Riji, Gin dan Makoto saling bertukar tatap, mereka sedang dalam perjalanan menuju Rumah Caine sekarang. Dan entah kenapa, dua teman mereka yang dijuluki Mami dan Papi itu terlihat canggung sekarang.
“Habis confess kok malah rancu gini eui...” gumam Riji pelan, Makoto yang ada di sebelahnya juga hanya bisa menggaruk kepalanya kebingungan.
Jujur saja, Gin sedaritadi ingin memulai pembicaraan, tapi suasananya sama sekali tak mendukung. Sesekali ia memperhatikan gerak gerak dari kedua temannya itu, Caine terus-terusan menunduk dan memainkan jarinya sendiri, ciri khas jika pemuda itu sedang memikirkan sesuatu. Sementara Rion hanya fokus menyetir, tak banyak informasi yang bisa ia dapat dari bahasa tubuh ketua kelasnya itu.
“Nanti tanyain yuk. Feeling gue ada yang salah nih.” bisik Makoto, dan keduanya hanya mengangguk singkat lantaran mereka juga tahu, Makoto dengan feelingnya tak pernah salah.
Sepuluh menit lebih mobil itu berjalan tanpa suara apapun, bahkan lagu pun tidak diputar sama sekali. Dan setelah mobil itu sampai, mereka kompak menghela nafas lega setelah keluar dari mobil.
Riji melihat Rion dan Caine yang berjalan lebih dulu untuk masuk ke Rumah. “Gue di mobil berasa ga nafas njingg, hening bet hening.” keluhnya yang ditanggapi tawa kecil dari Makoto.
Tangan dari pemuda yang rambut putih menepuk pelan pundak Riji, namun Riji malah menatapnya malas, “Heran sama tuh berdua, kisah cinta mereka eh kita-kita juga yang ribet.”
Tiga pemuda itu mengobrol sebentar selama beberapa menit, sebelum akhirnya suara Caine memanggil ketiganya untuk masuk ke dalam Rumah.
Gin langsung menghentikan pembicaraan mereka. “Udah, ayo masuk. Ngeluhnya nanti lagi, udah dipanggil Mami.” ajaknya sebelum melangkah lebih dulu.
Dua teman yang kerap dijuluki Yin & Yang itu langsung menurut, mengikuti langkah Gin untuk masuk ke dalam Rumah kediaman keluarga Chana itu. Rion terlihat duduk di sofa sambil melamun, sementara terdengar suara-suara dari dapur, sudah pasti Caine yang sibuk di sana.
Riji langsung mendaratkan bokongnya di sebelah Rion, “Beh, si Mami kenapa dah?”
Makoto yang mendengarnya menggelengkan kepala, “Lebih tepatnya, kalian berdua kenapa?” tanyanya sambil mulai mengeluarkan rokok miliknya.
“Gue... Juga bingung.” jawabnya dengan suara lemah. Makoto yang melihatnya tertegun sejenak, jarang sekali Rion terlihat lemah tak bertenaga seperti ini.
“Lah, masa diri lu sendiri nggak tau masalahnya njir? Aneh banget.” ujar Riji dengan keheranan, alias dari pemuda itu sudah menukik tajam, menandakan bahwa ia tak suka dengan jawaban yang diberikan oleh Rion.
“Kita mah juga nggak bakal tau kalau misalnya lu berdua nggak cerita. Tapi usahain, masalah lu berdua ya masalah lu berdua, jangan sampe anak kelas kena imbasnya.” tegur Gin dengan suara rendah.
Keheningan langsung mendatangi mereka setelahnya, sebelum kembali hilang karena Caine yang datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir, “Minum dulu ya, makanannya udah aku pesenin. Kalau dateng terima aja,” ujar pemuda itu singkat. “Aku mau mandi dulu." pamitnya sembari menaiki anak tangga.
“Udah coba ngomongin belum Pak sama si Mami?” tanya Makoto setelah sosok Caine hilang dari pandangannya.
Rion menggelengkan kepalanya, dan Riji langsung menghela nafasnya. “Dua orang ribet saling jatuh cinta, bikin pusing satu dunia.” celetuknya singkat sebelum mengambil cangkir berisi kopi.
“Coba omongin dulu dah kata gue mah, miskomunikasi ini kayanya lu berdua.” ujar Gin sambil mengambil cangkir berisi teh, lalu tersenyum tipis setelah meminumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Year to Love You || Rioncaine
FanfictionTNC SIDESTORY. Rion bisa bernafas lega setelah mendapat kesempatan kedua dari pujaan hatinya. Namun, dalam waktu setahun, tentu saja akan ada ombak yang akan menerjangnya dalam perjalan ke tempat di mana ia akan melabuhkan cintanya, kan? 📒 : Untu...