12. Ternyata, Terik Matahari Tidak Seburuk Itu

554 95 5
                                    

Pernahkah kau melihat seseorang dan merasa sangat beruntung diberikan kesempatan untuk mengenalnya — bahkan mendapatkan hak untuk mencintai dan dicintai sosok tersebut? Ya, begitulah perasaan Rion setiap melihat Caine Chana, teman masa kecil yang sekarang juga merangkap menjadi pujaan hatinya.

Rion bukan orang yang suka bangun pagi, apalagi di akhir minggu. Menurutnya pergi di akhir minggu itu sama dengan menambah beban hidup, pemuda dengan marga Kenzo ini akan memilih untuk berpelukan seharian dengan guling di kamarnya dibanding keluar dan berhadapan dengan keramaian, tapi suara notif pesan dari Caine pagi ini sudah cukup membuat dirinya kalang kabut berlarian ke Kamar Mandi.

Ia tersenyum tipis melihat Caine yang berlari kecil sambil melambaikan tangannya, “Ririi!” panggilan riang dari yang lebih pendek sukses  membuat senyuman itu semakin lebar.

Gin dan Key yang melihatnya saling bertukar tatap, lalu akhirnya hanya tertawa kecil melihat interaksi antara Ketua dan Wakil Ketua dari kelas mereka. Beberapa menit telah berlalu, namun kedua anak adam di hadapan mereka masih asik berbincang seolah dunia hanya berisikan mereka berdua.

“Pak, udah dong ngebucinnya. Ini kita niatnya mau lari pagi malah jadi lari siang nanti.” ledek Key sudah mulai bosan, Gin yang mendengarnya sontak tertawa keras.

“Yaudah, ayo. Mau pemanasan dulu nggak ini?” tawar Rion kepada teman-temannya.

Ketiganya langsung kompak menggeleng, “Kita larinya santai aja Pi, nggak lama juga soalnya udah jam segini. Harusnya nggak kenapa-napa kalau nggak pemanasan.” celetuk Gin yang akhirnya dibalas anggukan oleh Rion.

“Yaudah, mulai dah. Key sini, di depan sama Mami, aku sama Gin biar di belakang.” perintah Rion yang langsung dituruti oleh Key. Rion melirik sebentar ke arah Caine, ekspresi anak tunggal keluarga Chana itu sangat menggemaskan sekarang, bibirnya mengerucut kecil, Rion tak yakin alasannya apa, namun melihat pemandangan itu sebentar saja sudah cukup menghiburnya.

Akhirnya mereka mulai berlari pelan, tak banyak pembicaraan yang terdengar dari mereka. Keempatnya memilih fokus dan memperhatikan langkah masing-masing agar tak terjatuh.

Dari belakang, Rion terus mengalihkan pandangannya ke arah Caine. Ya, sebenarnya, alasan mengapa Rion tidak ingin berlari di sebelah pujaan hatinya itu adalah karena dia tidak bisa akan melihat Caine dengan jelas seperti ini. Rasanya hasil pahatan dari pemahat paling hebat di seluruh alam semesta itu kelewat indah untuk tak ia puja barang sedetikpun.

Rion tidak pandai merangkai kata. Apa yang ingin ia sampaikan hampir selalu bertubrukan satu sama lain di kepalanya. Kata-kata yang keluar dari kerongkongan miliknya bukanlah rangkaian bunga manis yang pantas untuk Caine dengar. Mereka hanyalah sisa serpihan perasaan miliknya yang entah kenapa terucap tanpa polesan. Kata yang tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan, tidak ada apa-apanya dengan apa yang ingin Rion katakan.

Namun, Rion ingin memastikan bahwa Cainenya itu selalu tahu bahwa ia menunggunya, bahwa ia menemaninya, bahwa ia akan selalu ada untuknya. Karena terkadang, hanya itulah yang bisa dirinya lakukan.

Waktu demi waktu berlalu, akhirnya mereka memutuskan untuk istirahat sebentar. Caine memisahkan diri untuk membeli minuman, sedangkan Rion, Key dan Gin memilih untuk duduk di salah satu bangku yang telah di sediakan.

“Pi, itu yang sebelah sana namanya jalan apaan?” tanya Gin sambil menunjuk ke arah jalan yang ia maksud.

“Oh, yang itu? Namanya jalan Argoz, kalo lewat sana bisa ke rumahnya Pak Sui. Ada juga tuh kalau kaga salah namanya garasi tequilala deket sono.” jawab Rion.

Key yang mendengar nama dari garasi itu entah kenapa langsung menahan tawa, “Kalau ada garasi tequilala, ada garasi tequiwinky sama tequidipsy nggak?” pertanyaan itu langsung membuat dirinya dan Gin tertawa kencang.

Rion hanya mampu menatap keduanya masam, “Perasaan yang dipanggil Papi, Bapak, sama Babeh tuh gue. Eh yang jokesnya kaya bapak-bapak malah lu berdua.” celetuknya yang membuat tawa kedua temannya makin menggelegar.

Caine yang baru datang terlihat kebingungan dengan Gin dan Key yang masih terus tertawa, “Ngetawain apa sih? Lucu banget kayanya."

Gin sibuk menyeka air mata di ujung matanya, sementara Key masih tertawa sambil memegangi perutnya yang mulai terasa sakit.

“Biarin aja mereka Caine, emang suka ga jelas kadang. Sini duduk.” ajak Rion sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.

Caine langsung menurut dan duduk di sebelah temannya itu, ia menghela nafas sebentar. Lalu mengambil satu botol air mineral dari kantong plastik yang ia bawa, lalu meminumnya dan tersenyum lega. Rion yang memperhatikan Caine terkekeh kecil, masih sama, Caine kurang suka berolahraga sehingga mudah lelah meskipun hanya berlari santai.

“Mami, mau minum mami.” Caine yang mendengar permintaan Gin langsung mengambilkan botol mineral yang baru, tutupnya juga sudah ia buka agar teman-temannya tak perlu repot membukanya.

Suasana hening sejenak, Key sudah berhenti tertawa. Suara burung berkicauan dan angin yang membelai halus kulit mereka membuat keempatnya merasa tenang, udara nya juga segar.

“Itu Agil sama Pak Han, dia sugar babynya pak Han kah?” tanya Key sambil menunjuk Agil yang terlihat berjalan bersama Pak Han, guru dari sekolah mereka.

Rion menepuk pelan kepala perempuan itu, “Agil anaknya Pak Han, ya— Secara teknis tetep morotin juga sih.” ujarnya yang menimbulkan tawa kecil dari Gin.

“Kaga nyangka yak, Agil yang modelannya begono ternyata anak guru. Nepo baby emang ada dimana-mana ternyata.” celetuk Gin yang disetujui oleh teman-temannya.

Obrolan terus berlanjut, tawa dan canda juga selalu terdengar dari keempatnya. Rion tersenyum tipis sambil terus mendengarkan celotehan dari Gin, Rion merasa bersyukur dalam hati karena bisa menemukan teman seperti mereka. Untuk kali ini, Rion mengabaikan teriknya sinar matahari yang mulai muncul, memilih untuk fokus menghabiskan waktu dengan ketiganya temannya.

Dan untuk pertama kalinya, anak bungsu dari keluarga Kenzo itu akhirnya sadar, kalau ternyata, terik matahari tidak seburuk itu.

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Year to Love You || RioncaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang