine dengan bingung, Noe hanya menggelengkan kepalanya dan menutup pintu.

Caine semakin merasa bingung, ia menggaruk kepalanya pelan- Ya, meskipun tak gatal sih. Tapi hanya mendecak pelan sebelum akhirnya  menarik bantalnya untuk mencari posisi yang nyaman untuk terlelap.

Pagi itu, kedua anak adam kesayangan kita terlihat berjalan beriringan menuju kelas, kondisi kesehatan Rion sudah jauh membaik dibandingkan kemarin. Keduanya berbincang ringan, menikmati suasana pagi hari di Tokyo Academy.


“Rion, udah sehat?” Suara halus perempuan membuat obrolan mereka terhenti, Caine yang melihat siapa pemilik dari suara itu hanya diam di samping Rion.

Rion hanya mengangguk singkat dan tersenyum, lalu menarik tangan Caine pelan untuk melanjutkan langkah mereka yang terhenti. Suasana diantara keduanya menjadi canggung, Caine hanya menunduk diam sambil terus berjalan.

“Aku mau ke Toilet sebentar ya, kamu duluan aja.”

Tanpa menunggu balasan apapun dari Rion, ia langsung melepas genggaman tangan di antara keduanya. Langkahnya menjadi lebih lebar dibanding tadi, seolah ia ingin melarikan diri secepatnya dari hadapan Rion.

Alhasil, Rion mengacak rambutnya dengan lelah. Satu lagi pagi hari yang hancur dikarenakan masalah-masalah kecil.

“Ini semesta emang kaga pernah suka sama gue dah kalau pagi, jelek mulu.” keluhnya dengan suara pelan sambil melanjutkan langkahnya menuju Kelas.

Padahal, Caine memang betul-betul perlu buang air kecil pagi itu. Meskipun pemuda bersurai merah itu tetap bersyukur dalam hati karena bisa punya alasan untuk menjauh dari Rion.

Makomi yang berada di lantai atas sedaritadi memperhatikan interaksi antara Caine dan Rion, berbagai ekspresi wajah sudah ia keluarkan— Rasanya seperti menonton film romansa remaja, ada saja halangannya.

Namun akhirnya ia hanya mendengus pelan, menghembuskan asap rokok miliknya ke udara. Hal itu membuat Agil yang ada di sebelahnya menatapnya tak suka.

“Pagi-pagi ngerokok lu, paru-paru lu noh udah menjerit. Di sekolah pula ngerokoknya, kaga mencerminkan siswa teladan lu.”

Cibiran dari Agil itu membuat kepalanya dipukul pelan oleh Makomi, “Iya iyaa, si paling siswa teladan.”

“Asli dah Ko, ini lu kaya abang-abangan tongkrongan kebetulan pinter aje. Sifat lu beneran berbanding terbalik sama jajaran piala lu di Rumah soalnya.” celetuk Agil yang menghasilkan tawa dari Makomi keluar.

“Orang pinter juga butuh hiburan, Gil.” jawab Makomi sekenanya.

“Selain ngerokok hiburan lu apa emang? Jatuh cinta sendirian, ya?”

Makomi hanya tersenyum tipis mendengarnya, tak mau marah dengan ejekan yang Agil lemparkan padanya. Ia sudah berusaha melapangkan dadanya untuk melepas yang lebih muda dari kurungan hatinya, membiarkan pemuda itu untuk hidup bebas dan menikmati masa mudanya.

“It is what it is.” ujar Makomi santai.

It is what it is, He simply said that, but deep inside his heart, Makomi know he would do anything to make it different.

TBC




One Year to Love You || RioncaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang