40

71 10 8
                                    

Hana berdesis saat melihat Lavelyn datang kembali mengunjunginya. Gadis itu menunjukkan senyuman saat ia berhasil duduk. "Saya bosan setiap hari di datangi sama kamu,"ucap jujur Hana.

"Kalau saya nggak akan bosan. Soalnya saya senang bisa bicara sama Tante,"balas Lavelyn.

Hana memutar bola matanya malas. Harus dengan cara apa ia menunjukkan ketidaksukaannya kepada gadis di hadapannya ini. Meskipun ia tidak sepenuhnya bosan di kunjungi terus-menerus oleh Lavelyn. Hanya saja, Hana bingung. Gadis ini siapa?

"Kamu itu bukan orang yang saya kenal. Jadi, jangan sok akrab. Kalau mau social experiment, tempatnya bukan di penjara,"jelas Hana.

Lavelyn menghela nafas. "Aku sudah berulang kali memperkenalkan diri sama Tante bahwa namaku itu Lavelyn. Kita sama-sama tahu nama masing-masing, jadi bisa diartikan aku dan Tante sudah saling mengenal. Anggap aja aku malaikat yang turun dari bumi untuk menghibur kesendirian Tante."

"Heleh, mana ada malaikat bentukannya kayak kamu. Nggak usah mengada-ngada. Cukup jujur siapa kamu sebenarnya,"desak Hana.

Lavelyn menggeleng. "Percaya sama aku, aku nggak akan nyakitin Tante. Anggap aja aku ini anak Tante yang udah lama nggak di temuin."

"Kamu tidak akan pernah bisa menyamakan diri dengan anak saya Atsa. Sampai kapanpun, posisinya tidak akan pernah terganti. Bahkan oleh sosok asing sepertimu,"ucap Hana dengan nada ketus.

Setelahnya ia berjalan pergi meninggalkan Lavelyn yang kebingungan sekaligus terkejut akan reaksi Hana yang berubah dingin padanya. Lavelyn amat menyesali ucapannya. Seharusnya ia tidak berucap seperti itu disaat mama astalian sendiri belum sembuh dari luka masa lalunya.

"Pak, tolong berikan makan siang ini sama Tante Hana. Ini ada surat untuk Tante Hana. Jangan lupa diberikan ya, Pak,"ucap Lavelyn mengulurkan box makanan dan sepucuk surat pada penjaga tahanan.

.


.


Sambungan telefon.

"Asta, aku minta maaf."

"Maaf kenapa?"

"Aku buat mama kamu marah. Aku takut tante Hana nggak mau temuin aku lagi."

"Memangnya kamu habis ngelakuin tindakan apa, Ly?"

"Aku minta mama kamu untuk menganggap aku sebagai anaknya."

"Jangan khawatir. Mama cuma butuh waktu. Lain kali jangan bicarakan hal sensitif lagi. Sekarang kamu dimana?"

"Ada di parkiran mau pulang ke rumah."

"Bisa ketemu dulu di cafe biasa kita kunjungi?"

"Boleh."

***

"Lo ngapain di sini?"tanya Astalian mengerutkan dahi melihat Ansel duduk di tempat yang sudah ia reservasi.

Ansel menunjukkan cengiran khasnya. "Gue diminta Lavelyn ke sini nemenin dia ketemuan sama lo."

"Sejak kapan lo sok jadi penjaga buat Lavelyn? Mau amat diminta temenin terus,"sindir Astalian menunjukkan wajah tidak sukanya.

Astalian duduk dengan wajah cemberut. Harapannya bisa menikmati makan siang bersama Lavelyn jadi sirna sebab ada sosok Ansel. Padahal ini waktu yang tepat untuk berusaha lebih keras memperbaiki hubungan mereka. Tetapi, jika ada Ansel di sini—yang ada momen romantisnya jadi gagal. Apalagi sahabatnya itu adalah salah satu orang yang paling tidak bisa menahan diri untuk tidak bersikap jijik setiapkali Astalian mengeluarkan ucapan manisnya pada Lavelyn.

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang